Chapter 7 - 7

Kesalahan yang hingga saat ini masih menghantuiku adalah ketika aku merasakan jatuh cinta namun hanya seorang diri.

-khaira-

*******

Revisi [16 April]

Gerbang sekolah sudah tertutup rapat saat Khaira menginjakkan kaki jenjangnya didepan pagar. Upacara sudah di mulai sejak 15 menit lalu. Membuat gadis itu masuk kedalam barisan yang terlambat.

Guru yang tengah berpidato didepan tak membuat gadis itu mengangkat wajahnya sama sekali. Rasa malu yang sudah menjalar ke ubun-ubun nya membuat ia terus menundukkan wajah.

Matahari yang semakin semangat memancarkan sinarnya, membuat keringat membasahi wajah Khaira tanpa henti, meski sudah ia seka dari tadi.

Upacara yang memang wajib dilaksanakan setiap Senin, akhirnya berakhir. Khaira pun menghembuskan nafasnya lega. Meski ada konsekuensi dari setiap kesalahan yang dilakukan. Namun bagi Khaira itu tak masalah. Yang terpenting ia dapat masuk dan bisa mengikuti pelajaran pertama.

*******

Bel istirahat baru saja berbunyi. Semua murid dengan semangat mendatangi kantin guna mengisi perut masing-masing. Berbeda dengan Khaira, bisa dihitung berapa kali ia mendatangi kantin. Gadis itu lebih memilih belakang sekolah sebagai tujuannya.

Dengan langkah pelan Khaira berjalan kesana, saat ia melewati samping UKS tak sengaja telinganya menangkap suara serangan tertahan. Karena rasa penasaran yang membuncah, Khaira memutuskan untuk mendekat ke uks dan melihat punggung seseorang yang terasa familiar baginya.

Di sana, orang yang semalam mendatanginya tengah meraup bibir seorang gadis didepannya dengan rakus. Dengan tubuh yang hampir limbung Khaira menghampiri mereka. Khaira belum pernah melihat orang berciuman secara langsung. Jadi respon yang tubuhnya keluarkan menurutnya sangat wajar. Apa lagi yang tengah melakukan perbuatan itu adalah kekasihnya sendiri.

Mungkin memang Khaira termasuk kedalam gadis yang cengeng. Air mata yang entah mengapa begitu mudah keluar, perlahan mengalir dari pelupuk mata membuat air terjun di pipi.

"I.. Irza," panggilnya dengan nada bergetar.

Irza yang merasa namanya dipanggil pun menoleh kebelakang. Dengan rasa kaget yang luar biasa ia menjauhkan tubuhnya dari tubuh milik Riska. Seperti maling yang tertangkap basah, Irza merasa jantungnya siap keluar saat matanya melihat sorot kecewa yang Khaira pancarkan.

Ini diluar kendalinya, Riska yang tadi menggodanya membuat ia lepas kendali. Dan seolah semua sudah direncanakan, kini Irza terjebak dalam permainan yang entah siapa memulai.

"Khaira," ucapnya dengan pelan.

"I..ini nggak seperti yang kamu lihat Ra," Irza mencoba meraih tangan Khaira, namun gadis itu dengan cepat menyembunyikan tangannya.

"A..aku nggak nyangka kamu bisa kayak gini Za."

Dengan tangan bergetar, Khaira menyeka air matanya yang semakin deras keluar. Sementara Riska hanya terdiam melihat wajah nanar milik gadis didepannya. Rasa puas menyeruak dalam hatinya. Tidak ada rasa kasihan didalam dirinya melihat Khaira yang terluka. Memang ini lah yang ia harapkan, biarkan Riska menjadi orang jahat. Karena pura-pura baik, bukan gayanya.

"Bagus lah kalau kamu udah lihat tadi, aku nggak sebaik yang kamu kira Khaira. Kamu jangan terlalu polos untuk melihat seseorang, nggak semua orang sebaik yang kamu nilai. Aku juga udah muak dengan hubungan ini, jadi?" Irza mengendik kan bahunya acuh. Seolah Ia tak perduli.

Irza sudah pasrah dengan keputusan Khaira. Karena menyakiti gadis itu lebih lagi, bukan keinginannya.

Khaira tercengan melihat perubahan Irza, kemana raut sendu yang pria itu perlihatkan tadi. Kenapa sekarang hanya ada raut datar disana. Dan lagi perkataan Irza sungguh diluar dugaan Khaira. Dengan perasaan berkecamuk gadis itu menatap kedua mata hitam milik cowok dihadapannya. Mencari setitik rasa yang Khaira yakin masih tersimpan, disana.

Ketika hati tengah diselimuti kekecewaan, sangat sulit untuk menerbitkan senyum. Tapi, entah kekuatan dari mana. Khaira berhasil menerbitkan seluas senyum kecil, seolah ia baik-baik saja.

"Kalau gitu, kita akhiri saja semuanya. Aku juga capek mempertahankan hubungan kita sendirian, sementara kamu nggak pernah perduli. Aku memilih mundur Za, bukan berarti aku tak ingin berjuang. Itu karna, kamu yang menganggap kehadiranku hanya debu dalam hidupmu."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Khaira membalikkan badannya dan melangkah dengan pasti meninggalkan pria dengan penyesalan luar biasa dihatinya.

Rasanya ingin sekali Irza berlari mengejar Khaira, menghapus air matanya dan memeluk tubuh mungil gadis itu, tapi ia tidak bisa.

Bukan, bukan tidak bisa. Tapi tidak sekarang. Sekarang bukan waktunya buat ia memeluk gadisnya. Nanti ketika ia bisa menyelesaikan semua yang telah ia mulai. Ia akan memeluk dengan erat gadisnya. Dan tak akan ia lepas sedetikpun milik nya. Bukan sekarang, tapi nanti.

Riska yang melihat semuanya, menerbitkan senyum tanda kemenangan. Ini lah yang ia tunggu, ingin rasanya ia berteriak tanda ia bahagia.

Dengan luka yang semakin menganga, Khaira kembali ke kelas. Untung hanya sedikit siswa yang berada didalamnya. Membuat Khaira dapat bernafas lega. Meski tidak mengurangi bebannya sedikitpun.

Ia duduk ditempatnya, lalu menyeka air yang sedari tadi tidak berhenti keluar dari kedua matanya. Lagi, untuk kesekian kalinya. Orang yang ia sayang pergi. Pergi dengan luka yang mereka tinggalkan sebagai kenangan untuk ia simpan. Rasanya, Khaira ingin menyerah sekarang. Menyerah dengan takdir yang selalu mempermainkan nya.

******

Dengan langkah gontai Khaira turun dari taksi yang ia tumpangi guna mengantarkannya pulang. Hari ini memang sengaja gadis itu tak membawa mobilnya. Karena ia malas menyetir jadilah ia pergi dan pulang menggunakan taksi.

Dengan perasaan tak menentu Khaira masuk kedalam kamarnya. Dengan cepat ia mengganti seragam sekolah nya dengan baju santai. Lalu ia meraih jaket yang tadi ia letak diatas kasur. Diraihnya kunci mobil yang berada dalam tas selempang miliknya.

Ia menuruni tangga dengan tergesa, saat ia melintasi ruang tengah, dilihatnya bik Yayan sedang membereskan ruangan tersebut.

Ia mendekati bik Yayan yang sepertinya tidak menyadari kehadiran Khaira disana.

"Bik, Khaira pergi dulu ya."

Bik Yayan menoleh saat mendengar ucapan dari belakang tubuhnya.

Dilihatnya muka sendu milik Khaira. Siapapun pasti tau bahwa gadis bersurai hitam itu habis menangis, karna wajah sembab Khaira begitu kentara.

"Iya non, nanti mau bibi masakin apa?" Tanyanya dengan lembut.

"Terserah bibik aja, Khaira pergi dulu ya bik. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam," dilihatnya langkah pasti milik Khaira.

Rasanya wanita tua itu ingin sekali memeluk punggung kecil milik anak majikannya. Rasa sayang bercampur kasihan yang ia miliki untuk Khaira begitu besar. Apa lagi sedari gadis itu berumur delapan tahun sudah ia yang mengasuhnya, karna Khaira yang sudah ditinggal oleh kedua orang tua nya membuat ia yang harus menggantikan peranan mereka dikehidupan gadis jelita itu.

Didalam mobil, Khaira memasang sabuk pengaman. Sepertinya ia akan mengunjungi rumah Raja. Lagi-lagi Khaira kembali merepotkan cowok itu. Tapi, untuk kali ini ia memang membutuhkan sandaran dan tempat berkeluh kesah. Dan orang yang tepat memang hanya Raja.

Saat ia mengendarai mobil matic nya. Khaira melihat pedagang yang berjejer di pinggir jalan. Khaira ingin membelinya sebagai buah tangan, ia mencari tempat parkir yang kiranya mudah untuk nya mengeluarkan mobil nanti.

Saat sudah menemukan tempat parkir yang pas, Khaira  pun memarkirkan mobilnya di sana. Khaira menyeberang jalan saat dirasa kendaraan sudah sepi, ia berjalan ke arah penjual jajanan kue-kue basah dan aneka jajanan khas pasar lainnya, memilih beberapa jajanan yang ia rasa enak. Khaira akhirnya menyudahi dengan membeli es doger.

Khaira kembali melajukan mobil merah miliknya, bergabung dengan pengendara lainnya.

"Assalamualaikum," Khaira mengetuk pintu rumah Raja.

Suara seseorang yang menyahut dari dalam membuat Khaira urung untuk mengetik pintu kembali.

"Waalaikumsalam, loh Khaira? Ibu kira siapa tadi. Masuk nak, Raja lagi keluar sebentar," Buk Yumi membuka lebar daun pintu, mempersilahkan Khaira masuk.

Menggiring gadis itu ke ruang tv, lalu menyuruh Khaira untuk duduk disana. "Ibu kebelakang dulu ya, kamu mau minum apa?"

"Nggak usah repot-repot buk. Ini tadi Khaira liat ada yang jual jajanan kue," Khaira menyerahkan kantong plastik yang sedari tadi ia tentang kepada bu Yumi.

"Yaudah ibu taruh di piring dulu ya. Sebentar lagi paling Raja pulang."

"Iya bu, ini aku lagi ngabarin dia kalau aku disini."

"Iya udah, ibu kebelakang dulu ya mau lanjut masak," bu Yumi langsung melangkah ke dapur rumahnya. Meninggalkan Khaira yang tengah bertukar pesan dengan anaknya.

*******

Batam, 21 Desember 19.