2017
"Aโฆampun, tolong berhenti," cicit lelaki yang sudah nampak basah kuyup karena seember air telah membasuhi dirinya. Tepatnya hal itu di lakukan oleh seseorang yang malah menampakan ekspresi tak berdosanya, seakan ia tak melakukan kesalahan apapun.
Austin menutup mulutnya pua-pura terkejut. "Oh My Gosh! Sorry ya, gue kira tadi lo itu tanaman kesayangan gue." Cengirnya seolah kesalahan itu bukanlah masalah besar.
SMA Merdeka kini telah memasuki tahun ajaran baru. Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang kenaikan kelas meskipun cukup banyak murid yang masih tak rela untuk mengakhiri liburan panjangnya. Sebenarnya anggota Gank of Bullying ini juga sangat malas untuk pergi ke sekolah, tapi kesempatan 1 tahun sekali untuk mereka beraksi terlalu sayang untuk mereka lewatkan.
Gank of Bullying adalah sebuah kelompok yang di buat secara dadakan dan memiliki tujuan yang sama. Kelompok ini bertujuan untuk sedikit menjahili murid baru di angkatannya. Bagi mereka mungkin itu hanya sedikit menjahili, tapi bagi si korban itu sudah termasuk sebagai aksi pembullyan, sementara menurut saksi hal tersebut adalah hal yang menyenangkan untuk menjadi tonton.
Elvano Dasean, merupakan dalang dari rencana ini semua. Tentu saja ia merasa sangat puas karena telah berhasil menjahili murid baru. Kelompok ini beranggotakan Imanuel Austin, Agam Javier, Kelvino Dirgantara dan Anatasya Guinea yang merupakan satu-satunya perempuan dalam kelompok ini. Dimana para anggotanya adalah anak dari pasangan yang berpengaruh untuk sekolah.
Sekarang mereka telah menginjak kelas XI di jurusan IPS. Ide ini di buat saat liburan kemarin karena mereka tetap bermain bersama di kala liburan. Anak kelas XII juga tidak ada yang mempermasalahkan hal ini karena mereka hanya menjahili angkatannya.
Dasar, anak-anak kurang kerjaan!
Sejauh ini mereka sudah cukup banyak melakukan kejahilan. Misalnya pada saat ujian akhir semester Agam memasang petasan di koridor sekolah, Kelvin yang mengunci teman di toilet atau mengarang cerita jika di kamar mandi sekolah pernah ada siswa yang gantung diri, Ana yang selalu membohongi teman sekelasnya tentang kunci jawaban soal ujian yang ia karang sendiri, dan mengempeskan ban sepeda motor di parkiran sekolah, dan Austin yang selalu menyembunyikan sepatu atau membuat sepatu temannya menjadi basah. Dan pernah karena saking cerobohnya Austin sampai membasahi sepatu milik Vano dan Agam.
Sering sekali mereka masuk dalam ruangan Bimbingan Konseling. Guru maupun kedua orang tua mereka juga sudah tak mengerti apa yang mereka inginkan sebenarnya. Para orang tua menyerahkan hal itu kepada guru di sekolah. Bahkan para orang tua tidak keberatan anaknya di hukum seberat apapun asalkan jangan sampai di keluarkan dari sekolah karena mereka tidak melanggar larangan yang berakibatkan di keluarkan dari sekolah. Yaitu, tauran, menjelekan guru, dan bolos selama lebih dari dua pekan.
Hal ini terus berlanjut meskipun mereka sudah memasuki kelas XII.
2018
Kelas XII di jurusan IPS telah gempar karena mendapatkan berita baru, yaitu bertambahnya teman mereka, alias ada murid baru di angkatan mereka. Kalimat pertama yang muncul secara otomatis di kepala mereka saat mendengar berita itu adalah, 'tanggung banget pindahnya pas mau lulus.'
Seorang perempuan yang memiliki rambut lurus sepunggung menatap sekolah barunya dengan tatapan tak minat. Ia melirik name tag yang terpampang di kemeja seragamnya, bertuliskan Galena Zaviera. Saat mendaftarkan diri kemarin, ia sudah mengetahui di mana kelas barunya. Kelas itu terletak di lantai 3, lantai khusus untuk anak kelas XII.
Sejujurnya ia merasa sangat kesal karena pindah sekolah. Bagaimana ia tak kesal jika kedua orang tuanya memindahkan secara dadakan tanpa memberitahu dirinya. Ingin sekali ia meluapkan rasa kesalnya, tapi apa daya, ia tak bisa meluapkan segala emosinya.
Baru ia menginjakan kakinya di lantai 3, seseorang telah menghujaninya dengan tepung terigu. Rambutnya yang di biarkan terurai menjadi kotor karena bubuk berwarna putih tersebut. Sebelum ia menginjakan kakinya di sini suasana hatinya sudah memburuk, dan yang lebih buruknya lagi seseorang membuatnya semakin buruk.
"Ups," Austin menutup mulutnya dan pura-pura terkejut karena telah membuat rambut Galena menjadi kotor.
Galena menarik napasnya dalam-dalam menahan rasa amarahnya yang mulai memuncak, untung saja itu hanya tepung terigu bukan air, jika air mungkin sekarang ia telah menjadi basah kuyup.
Byur
Baru saja ia masih sedkit bersyukur, seseorang sudah menyiramnya dengan air sebanyak satu gayung. Galena memejamkan mata berusaha masih tetap sabar untuk tidak melawan.
Setelah di siram menggunakan tepung terigu dan air, Galena masih berseyukur. Setidaknya ia membawa seragam ganti. Semalam, Lili yang tak lain adalah adiknya telah memaksa Galena untuk membawa seragam ganti, meskipun Galena sudah menolaknya tetap saja Lili memaksanya. Setelan insiden ini, sepertinya Galena mengerti mengapa adiknya itu sangat memaksanya semalam. Dan sepertinya ia harus mengucapkan terima kasih kepada Lili hari ini.
Galena menganga tak percaya karena seragam dan rambutnya telah basah, kemudian ia menatap tajam kedua lelaki di hadapannya. Lebih tepatnya menatap name tag mereka sebab Galena ingin mengetahui calon nama-nama yang akan masuk ke dalam blacklist orang-orang yang harus di jauhkan dari hidupnya.
Kelvino Dirgantara.
Satu orang telah Galena ketahui namanya, Austin yang menyadari apa yang Galena ingin tahu segera ia menutup name tag miliknya.
"Mesum! Pasti lo mau ngintip tete gue, ya?" tuding Austin sembari memicingkan matanya dan menatap Galena dengan curiga seakan Galena baru saja ketahuan menonton video terlarang.
"Nama lo siapa?" tanya Galena galak.
"Lo udah love at first sight ya sama gue sampai lo pingin tau siapa nama gue?"
Galena berdecak sebal menghadapi lelaki yang memiliki tingkat kepedan selangit ini. Ia mengangkat tangannya dan menunjuk kedua lelaki di hadapannya itu secara bergantian.
"Lo Kelvino dan lo gue gak peduli siapa nama lo. Wajah dan nama kalian akan gue masukin ke dalam blacklist dan gue akan--"
"Akan apa hm?" tanpa menunggu menyelesaikan kalimatnya, Agam muncul dan langsung menarik ujung rambut Galena, hal itu berhasil membuatnya meringis kesakitan.
Tanpa membuang waktu, Galena meraih tangan Agam lalu memutarnya hingga Agam meringis kesakitan. Galena menatap ke 3 lelaki di hadapannya ini dengan murka.
"Lo bertiga! Cowok gila yang pernah gue temui. Gue gak takut sama kalian, jadi lebih baik kalian cari orang lain yang lebih pantas untuk di bully! Lo semua gak punya akal tau gak ngelakuin hal gak bermutu kayak gini? Malu sama umur, lo semua udah 17 tahun!" amuk Galena, meluapkan segala kekesalannya yang sudah di pendamnya sejak tadi.
Galena merasakan sepatunya basah, seseorang berhasil membuat sepatunya basah kuyup. Di bacalah name tag perempuan yang telah menyiram sepatunya itu dengan air.
Anatasya Guinea.
"Ini akibatnya kalau lo ngelawan," ujar Ana seraya tersenyum picik.
Galena menghela napasnya. "Lo semua udah SMA kan? Udah kelas 12 kan? Umur 17 tahun kan? Gak punya akal banget sih ngelakuin hal bodoh kayak gini. Siapa yang nyuruh lo semua ngelakuin hal yang gak bermanfaat kayak gini?" tantangnya.
"Di sini, kenapa? Ada masalah?" Vano tiba-tiba muncul dari belakang Galena.
Galena menatap bengis Vano, Austin, Agam, Kelvino, dan Ana. Astaga, ia benar-benar muak saat ini. Mata Galena menyapu koridor lantai 3. Mengapa semua orang hanya melihatnya saja seperti menonton televisi? Toh sama saja kan sebenarnya, mereka juga tidak lebih tua dan mereka semua juga adalah anak XII. Ia tahu, jika lantai 3 khusus untuk anak XII dan lantai 4 khusus untuk ruang keperluan lainnya.
"Lo kasih tahu teman-teman lo itu jangan pernah ganggu ketenangan gue," Galena menatap Vano dengan serius.
Vano menjentikan jarinya. "Oke guys, kita jahili cewek ini selama 1 minggu." Putus Vano seenak jidatnya, Galena membelakakan matanya tak percaya.
Setelah Vano mengatakannya, mereka berenam pergi meninggalkan Galena. Sebelum Vano meninggalkan Galena lelaki itu membisikan sesuatu. "Have a nice day, baby."
Galena menggerutu kemudian bergegas pergi ke kamar mandi karena koridor semakin ramai. Yang paling di bencinya dari semua ini adalah saat air mengenai sepatunya membuat kakinya semakin merasa tak nyaman.
Tak heran jika pukul 7 lebih murid SMA Merdeka jika masih berkeliaran di mana-mana. Hari pertama sekolah di tahun ajaran baru murid-murid masuk pukul 8 pagi, 1 jam lebih lambat dari biasanya. Untung saja hari ini pulang jam 10 pagi karena proses belajar mengajar secara efektif mulai di lakukan besok.
***
Galena berjalan membuntuti wali kelas sepanjang koridor. Kakinya berhenti saat membaca kelas yang akan menjadi kelasnya selama satu tahun terkahir di masa putih abu-abunya. XII IPS-1. Kelas yang tadinya ricuh membahas tentang liburan masing-masing kini menjadi hening saat wali kelas dan Galena masuk ke dalamnya. Tak terlalu hening sih, masih ada beberapa murid yang berbisik-bisik mengenai warga baru di kelasnya.
"Kenalkan ada murid baru pindahan dari SMA Nusa Bangsa. Silahkan perkenalkan diri kamu."
Galena tersenyum tipis, begitu ketara bahwa ia tidak tulus walau hanya memberi seulas senyuman.
"Halo semuanya, saya Galena dari SMA Nusa Bangsa. Salam kenal."
"Hai Galena!" sapa siswa-siswi serempak sebagai formalitas.
"Galena kamu duduk di sebelah Vano, ya karena cuma itu sisa bangku kosong, Vano angkat tangan kamu!"
Lelaki yang sedang menenggelamkan kepala di balik lekukan tangannya, hanya mengangkat tangan kanan tanpa mendongkakkan kepala ketika mendengar namanya disebut. Vano terlalu malas meski hanya sekadar mendongkakkan kepala.
"Makasih bu." Galena menunduk sopan kemudian melangkahkan kakinya mendekati lelaki yang di maksud oleh wali kelasnya.
Langkah Galena terhenti ketika menyadari siapa sosok yang akan menjadi teman sebangkunya di sisa masa putih abu-abunya. Napas Galena tercekat melihat lelaki berpenampilan berantakan, rambut tidak di sisir, kemeja tidak di kancingkan sepenuhnya, tidak memakai dasi dan menggunakan sepatu berwarna merah.
Melihat wajah sok kegantengan itu membuat Galena ingin menenggelamkan dirinya ke laut merah. Siapa lagi jika bukan seseorang yang di panggil "boss" tadi pagi oleh orang-orang yang telah menyambutnya di hari pertama sekolah di SMA Merdeka.
'Sial banget sih gue hari ini,' rutuk Galena kesal dalam hati.
Sementara Vano, yang sebelumnya hendak protes karena bangku kosong kesayangannya akan diisi oleh seseorang, mengurungkan niatnya. Harimau akan bersikap seperti kucing ketika mangsa sudah berada di depan matanya.
'Selamat menikmati sisa hari-harimu murid baru' Vano tidak bisa menyembunyikan senyuman piciknya.
Keinginan Galena hanya satu untuk sisa masa putih abu-abunya. Keinginannya tidak muluk seperti ingin mendapatkan peringkat pertama. Karena Galena hanya ingin hidup tenang tanpa gangguan di akhir masa putih abu-abunya.
Sepertinya tidak semudah yang ia bayangkan untuk mewujudkan keinginan sederhananya, apalagi setelah bertemu makhluk sok kegantengan bernama Elvano Dasean yang akan memporak-porandakan kehidupnya.