Chapter 11 - 11

Perihal penantian jangan kau ragukan. Bahkan yang tak pasti saja masih setia ku tunggu.

-khaira-

Revisi [9Mei 20]

Sepasang mata menyorot tajam kedepan, melirik kekanan dan kekiri mencari objek yang tengah ia tunggu. Sambil menyeret koper ditangan kanan ia terus berjalan kedepan. Seringai dibibirnya terbit kala netranya menangkap objek yang ia cari.

"Sudah lama?"

Tak ada jawaban hanya deheman yang terdengar sebagai jawaban. Membuat sang lawan enggan kembali bersuara.

Setiba mereka di pelantaran parkiran mobil. Cowok tersebut langsung masuk kedalam mobil tanpa memperdulikan pria yang lebih tua darinya memasukkan koper yang ia bawa kedalam bagasi.

Setelah selesai dengan kegiatannya. Ia langsung masuk dan duduk di depan kemudi. Dengan pelan ia mengeluarkan mobil tersebut agar tidak menabrak kendaraan lainnya.

Selama di perjalanan, tak ada satupun yang bersuara. Cowok yang kini tengah menatap jalanan yang tak begitu padat tengah sibuk berperang antara hati dan logika. Ingin hati langsung menemui cewek pujaan, namun logika tak mengizinkan. Rasanya ia ingin berlari ke arah gadis pemilik senyum secerah matahari miliknya. Tapi sesuatu menahannya, begitu berat dan penuh rintangan, bukan mudah untuknya bertahan hingga detik ini. Semua itu ia lalui, hanya agar ia bisa kembali kesini.

*******

Nafsu makannya benar-benar hilang, tanpa memperdulikan Raja yang menatapnya khawatir dari ruang makan, Khaira membawa kakinya menuju kamar. Mood nya sangat jelek setelah menerima kabar dari Fara. Pesan dari orang masa lalunya saja sudah membuat perasaannya tidak karuan, kini mama nya pula malah menambah hancur moodnya.

Ketukan di pintu mengalihkan Tatapan Khaira yang semula menatap foto dirinya yang dirangkul oleh Fara, menjadi menatap pintu.

"Ra, kamu kenapa?" Khaira tidak menjawab, gedoran Raja pun semakin bertambah kencang.

"Khaira, buka pintunya Ra. Aku mau liat kamu."

"Khaira Kamu yang buka pintunya, atau aku dobrak?!"

"Aku hitung sampai dua."

"Satu d..."

"Udah kan?"

Melihat Khaira yang keluar dari dalam kamar, Raja langsung menarik gadis itu kedalam pelukannya, menyandarkan pipinya ke kepala Khaira, memejamkan mata sambil menghembus nafas lega. Rasanya jantung cowok itu hampir lepas dari tempatnya.

Khaira yang berada di dalam dekapan Raja dapat mendengar detak jantung cowok itu yang bekerja sangat cepat, ia menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Raja. Setitik air matanya jatuh ke pipi.

"Aku benci harus selalu denger kata belum bisa dari mama Ja," kini Khaira benar-benar terisak di dada cowok itu. Membuat kaos yang dikenakan basah.

Raja tidak merespon, hanya tangannya yang bekerja mengelus punggung Khaira. Ia membimbing Khaira untuk duduk di tepi tempat tidur.

Cukup lama mereka berada di posisi tersebut, hingga suara tangis Khaira berganti menjadi sesegukan. "Udah enakan?" Raja bertanya guna menghapus kesunyian di antara mereka.

Khaira mengangguk. Ia mengusap wajahnya di kaos Raja, membuat cowok itu terkekeh kegelian. Khaira yang mendengar suara keluhan Raja mengangkat wajahnya untuk melihat cowok itu.

"Mau dengar satu hal nggak?" Pertanyaan Raja hanya di balas anggukan.

"Khaira Salsabila kamu tau, kesedihan yang selalu datang sama kamu akan kalah dengan senyum yang kamu pancarkan. Senyum kamu itu seindah matahari soalnya. Aku aja sampe kecanduan."

Mau tak mau senyum Khaira mengembang, binar yang tadi redup kini terpancar dengan sempurna. "Tuh kan apa aku bilang, kamu emang nggak cocok kalau nangis," lanjutnya seraya mengusap sisa air mata di pipi Khaira.

"Makasih, aku udah nggak sedih lagi."

"Hm, besok-besok kalau bisa jangan nangis lagi, kamu tinggal datang ke aku. Pukul atau cubit nggak papa, asal kamu nggak sedih kaya gini lagi."

Khaira mengangguk, sekali lagi ia memeluk Raja. Menikmati kebersamaan mereka.

*****

"Kita mau kemana habis ini Ra?"

"Ke rumah yuk. Udah lama nggak ketemu ibu."

Tanpa bantahan Raja langsung melajukan motor metic nya menuju rumah. Selama diperjalanan Khaira terus bercerita apa saja. Membagi segala beban yang menimpa pikirannya kepada Raja.

Raja dengan senang hati dan kesabaran luas mendengarkan segala kata yang terucap dari bibir yang kini sudah tidak terisak lagi.

"Turun."

"Nih," ucap Khaira menyerahkan helm yang ia pakai kepada Raja.

"Langsung masuk aja. Ibu didalam."

Khaira langsung masuk, mencari bu Yumi. Harum masakan yang berasal dari dapur membuat kaki jenjang gadis itu membawanya kesana.

"Assalamualaikum ibu."

Bu Yumi yang tengah menumis kangkung langsung menoleh keasal suara. Netranya membulat kala menangkap rupa gadis yang kini jarang mengunjunginya.

"Waalaikum salam, Ira. Kenapa baru datang sekarang, ibu rindu sama kamu nak."

Khaira tersenyum, ia meraih tangan yang kini sudah keriput dimakan usia. Lalu menciumnya dengan takzim.

"Maaf ya bu. Kemaren Ira sibuk banyak tugas. Jadi sekarang baru bisa datang."

"Ibu khawatir sama kamu, takut kenapa-napa. Kamu udah makan malam?"

"Belum, Ira Kangen masakan ibu."

"Kalau gitu kamu tunggu aja didepan. Ini ibu tinggal numis kangkung aja kok."

"Ira mau bantu ibu aja deh. Biar makin pande masak nya."

"Nggak usah ini udah selesai," ucapnya sambil mematikan kompor.

"Ayo," ajak bu Yumi sambil membawa tumis kangkung yang asapnya masih mengepul.

Selama makan, obrolan kecil menyelingi mereka. Membuat suasan menjadi hangat. Rasanya Khaira sudah lama tak merasakan kehangatan ini. Semenjak mereka perlahan meninggalkannya dengan sepi yang selalu menyelimuti hari-hari Khaira.

"Bu, Ira pulang dulu ya. Takut dicariin kalau kelamaan."

"Hati-hati ya, sering-sering main kesini."

"Siap bos," balas Khaira sambil melakukan hormat kearah bu Yumi. Membuat senyum tipis terukir di bibir Raja.

Raja mengendarai motornya dengan pelan. Ingin menikmati  waktu-waktu kebersamaan mereka. Ia melirik kaca spion menampilkan wajah ayu milik  gadis yang sudah mencuri  sebagian hatinya.

"Ja, aku rindu mama."

Suara merdu milik Khaira memenuhi  gendang telinga Raja. Membuat cowok tersebut miris, ya miris dengan kehidupan gadis yang tengah ia bonceng. Terkadang ia bertanya, kenapa  harus Khaira. Kenapa harus gadis serapuh Khaira yang di beri cobaan seberat ini.

"Aku mau semua kaya dulu Ja. Tapi aku tau itu sebuah harapan yang mustahil."

Lagi, lagi Khaira  berucap dengan lirih. Sudah lelah hatinya membatin seorang diri. Ia tak sekuat itu jika harus kembali di uji.

"Aku tau kamu gadis kuat Ra, tuhan itu adil. Mungkin baginya ini hanya sebuah cobaan kecil yang menurutmu besar. Percaya nggak, derajat mu sekarang tengah allah naikkan," ucap Raja.

Hanya kata-kata penguat yang  bisa ia berikan untuk saat ini. Karena ia percaya hanya motivasi yang saat ini gadis itu butuhkan.

"Aku selalu suka sama kata-kata kamu Ja, bisa dijadikan quotes," canda Khaira.

Lalu keheningan kembali  menyelimuti. Gadis bersurai  hitam itu menyandarkan kepalanya ke bahu milik Raja. Menikmati angin yang menerpa wajahnya sambil menutup mata.

*******

"Jangan kebanyakan melamun, nanti kesambet," tegur Raja saat mendapati netra itu kosong.

Seakan tersadar, Khaira  hanya membalas dengan anggukan  pelan.

"Aku pulang ya. Kamu istirahat aja jangan keluyuran."

"Ih, aku nggak pernah keluyuran kali. Orang pendiam gini," balas Khaira, tak terima jika dikatakan  suka pergi keluyuran.

"Iya aku tau kamu nggak kaya gitu. Aku pulang ya."

Ia mengangguk, "hati-hati, jangan ngebut," pesan gadis itu.

Setelah motor Raja melaju pergi, gadis itu langsung membuka pagar karna satpam yang jaga entah kemana.

"Rara."

Seakan dunia berhenti. Seolah kakinya sudah tak menapak. Rasa ia tak lagi bernafas kala indranya menangkap suara yang amat ia hapal dan sangat ia rindu sekaligus benci.

Dengan keberanian yang tak tersisa gadis itu membalikkan tubuhnya.

"A....ar..ji."

********

Batam, 8 Februari  2020.