Revisi [7April 20]
Hujan jatuh dengan derasnya membasahi bumi, membuat yang ada dibumi bersuka cinta menyambut kehadirannya. Tapi tidak dengan gadis bersurai hitam yang duduk sambil menahan isakan dibawah lebatnya hujan.
Ia selalu membenci hujan seakan hujan adalah musuh bebuyutan baginya, karna ketika hujan datang membasahi bumi, ia selalu menganggap hidupnya suram seakan tak ada cahaya yang siap untuk menerangi kehidupannya.
Tak dapat dipungkiri, bahwa sesak yang ia rasa semakin besar. Rasa sakit itu tak mau pergi dari dadanya membuat air yang sangat ia benci itu mengalir dari mata bulatnya dengan deras sederas air yang membasahi bumi saat itu.
Isakan yang keluar dari mulut gadis itu menandakan seberapa dalam luka yang ia rasa, sungguh jika ada obat yang bisa menghilangkannya ia akan membeli dengan harga berapapun.
Hari beranjak sore, namun gadis bersurai hitam itu masih terduduk sambil menatap hampa kearah danau yang ada didepannya. Pandangan yang kosong seakan membuktikan seberapa berat beban yang ia tanggung.
Menghela nafas berat, air likuid itu kembali mengalir dari kelopak mata sayu sang empunya.
"Tak perlu meratapi yang sudah terjadi Ra. Kamu hanya perlu bangkit dan buktikan pada mereka bahwa kamu tak selemah yang mereka kira."
Gadis itu menoleh kesamping, disana laki-laki yang selalu ada untuknya berdiri dengan sorot mata teduh memandang sendu kearahnya.
Cowok itu melangkah untuk menduduki tempat kosong yang berada disebelah gadis itu.
Dengan pelan ia menghapus cairan yang sejak tadi tak berhenti mengalir dari kedua mata indah gadis dihadapannya.
"Kamu harus kuat Ra, kamu selalu punya aku untuk berbagi apapun beban yang kamu rasa, kamu hanya perlu lari ke aku kalau kamu ngerasa udah lelah. Jangan sembunyi dari dunia Ra, karena itu akan membuatmu semakin sakit," ucapnya begitu lembut kepada gadis yang sudah berada dalam dekapannya.
"A-aku udah berusaha untuk tetap baik-baik aja, tapi itu sulit untuk aku lakuin Ja. Mereka nggak pernah menginginkan kehadiranku, tapi kenapa mereka menahan kepergian ku," ucapan bernada putus asa itu membuat Raja yang sedari tadi memeluknya, semakin mengeratkan dekapannya.
Sungguh, ia tak sanggup melihat gadis yang ia sayangi menderita. Rasanya Raja ingin menghancurkan mereka yang sudah menyakiti gadisnya.
Tapi, ia bukan orang yang memiliki kuasa atas itu, Raja bukan orang dari kalangan berada, ia hanya seorang anak dari kondisi ekonomi yang terbatas. Berbeda dengan gadis dalam dekapannya itu, walaupun hidup dengan harta yang berlimpah, tapi itu tak menjamin kasih sayang yang ada. Bahkan hanya untuk sekedar berbincang saja gadis itu tak bisa, karna hanya caci yang tersedia untuknya.
Keheningan menghampiri mereka cukup lama, kenyamanan yang gadis itu dapat dari dekapan sang sahabat membuat ia enggan untuk melepaskan. Selain nyaman, ia merasa dilindungi saat bersama pria itu. Tak ada caci yang ada hanya, kasih sayang dan perhatian yang tak pernah ia dapat saat berada dirumah.
"Ra, kamu pulang ya, udah magrib nanti orang rumah nyariin kamu ," bujuk Raja dengan suara lembut sambil mengelus rambut hitam lebat milik gadis itu.
Cukup lama ia menanti jawaban, tapi tak ada sedikitpun sahutan dari gadis itu, membuat ia merenggangkan dekapannya untuk melihat wajah yang gadis itu sembunyikan.
Dapat ia lihat wajah damai gadis itu menandakan bahwa ia telah terbang dialam mimpinya, dengan pelan ia mengusap bekas air mata yang sudah mengering dipipi milik gadis itu.
Dengan pelan ia menggendong gadis itu, untuk ia bawa kerumahnya yang terletak tidak jauh dari danau, tempat biasa gadis itu menghabiskan waktu jika suasana hatinya sedang buruk.
Raja memasuki rumah sederhana yang ia tempati bersama ibu dan kedua adiknya. Dengan pelan ia menaruh gadis itu dikamar yang memang sering ditempati gadis itu saat ia sedang malas untuk pulang kerumah.
"Nak," Raja menoleh, ia mendapati ibunya berdiri disana sambil menatap cemas kearahnya.
"Nggak papa Bu, nanti kalau ada yang nyari Khaira, bilang aja kalau dia nggak ada disini. Ibu nggak usah khawatir," Raja menenangkan ibunya.
Ya, biasanya kekasih Khaira akan datang kerumahnya untuk mencari keberadaan gadis itu.
Khaira Salsabila, itulah nama gadis yang kini sedang terlelap dengan damai diatas kasur usang tersebut.
Gadis dengan senyum secerah matahari itu, berbanding terbalik dengan kehidupannya. Tak ada kasih sayang, yang ada hanya caci maki yang selalu menghiasi hari-hari nya.
Hanya keluarga Raja Rasyid lah yang mau menerima kehadirannya dengan suka cita. Hanya Raja tempatnya berkeluh kesah. Kekayaan tak sedikitpun menjamin kebahagiaan yang ia dapat.
Air mata adalah teman setianya. Sakit adalah pelengkap hidupnya, pengabaian terhadap dirinya adalah jalan takdir yang sudah tertulis untuk melengkapi cerita akan kisahnya.
******
"Eghhh," erangan yang keluar dari mulut gadis itu, membuat wanita paruh baya yang sedang menaruh gelas air keatas meja itu menoleh kearahnya.
"Nak, kamu udah bangun," tanya bu Yumi.
"Jam berapa buk."
Bu Yumi mengambil ponsel yang selalu ia bawa dalam sakunya, lalu menoleh kearah Khaira, "Sekarang udah jam sebelas nak," ucap buk Yumi.
Gadis itu mengangguk lalu tersenyum menatap ibu dari sahabatnya itu. Ia bangkit dari kasur lalu duduk dipinggiran.
"Maaf ya Bu, Khaira ngerepotin ibu lagi."
"Kamu nggak pernah ngerepotin ibu nak, ibu malah seneng kamu nginep disini."
"Bu, Khaira mau jadi anak ibu," ucapnya dengan pelan, sambil menunduk.
Bu Yumi meraih tangan Khaira lembut, menggenggamnya dengan hangat. Dapat ia lihat guratan kesedihan yang menghiasi wajah ayu miliki anak perempuan dihadapannya itu.
"Kamu harus kuat nak, ibu yakin kamu gadis kuat. Jangan pernah menyalahkan takdir tuhan, yang harus kamu lakukan adalah tunjukkan kepada mereka bahwa kamu bisa tanpa mereka. Dan ibu yakin, dibalik tindakan mereka ada sesuatu yang tidak bisa mereka beri tahu kepada kamu. Jangan sedih lagi ya Ra. Ada ibu, ada Raja, ada kami semua yang selalu disamping kamu."
Khaira menatap sendu wajah wanita tangguh dihadapnnya ini. Ia mengangguk, memberi senyum kepada bu Yumi bahwa ia bisa melalui semua ini.
Raja yang sedari tadi berdiri didepan pintu menatap kedua wanita yang sangat ia berarti dalam hidupnya.
Ia mengelap sudut mata nya, entah sejak kapan cairan itu mengalir disana.
Raja membalikkan badannya untuk pergi dari sana, memberikan waktu untuk kedua wanita itu membagi kasih dan saling memberi dukungan satu sama lain.
******
Batam, 28 September 2019