Chapter 10 - 10

Aku suka hujan, aku suka ketika ia jatuh dan menghantarkan irama yang dapat menenangkan hatiku yang tengah risau memikirkan banyak hal.

-khaira Salsabila-

Revisi [7 Mei 20]

Pagi ini hujan dengan lebatnya membasahi bumi, menerbitkan segaris senyum dibibir mungil milik gadis yang kini tengah menjulurkan tangannya untuk menikmati betapa indah tuhan mengirimkan air yang berupa rintikan lebat untuk memenuhi kebutuhan setiap makhluk hidup yang ia ciptakan.

Saat ini ia tengah menikmati dinginnya suasana sambil duduk di gazebo belakang rumahnya dan ditemani secangkir coklat hangat serta keripik pisang kesukaannya.

Ia sangat menikmati hembusan angin yang menerpa permukaan wajahnya, sesekali ia akan meneguk coklat yang sudah dingin.

Suara pesan masuk yang berasal dari ponsel yang tadi ia letakkan bersama segelas coklat dan keripik pedas sang diatas meja.

Layarnya yang terang menampilkan pesan Emil dilayar utama. Membuat Khaira si gadis penikmat hujan dapat membaca sederet pesan yang masuk ke layar hpnya.

Diambilnya benda pipih tersebut lalu membuka kunci layarnya laku beralih ke apk Emil untuk membaca sederet pesan yang tidak dapat ia baca keseluruhan.

Aku akan segera kembali, Kasih.

Hanya satu kalimat, tapi dapat membuat jantungnya berpacu dengan cepat. Rasa rindu dan benci yang ia rasa membuncah kepermukaan membuat keringat dingin membasahi telapak tangannya.

Apakah ini Sungguhan? Mengapa ia datang setelah meninggalkan dirinya dengan kesepian yang menyelimuti?

Banyak pertanyaan yang bercokol dalam benaknya. Tapi tak satupun mampu ia jawab.

"Non ayo masuk disini dingin non, nantik non Ira masuk angin."

Bi Yayan datang dari balik punggung Khaira, menarik gadis itu dari lamunan yang ia buat.

"Iya Bi, sebentar lagi Ira masuk. Bibi deluan aja."

Tanpa membantah  bi Yayan pun masuk kedalam, tak lama Khaira menyusul untuk masuk sambil membawa nampan berisi gelas kosong dan toples keripik pisang yang tadi ia bawa keluar.

"Non mau dimasakin apa buat makan siang."

"Apa aja bi, Ira lagi gak napsu buat makan."

Bagai mana mau napsu jika hati dan pikirannya kompak memikirkan dia yang sebentar lagi akan kembali. Jangan kan makan, sekedar bernafas saja rasanya Khaira tidak mood.

"Yaudah bibi masakin udang sambel kesukaan non aja ya?"

"Iya Bi, terserah."

Khaira melangkah dengan pelan dan lambat kekamar. Setibanya Khaira dikamar ia langsung menghubungi Raja. Selalu, saat hati tengah risau hanya Raja yang dapat membantu menghilangkan gundahnya.

Di dering ketiga, telpon diangkat. Suara cowok tersebut langsung memenuhi Indra pendengarannya.

"Hai."

Tak ada tanggapan, Khaira masih membisu ditempatnya. Rasanya ia Ingin memeluk pria itu dan menangis di dadanya.

"Ra? Kamu kenapa?"

"Aku__ aku nggak papa. Cuma lagi mau denger suara kamu aja."

"Aku kesana sekarang. Kamu mau aku bawain apa?"

"Nggak usah, lagi hujan nanti kamu sakit. Aku nggak papa Ja."

"Ok, aku otw."

Sambungan telpon terputus layar hp milik Khaira pun meredup. Sudah pasti Raja kini tengah bersiap untuk datang kemari. Selalu seperti itu. Semenjak Khaira putus dari Irza sebulan lalu, Raja berubah menjadi sedikit posesif.

Cukup Ra, udah cukup kamu terluka. Aku nggak bakal biarin mereka kembali menjatuhkan air itu dari mata kamu. Dan stop buat bilang i' am okey. Please kalau kamu capek, aku bisa jadi rumah buat kamu.

Setelah kalimat itu terucap dari bibir milik Raja sebulan lalu, pria itu berubah. Ia lebih peka terhadap Khaira. Seolah ia tau bahwa ketika Khaira mencarinya pasti gadis itu tengah butuh kehadirannya.

10 menit waktu yang Raja butuhkan untuk sampai ke rumah milik gadis itu, tak butuh waktu banyak. Karena waktu 10 menit saja rasanya sudah sangat lama untuk ia sampai. Hujan yang mengguyur pun seakan bukan halangan untuknya.

"Assalamualaikum bi," ucapnya kala wanita paruh baya yang ada dihadapannya ini membukakan pintu untuknya.

"Waalaikum salam den, non Khaira lagi dikamar. Aden tunggu sebentar ya biar bibi panggilkan."

Bi Yayan pun berlalu dari sana menuju kamar milik Khaira. Sampai didepan pintu besar berbahan jati tersebut, ia  mengetuk hingga sahutan dari dalam menghentikan ketukan tangannya.

"Iya Bi, bilang tunggu sebentar ya. Nanti aku turun."

Setelah itu Khaira kembali menutup pintu dan menyelesaikan aktivitas nya yang tadi tertunda.

"Kan aku udah bilang kamu nggak usah datang Ja. Basah semua tuh baju kamu masuk angin tau rasa."

Mendengar omelan dibalut wajah cemberut milik gadis dihadapannya tak ayal membuat senyum kecil terbit dibibir pria itu. Rasanya jarang sekali Khaira mau memarahinya hanya karena hal sepele. Iya, sepele menurutnya tapi tidak untuk Khaira.

"Iya, kan aku khawatir Ra, lagi pula ini nggak terlalu basah kok. Jadi nggak bakal masuk angin," balasnya lembut.

"Ck, kamu harus ganti baju. Aku punya baju kaos putih polos. Nggak pernah aku pake kok. Kayaknya muat sama kamu."

Raja menggeleng tanda tak setuju. "Nggak usah, ini nggak terlalu basah kok aku juga bawa jaket nih," ujarnya sambil mengangkat jaket yang tadi ia kenakan.

"Pokoknya kami harus ganti baju," Khaira tak mau kalah, ia harus berhasil memaksa cowok dihadapannya ini untuk menuruti perkataannya.

Raja menghela nafas, "Ra, aku..."

"Pokoknya harus," ucap gadis itu final.

Baiklah, Raja akan mengalah. Dari pada ia dicuekin oleh Khaira lebih baik mengalah.

"Iya," balasnya pasrah.

Merasa menang, Khaira tersenyum sambil menarik pergelangan tangan Raja menuju kamar tamu yang ada disebelah tangga.

"Kamu tunggu sini, aku ambil baju kekamar sebentar."

Khaira menaiki undakan anak tangga dengan semangat. Ia membuka lemari besar dihadapannya, lalu mencari kaos polos di setiap lipatan. Bajunya cukup banyak hampir memenuhi lemari besar itu, membuat ia kesulitan mencari kaos untuk Raja.

Hingga matanya terpaku pada satu baju yang ia pun tak pernah tau keberadaannya disana. Menarik kaos itu pelan agar lipatan lainnya tidak kusut, lalu ia merentangkannya. Menimang sebentar, akhirnya Khaira menutup pintu lemari sebab kaos itu yang akan ia beri pada Raja.

"Nih," Khaira menjulurkan kaos itu pada Raja. "Celana kamu basah juga?"

Raja menilik celananya lalu menggeleng. "Enggak terlalu. Yaudah aku ganti dulu ya."

Khaira keluar dari kamar meninggalkan Raja, ia kembali ke ruang tamu untuk mengambil makanan yang tadi cowok itu bawa. Membawanya ke dapur, mengambil wadah dan menuangkan makanan tersebut ke dalamnya.

Raja ternyata membawakannya ayam rica-rica. Khaira langsung mengambil dua piring di rak, mengisinya dengan nasi secukupnya. Setelah itu, ia duduk guna menunggu Raja keluar.

"Kamu nggak langsung makan?" Raja berjalan ke arahnya, ia terlihat lucu dengan kaos yang Khaira beri.

"Kamu lucu pake itu, aku nunggu kamu. Ini ibu yang masak?"

"Aku malah ngerasa aneh pake baju ini. Iya itu ibu yang masak, tadi pas aku bilang mau kesini ibu langsung bungkusin itu buat kamu."

"Enak, aku jadi kangen ibu. Itu piring kamu udah aku isi nasi, sini aku masuin lauknya. Tadi bibi juga masak udang sambal, kamu mau?"

"Jangan banyak-banyak. Aku udah makan juga di rumah. Kalau kangen ibu ya kerumah."

"Iya nanti aku main kesana."

"Hem."

Raja menatap Khaira yang makan dengan lahap, rasa senang tidak bisa ia pungkiri dari hatinya. Sebab Khaira bisa dibilang susah untuk makan. Karena itu tubuh Khaira terlihat mungil, tidak kurus tapi tidak bisa di bilang berisi juga.

Suara dering yang berasal dari telepon rumah membuat suapan Khaira terhenti, Bi Yayan dengan sigap mengangkat panggilan itu. Khaira menatap Raja yang ternyata menatapnya juga, lalu mengangkat bahu acuh dan kembali melanjutkan makannya.

Dengan perasaan yang tidak enak, bi Yayan mendekat ke arah Khaira. Membisikkan sesuatu yang membuat acara makan gadis itu benar-benar berhenti. Raja pun sama, ia menghentikan makannya dan menatap kepergian Khaira dengan perasaan khawatir.

"Hallo."

"....."

"Maaf ma, Ira kemaren ketiduran."

"...."

"Lupa."

"...."

"Iya,  masih ada yang mau mama tanyain?"

"...."

"Ira nggak papa ma, udah biasa sendiri. Mama selesaikan aja dulu urusan mama, kalau emang nggak bisa pulang nggak usah di paksa. Yaudah ma, Ira tutup dulu ya. Assalamualaikum. "

***********

Batam, 29 Januari 2020.