Aku ingin terbiasa tanpa mu. Karna aku tau, hidupmu tidak hanya tentangku.Tapi hati ini sudah mengikat namamu terlalu dalam. Hingga membuatku susah untuk menjauh.
-khaira-
*****
Revisi [9 April 20]
Siang itu, matahari memancarkan sinarnya dengan semangat. Membuat banyak anak manusia mengeluarkan keringat hingga membasahi baju yang mereka kenakan.
Begitulah kira-kira nasib anak 12 IPA 2. Sebab, sekarang mereka tengah melakukan kegiatan olahraga.
Karena guru mata pelajaran itu sedang berhalangan, jadilah anak cowok kelas Khaira bermain bola kaki. Sedangkan yang ceweknya seperti biasa, ya ngerumpi atau bergosip.
Tapi, itu mereka. Bukan Khaira, karena kini gadis dengan kucir satu itu tengah duduk di bangku yang ada dibawah pohon di pinggir lapangan.
Khaira duduk sendiri. Netranya sibuk menatap anak cowok kelasnya yang sedang bertanding bola dengan anak kelas 11. Tapi, pikirannya melayang entah kemana.
"Ehem."
Deheman yang berasal dari sebelahnya membuat ia mengalihkan pandangannya. Raut terkejut tak bisa ia sembunyikan. Dari wajahnya saat ia melihat Riska duduk disampingnya.
Ada rasa was-was didalam hatinya. Karena ini kali pertama gadis itu duduk disampingnya.
"Boleh gue duduk disini?"
Bingung mau menjawab apa, akhirnya Khaira memutuskan mengangguk. "Iya."
Lalu setelahnya hening. "Gue suka sama Irza," ucap Riska tiba-tiba, membiat Khaira tersedak ludah nya sediri.
Khaira sudah tau. Ia hanya sedikit terkejut karena Riska memberitahunya secara langsung.
"Gue tau lo nggak bodoh. Gue mau Irza seutuhnya jadi milik gue, tanpa lo jadi ceweknya."
"Lo nggak punya hak buat menentukan siapa yang harus disamping Irza. Gue ceweknya, dan lo cuma orang yang dia dekati," balas Khaira berani.
Namun, tidak seberani hatinya. Mana ada cewek yang mau melepaskan orang yang ia sayang. Apa lagi ini, bisa dibilang selingkuhan dari sang cowok yang memintanya langsung.
Hei, Khaira tidak sepolos itu!
Riska tersenyum miring mendengar penuturan Khaira. "Gue nggak tau ternyata lo nggak selemah yang gue liat. Tapi, gue nggak peduli. Karena yang harus lo ingat, apa pun yang Irza lakukan untuk lo, itu nggak lebih dari rasa kasihan. Karena yang dia mau cuma gue."
Riska melangkah pergi dari samping Khaira, setelah mengucapkan kalimat yang tidak ingin Khaira dengar barusan.
Apa katanya, Irza kasihan sama dia?
Kenapa kata-kata Riska terasa benar di hatinya. Ia pun juga merasa bahwa Irza hanya sebatas kasihan kepadanya.
Khaira menghela nafas pelan, kalau hatinya bisa diajak kompromi, Khaira tidak ingin berada di dalam hubungan ini. Namun, hatinya sudah mengikat nama itu terlalu kuat, hingga untuk membukanya ia butuh waktu.
Jam olahraga sudah selesai, anak kelasnya sudah pada sibuk untuk berganti seragam.
Khaira hendak membuka hendel pintu toilet saat indranya menangkap suara seseorang.
"Gue yakin dia bakal ninggalin Irza, udah percaya aja sama gue."
"Ck, kalau dia masih bertahan gimana?"
"Lo pake cara yang selanjutnya. Gue jamin tuh cewek langsung minta putus dari Irza. Percaya sama gue."
Khaira mengernyitkan dahinya bingung. Kenapa mereka sangat ingin ia putus dari Irza? Entah mengapa percakapan mereka membuat jantung Khaira berdegup dengan kencang. Khaira tau rencana mereka bukan hal biasa.
"Jangan berdiri di depan pintu dong. Susah nih orang mau lewat."
Eh, Khaira tersadar dari lamunan nya. Ia tidak membalas perkataan orang itu, karna cewek tadi langsung masuk kedalam setelah khaira bergeser dari depan pintu dengan kikuk.
Huh, Khaira membuang nafas kasar lalu masuk kedalam toilet yang sudah sepi, karena anak kelasnya sudah keluar barusan. Menyisakan ia dengan beberapa cewek lainnya di dalam.
Selepas berganti seragam ia langsung berjalan menuju kelas. Saat langkahnya mendekat ke depan pintu. Ia melihat Irza yang sepertinya berbicara serius dengan Riska. Namun, saat mata mereka bertemu. Irza langsung mengalihkan pandangannya dan pergi dari sana.
Tatapan Khaira mengikuti geraka punggung Irza hingga hilang di balik tembok kelas yang berada diujung. Barulah ia mengalihkan pandangannya dan lagi-lagi matanya bertemu dengan Riska.
Cewek itu memandang Khaira dengan tatapan meremehkan. Tak ingin menghiraukan Riska, Khaira masuk kedalam kelasnya dan duduk disamping Zahra yang sedang bercerita dengan teman yang berada dibelakang tempat duduk mereka.
Selang beberapa menit, guru mata pelajaran selanjutnya masuk. Khaira langsung mengeluarkan alat belajarnya ke atas meja.
Selama guru bahasa indonesia itu menerangkan, Khaira dengan tangkas mencatat hal-hal yang menurutnya penting.
Hingga bu Juli memberikan beberapa soal, barulah Khaira melepas pena yang sedari tadi ia genggam guna merenggangkan tangannya yang pegal.
*****
Malam ini begitu sunyi. Khaira yang baru saja memasuki kamar sehabis makan malam langsung menuju balkon kamar, disana ia bisa menikmati angin malam dan.
Khaira sangat suka dengan keheningan yang ditemani suara jangkrik sebagai alunan musik nya. Tapi tidak dengan malam ini. Entah mengapa malam ini rasanya berbeda dari malam-malam kemaren. Ada yang kurang rasanya, tapi apa?
Hingga suara dering dari ponsel memecah kegundahan hatinya. Khaira berjalan menuju nakas temoat dimana ia menaruh ponselhya tadi.
Mama is calling
Rasa rindu seketika membuncah saat tau bahwa mama nyalah yang menelpon.
"Halo ma," Khaira langsung menyahut dengan semangat.
"Assalamualaikum anak Mama," Fara meralat ucapan anak gadisnya barusan.
Khaira hanya menyengir tidak jelas. Walaupun sang mama tidak dapat melihatnya.
"Waalaikumsalam Mama," balas Khaira.
"Anak mama lagi ngapain sih, kok nggak pernah ngasih kabar ke Mama. Kamu udah lupa ya sama Mama?" Todong Fara, ia gemas dengan anak satu-satunya ini karena jika bukan ia yang menelpon anaknya, maka Khaira tidak akan menghubunginya lebih dulu.
"Hehe, bukan gitu ma. Aku lagi banyak tugas makanya belum sempat nelpon Mama."
"Banyak ya alasan kamu. Kabar kamu gimana? Sekolah kamu lancar kan?"
"Alhamdulillah sehat wal afiat. Sekolah aku ya kayak biasa aja ma. Nothing special. Mama gimana sama Daddy kabarnya?"
"Alhamdulillah sehat juga kok. Mama cuma mau ngasih tau kamu sayang, kalau mama belum bisa pulang mungkin nan........"
Penjelasan yang Fara berikan tak lagi dapat didengar oleh Khaira dengan baik. Sebab kata belum bisa pulang adalah kata yang dapat menuliskan indra pendengar nya.
Belum bisa pulang.
Rasanya kata itu ingin Khaira bold, enderlain terus Khaira miringin. Dan ia print lalu tempel di kamarnya agar menjadi poster yang dapat ia ingat bahwa kata belum bisa pulang adalah kata yang selalu mama nya ucapkan kala ia berjanji untuk pulang.
"Nak kamu denger mama kan?"
Panggilan Fara membuyarkan lamunan nya. Tak ingin dikira berharap akan kepulangan sang mama ia pun cepat-cepat membalas nya
"Hm, iya. yaudah ya ma. Aku banyak pr. Besok aku telpon mama lagi."
Dan sambungan pun Khaira putus sepihak setelah ia mengucapkan salam kepada Fara.
Khaira tau sejak kepulangan mama nya dulu setelah kepergian mendadak nya. Mamanya pulang hanya untuk meminta restu untuk melangsungkan pernikahan kembali dengan pria yang yang pilihannya. Setelah pernikahan digelar di ke diaman sang mama, setelah itu juga mamanya tidak lagi pulang dan menginjakkan kakinya di Kota ini lagi.
Fara hanya memberi harapan bahwa ia akan pulang secepatnya, guna menenangkan hati sang putri. Tapi, janji itu sampai kini belum pernah Fara tepati.
Mau bagaimana lagi. Khaira hanya berharap semoga tuhan selalu memberikan kebahagiaan kepada Mama nya. Biarlah rasa sepi ini Khaira rasakan sendiri.
Di tempat lain, Fara juga sebenarnya tak ingin melakukan ini. Ia tak ingin menjadi ibu pengecut untuk putrinya. Tapi masa lalu sudah membuat ia tak ingin menginjak kan kaki di Kota tempat anaknya kini bernaung.
Rindu memang terkadang mencambuknya. Tapi, kenangan seolah menyadarkan nya bahwa keadaan kini sudah tak sama lagi. Biarlah, alat canggih ini yang menjadi penghantar Rindu nya untuk sang putri. Sampai ia bisa meneguhkan hati dan mengeraskan nya untuk nanti ia kembali.
*****
Batam, 10 Desember 2019.