Chapter 12 - 12

Entah mengapa saat tatapan kita kembali dipertemukan. Jantungku tak berdetak seperti dahulu.

-Khaira-

Revisi [14 Mei 20]

Seolah alam mendukung, bahkan angin pun tak berani bersuara. Tak ada satu pun suara yang terdengar, dunia seolah berhenti berputar. Tak ada senyum, pelukan hangat serta sapaan seperti dulu. Semuanya berubah, berubah ketika yang dikatakan setia malah meninggalkan.

Seolah hati adalah mainan, dibuang lalu kembali  dicari. Air itu dengan lancangnya  keluar seolah kehadirannya dibutuhkan.

Masih saling menatap, walau tidak yang terucap. Seakan lewat tatapan itu rindu menjerit. Mereka kembali ditepertemukan. Dia yang selalu gadis itu rindukan namun tak dapat dipungkiri. Ia juga menyimpan sedikit benci didalamnya.

"Aku kembali," dengan lirih ia berucap.

Tapi, apa kembalinya dapat mengembalikan tawa sang gadis?

"Aku kembali untuk kita."

Masih dengan kebisuan, Khaira mencoba untuk kembali ke kenyataan bahwa dia juga ingin cowok ini kembali. Ia ingin membagi lara nya. Ia ingin tertawa lepas bersama nya. Ia ingin mereka kembali membangun kenangan yang sempat terhenti ditanggung waktu.

Tanpa kata, tanpa aba-aba, dia langsung memeluk dengan erat seakan tak ingin melepaskan kembali sang pemilik separuh dari hatinya. Khaira tak ingin ia kembali di tinggal kan. Ia ingin menghabiskan waktu yang ia punya dengan cowok dalam rengkuhannya ini.

"Kamu tau aku benci cairan ini Ra," dengan lembut Arji  menghapus air yang sedari tadi membasahi pipi milik Khaira, Raranya.

"Aku rindu, sangat rindu."

Kembali Arji menarik sang ratu hatinya kedalam dekapan hangat yang ia punya. Seakan tak rela jika waktu menyudahi kegiatan mereka.

"I know, i miss you too."

"Ayo masuk, kita ngobrol didalam aja. Nggak enak disini," ujar Khaira sambil menarik tangan Arji.

"Tunggu bentar ya."

Dengan cepat ia menuju ke dapur, membuat minuman yang sudah ia hapal diluar kepala.

"Kamu kok nggak ngabarin aku kalau udah nyampe. Ini juga, bukannya pulang istirahat dulu. Malah langsung kesini."

Begini, hal ini yang selalu Arji suka, cerewet nya seorang Khaira tak ada yang dapat mengalahkan.  Dan ia cerewet hanya dengan Arji saja. Seolah dunia gadis itu berpusat dengannya.

"Aku nggak butuh istirahat, karena  obat dari segala capek dan sakit aku ya kamu."

Walaupun hanya sebuah gombalan receh, tapi tetap saja Pipi Khaira memerah. Ia tak tahan jika digoda oleh lelakinya.

"Gembel."

"Tapi tetap blushing."

"Bodo."

"Ya makanya sekolah yang bener biar pintar."

"Serah."

"Cih ngambek."

*******

Setelah membaca pesan yang masuk dari nomor yang sudah sangat ia hapal, Arji langsung mencari keberadaan Khaira.

Sesampainya dia di dapur, dia melihat gadis dengan surai hitam itu tengah berbincang dengan salah satu pembantu yang bekerja.

"Ra," panggil nya pelan saat ia sudah berada di belakang tubuh Khaira.

Khaira menoleh, saat mengetahui bahwa Arji  yang Memanggilnya, ia pun langsung meminta izin kepada bi Yayan yang tengah membersihkan perkakas dapur.

Saat mereka sudah berada di ruang depan barulah Khaira menyahut.

"Kenapa?"

"Aku pulang ya."

"Loh, kok cepet. Aku belum puas cerita sama kamu, masa udah balik aja," raut yang tadi cerah, perlahan meredup saat indranya menangkap kelanjutan dari kalimat Arji.

"Aku lupa kalau udah ada janji, maaf ya. Ini penting banget soalnya. Lain kali, aku janji sama kamu," jelasnya cepat.

"Emang janji kamu sepenting itu ya?" Pertanyaan lirih itu Khaira utarakan, bukan, bukan untuk Arji. Tapi untuk dirinya sendiri.

Arji memegang kedua pundak Khaira, menghadapkan gadis itu ke arahnya. Lalu mengusap pelan surai rambutnya.

"Besok. Besok aku janji bakal ngabisin waktu aku buat kamu. Tapi, maaf Ra, hari ini aku memang ada urusan yang nggak bisa ditinggal. Kalau boleh egois, aku mau setiap detik aku sama kamu. Tapi..."

Belum selesai kalimat yang ingin cowok itu utarakan, Khaira lebih dulu mengangguk. Dia langsung memeluk tubuh Arji, seolah mengatakan bahwa ia tidak apa ditinggak kembali.

"Makasih."

Arji keramas punggung Khaira lembut, lalu melepaskan pelukan mereka. Sebelum pergi, ia memberikan senyum hangat untuk gadis itu.

Setelah memastikan kepergian Arji, Khaira lekas menutup pintu, sebab bi Yayan sudah tidur lebih dulu. Lalu mengambil tasnya yang tadi ia taruh di sofa.

*****

Pagi ini, awan yang gelap diiringi dengan gerimis kecil. Khaira menatap kan niatnya untuk tetap kesekolah, walau sejujurnya dia sangat malas. Lebih baik menikmati tidur di takut selimut hangat, dari pada harus terburu-buru seperti ini, pikirnya.

Tin tin tin!

Suara motor matic milik Raja memasuki pekarangan rumahnya, membuat Khaira menoleh. Saat Raja sudah tiba di hadapannya, gadis itu dengan semangat menerima helm yang disodorkan Raja.

"Ih, ini nya nyangkut," ucap Khaira sambil memajukan wajahnya ke hadapan Raja.

Dengan sigap Raja membantu memasangkan pengait helm tersebut. "Udah nih."

Setelah Khaira naik ke jok belakang dan memastikan gadis itu nyaman, barulah motor melaju dengan kecepatan sedang, Khaira begitu menikmati perjalanan mereka, angin dengan santainya memainkan anak rambut gadis itu yang keluar dari helm nya. Setiap raut yang Khaira tunjukkan tak lepas sedikitpun dari pengawasan Raja.

Raja memberhentikan motornya tepat didepan gerbang  SMA GARUDA, Khaira langsung turun dan melepas helm nya dibantu Raja.

"Nanti tunggu aku ya, kayak nya aku jemput agak lama dikit. Ada latihan takraw di sekolah. Nggak papa ka?"

"Yaudah kalau gitu, aku pulangnya naik ojol aja ya, takutnya kamu ke ganggu latihannya," Khaira mencoba memberi jalan keluar yang langsung dibalas gelengan oleh Raja.

"Nggak, kamu pergi sama aku, pulangnya juga harus sama aku. Nanti kamu tunggu aja di sini. Aku jemput kamu dulu baru latihan," ucap Raja final.

Khaira memajukan bibirnya, tanda ia tengah kesal terhadap cowok itu. Namun, Raja terlihat acuh bahkan langsung menghiduplan motornya.

"Jangan nakal, aku pergi dulu."

Tanpa menunggu balasan dari cewek yang ada di hadapannya, Raja melajukan motornya menuju sekolah.

Khaira langsung melangkah menuju kedalam sekolah. Saat ia melewati lorong kelas 10, tidak sengaja penglihatannya bertabrakan dengan Irza. Tanpa kata, ia melewati cowok itu. Di sebelah Irza, Riska mendengus.

Sebelum Khaira melangkah lebih jauh, Riska mencegah langkahnya. Membuat Khaira menoleh sambil mengernyitkan kening bingung.

"Ada apa?" Tanyanya datar.

"Gue mau ngundang lo ke acara sweet seventin gue besok malam. Gue sih nggak yakin lo bakal datang, tapi gue berharap lo mau menghadirinya."

Setelah menyerahkan kartu undangan kepada Khaira, Riska pergi dari hadapannya di susul Irza yang sempat melirik Khaira sekilas.

Sedangkan Khaira, ia terpaku di tempatnya sambil menatap kartu undangan yang sudah berpindah tangan ke tangannya.

Sweet seventin?

Bahkan saat hari itu datang di hidupnya, hanya Raja yang mengucapkan serta memberi doa dengar tulus untuknya.

Tidak ada Irza, tidak ada Arji, mama atau pun papa. Hanya Raja.

Kini Riska, orang yang telah mengambil Irza dari hidupnya akan merayakan bahari bertambahnya usia bersama banyak orang. Akan banyak yang mendo'akannya. Menarik nafas keras lalu membuangnya dengan kasar. Setelah gemuruh di hatinya perlahan reda, barulah Khaira melangkah menuju kelasnya.

Meletakkan tas nya di samping Zahra yang tengah membaca buku sejarah, karena jam pertama ini, akan ada ulangan. Khaira melirik sekilas gadis itu, lalu dia juga mengeluarkan buku yang sama.

Bukan membacanya, Khaira justru hanya membolak-balikkan bukunya, hingga di beberapa bagian terlihat kusut.

Zahra yang berada di sampingnya hanya melirik sekilas, lalu berpindah tempat duduk di bangku belakang yang belum di tempati oleh sang empunya.

Melihat kepindahan Zahra, Khaira mendesak pasrah. Lalu mengungkapkan kepalanya di atas lipatan tangan.

Belum sempat matanya terpejam, guru sudah lebih dulu memasuki kelas, terpaksa gadis itu mengangkat kepalanya kembali.

"Bersiap," komando sang ketua kelas.

"Beri hormat."

"Selamat pagi buk," seloroh semua murid yang ada di dalam ruangan.

"Pagi semua, hari ini seperti janji kita minggu lalu ya. Sebelum kita ulangan, ibu kasih waktu 20 menit buat baca buku. Udah ibu kasih kan kisi-kisinya?"

"Udah buk," balas mereka.

Bu Yuni mengangguk. "Yaudah dibaca bukunya."

Seketika kelas langsung hening, ada yang benar-benar membaca, ada yang hanya membolak-balikkan buku, Khaira contohnya. Ada juga yang membuat contean, entah di atas meja, di kertas sobekan sandi telapak tangan.

Sedangkan bu Yuni, guru sejarah itu sepertinya tengah memeriksa hasil ulangan anak kelas lain. Sesekali keningnya berkerut, mungkin jawaban yang di inginkan tidak sesuai dengan yang tertera di kertas tersebut.

Dia melirik jam tangannya, ternyata waktu 20 yang ia beri sudah habis.

"Waktunya sudah habis, keluarkan kertas satu lembar. Dan yang ada di atas meja hanya kertas, pulpen dan tip-x, selain dari itu ibu ambil."

Semua terlihat memasuki peralatan yang tidak boleh ada di atas meja kedalam tas, begitupun dengan Khaira, ia mengeluarkan buku tulis sejarahnya dan membuka bagian tengah lalu menyobeknya. Tidak lupa ia bubuh kan nama, kelas serta tanggal pada hari itu.

Soal pertama sudah di bacakan, semua nampak mulai berpikir, kira-kira apa jawaban untuk soal tersebut. Hingga soal terakhir, kelas masih tetap hening.

Khaira nampak menikmati waktu-waktu untuk menjawab. Walaupun ia tadi tidak benar-benar membaca, tetap saja otak pintar ya dapat diandalkan.

"Ssyut syut, Ra," panggilan dari pojok belakang membuat Khaira menoleh sebentar.

"Bagi nomor 4 Ra," tambah Piko seraya melempar kertas kosong yang jatuh tepat di samping kaki kanannya.

Khaira mengambil kertas tersebut, dia tidak langsung menuliskan jawabannya, sebab rugi rasanya memberikan jawaban cuma-cuma kepada orang lain.

Cukup lama Koko menunggu hingga Khaira melempar kertas itu kembali kepadanya. Dengan cepat ia menulis jawaban yang ada disana kelenjar kertas soal miliknya. Walaupun jawabannya hanya sebaris, tapi cowok itu cukup percaya kepada Khaira.

Hingga suara bel pertanda berakhirnya jam pelajaran. "Ayo yang udah siap, kumpulkan cepat," perintah guru tersebut.

Setelah mengumpulkan jawabannya, Khaira langsung keluar kelas. Inginnya ia langsung pergi kebelakang sekolah, tapi ia lupa membawa minum dari rumah sementara bi Yayan tadi sudah memberinya bekal.

Segera ia pangkalan kakinya menuju kantin, suara ricuh mulai memasuki gendang telinganya begitu kakinya menginjakkan tempat tersebut. Tidak ingin lama, Khaira langsung memesan minum kepada sang penjual.

Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, Khaira langsung menuju tempat favoritnya di sekolah ini

******

Baru pertama kali ngetik lebih dari 1200 kata. Kalau rada nggak nyambung nggak papa lah ya.

Komen dong, biar aku semangat nulisnya.

Batam, 9 Februari 20