Kecewa itu gambaran dari apa yang terlalu aku harapkan tetapi tidak menjadi sebuah kenyataan.
-khaira salsabila-
******
Revisi [5 Mei 20]
Seminggu sudah berlalu semenjak insiden ciuman yang dilakukan oleh Irza dan Riska. Khaira selalu menghindar dari kedua orang tersebut.
Meskipun sesekali Irza datang ke kelasnya guna mengantar Riska. Tapi tak pernah sedikitpun Khaira melihat wajahnya. Ada keengganan yang besar dalam dirinya untuk melihat lelaki tersebut. Walau rasa rindu telah bersemayam didalam hati, tapi ego dan sakit hati serta kecewa lah yang lebih mendominasi pikiran dan hati Khaira.
Seperti saat ini, saat ia baru saja menutup perpustakaan dan ingin kembali kekelas, tak sengaja netranya menangkap kehadiran Irza yang berada diujung lorong perpustakaan tengah berjalan menuju kearahnya. Dengan wajah datar milik cowok itu, Irza berjalan tanpa ragu. Sedangkan Khaira lebih memilih untuk menundukkan wajahnya, enggan untuk bersitatap dengannya.
Dengan wajah yang menunduk Khaira berjalan dengan tergesa-gesa tak ingin berlama-lama berada di satu tempat dengan Irza, saat mereka jalan bersisian, gadis itu menghembuskan nafas kecewa kala Irza tidak menegurnya. Entah mengapa hati kecilnya masih mengharap, setidaknya teguran atau tatapan dari Irza.
Sejak kapan Khaira menahan nafasnya? Dan kenapa ia harus kecewa dengan sikap Irza tadi?
Ia bingung sendiri dengan perasaan nya. Ia benci dengan hatinya yang masih dengan lancang mengikat nama cowok itu dihatinya. Ia kesal jika pikiran dan hatinya sudah tidak sejalan seperti sekarang.
Dia bukan cowok baik Ra.
Seakan itu adalah kalimat mantra bagi hatinya, gadis itu merapalkannya berulang kali pada hatinya. Agar tak goyah bila ia bersisian lagi dengan pria tersebut. Tapi, semoga saja ia tidak bertemu lagi dengan Irza.
"Tadi ada cowok yang nyariin Lo," ujar salah seorang siswi saat Khaira baru saja tiba di daun pintu masuk kelasnya.
"Siapa?"
"Nggak tau, tapi katanya Lo disuruh buat nemuin dia diparkiran nanti waktu bel pulang."
Khaira mengangguk, dan berlalu ke mejanya setelah mengucapkan terimakasih. Ketika melewati meja Riska ia tak menemukan gadis itu disana. Ada kelegaan saat matanya tak menemukan keberadaan Riska di setiap sudut kelas. Membuatnya lebih nyama untuk duduk di bangkunya sendiri.
Khaira Salsabila gadis bersurai lebat tersebut memilih untuk menelungkup kan kepalanya di lipatan tangan guna menunggu guru mata pelajaran terakhirnya datang.
Selama pelajaran berlangsung, Khaira tidak benar-benar memperhatikan guru yang sedari tadi mengoceh tentang materi mereka hari ini. Benar kata orang, jika suasana hati sedang buruk maka apapun yang terjadi di sekeliling hanya dianggap angin lalu.
Khaira kembali menghela nafasnya untuk yang kesekian, membuat Zahra kawan sebangkunya menoleh kearahnya.
"Gue hitung udah 26 kali Lo ngehela nafas dipelajaran terakhir ini."
Khaira menoleh kearah Zahra, ia terkejut, sungguh. Ia kira temannya tersebut tidak akan peduli terhadap tingkahnya. Tapi, ia sungguh tidak menyangka. Apakah Zahra tidak ada kerjaan.
"Lo ada masalah ya?"
Lagi, perkataan dari orang yang sama membuat Khaira tercenung. Apakah gadis disampingnya itu benar-benar perduli atau hanya basa-basi.
"Gue nggak papa kok," Khaira menjawab singkat.
Zahra menatap Khaira sekilas lalu mengangguk. Gadis itu kembali menghadap depan tanpa melirik kearah Khaira.
Dan tebakan Khaira benar, gadis disampingnya hanyalah basa-basi. Tidak ada yang benar-benar perduli. Bahkan untuk bertanya dengan tulus saja sudah jarang ia temukan. Kecuali Raja. Hanya Raja Indra yang perduli terhadapnya. Dan ia berharap cowok tersebut memang sungguh-sungguh perhatian kepadanya.
*****
Bel pulang telah berbunyi. Khaira dengan tergesa menuruni anak tangga, setibanya ia dipelantara parkiran. Khaira melihat Zidan tengah menyandarkan bahunya di pintu kiri mobil miliknya. Dengan langkah pelan ia menghampiri cowok yang memakai jaket berwana dongker tersebut.
Saat ia sudah hampir sampai, Zidan dengan cepat meraih tangannya dan merebut kunci mobil yang Khaira pegang. Ia membuka pintu mobil lalu mendorong pelan punggung Khaira untuk masuk kedalam mobilnya.
Belum sempat Khaira protes, pintu mobil sudah lebih dulu ditutup. Lelaki tersebut memutari mobil dan masuk ke bangku pengemudi. Ia memasang set belt lalu menatap Khaira sejenak sebelum menyalakan mesin mobil.
"Kita mau kemana?"
"Udah lo diam aja, duduk dengan tenang okey," Khaira mendengus pelan.
Setelah mengucapkan kalimat tadi. Zidan langsung menjalankan mobilnya. Selama perjalanan Khaira mengalihkan pandangannya kearah bangunan-bangunan melalui kaca mobil.
Zidan melirik kearah gadis disebelahnya. Ia mengulum senyum kala ekor matanya menatap wajah cemberut gadis itu. Ia memberhentikan mobilnya di depan sebuah taman.
"Ayo turun."
Khaira menoleh kearahnya. Tanpa memperdulikan cowok disampingnya itu, Khaira memilih turun dengan cepat.
Ia duduk disalah satu bangku yang terletak disana. Pandangannya langsung tertuju kearah depan. Zidan menduduki bangku kosong disamping Khaira. Ia melirik gadis disampingnya menggunakan ekor mata.
Bingung, Zidan bingung harus memulai percakapan mereka dari mana. Menarik nafas lalu menghembuskan nafasnya perlahan. Ia berdehem pelan guna mengalihkan perhatian Khaira agar mau menoleh kearahnya.
"Sebelumnya gue mau minta maaf sama Lo. Karena bawa Lo kesini secara paksa."
Khaira menoleh, alisnya bertaut saat mendengar penuturan Zidan. Ia mengangguk singkat. Toh tidak ada gunanya juga ia protes. Lagian ia juga penasaran untuk apa Zidan menyeretnya kesini.
"Lo mau ngomong apa?" Tanya Khaira langsung.
"Gue mau ngasih tau Lo tentang Irza. Dia nggak seperti yang Lo lihat. Dia sakit Ra, di_"
"Gue udah nggak perduli Dan. Selama ini juga dia nggak pernah perduli sama gue. Dia bahkan terang-terangan jalan sama Riska didepan gue," potong Khaira cepat. Amarah gadis itu benar-benar menyala kala Zidan seolah membela Irza. Ya, namanya juga teman, pasti mereka akan saling membela. Entah itu salah atau benar, mereka tidak perduli.
Ia muak, sungguh ia sudah muak dengan semua drama yang menyeretnya. Ia ingin bebas, tanpa adanya masalah. Ia ingin seperti gadis remaja lainnya, yang bisa tersenyum tanpa harus memikirkan betapa berat hidup yang harus ia hadapi.
"Gue mewakili Irza buat minta maaf sama Lo, tapi Lo harus tau Ra. Kalau Irza benar-benar tulus sayang sama Lo. Gue akui kalau dia bodoh karna mau aja ngikutin maunya si Riska. Tapi gue berani jamin kalau cuma ada Lo dihati dan pikirannya."
Khaira menggeleng tak percaya dengan penjelasan cowok disampingnya. Bagaimana bisa ia percaya jika luka yang selalu ia rasakan. Bahkan selama mereka bersama tak pernah sekalipun Irza mengajaknya jalan. Bahkan setelah cowok itu mengklaim dirinya sebagai milik cowok itu , tak pernah sekalipun Irza menegurnya disekolah saat mereka sedang berpapasan. Khaira bahkan sudah kebal saat Irza lebih memilih Riska dari pada dirinya.
"Gue nggak bisa percaya Dan. Bahkan untuk kesalahannya aja dia nggak mau minta maaf secara langsung. Kenapa dia harus nyuruh Lo buat minta maaf ke gue jika kesalahan ada pada dia?"
Zidan terdiam, ia rasa akan percuma menjelaskan kepada Khaira saat hati dan pikiran gadis itu sedang panas seperti sekarang.
"Gue cuma mau Lo percaya sama Irza Ra."
*********
Hari sudah beranjak petang saat ia kembali kerumah. Percuma juga sebenarnya ia kembali tepat waktu jika tidak ada uang akan menyambutnya atau menunggu kehadirannya. Kecuali bi Yayan, hanya wanita paruh baya itu yang menunggu kehadirannya.
Tubuhnya sungguh lelah, pikirannya pun begitu. Sepertinya berendam dengan air hangat akan membuat ia melupakan sedikit masalahnya.
"Assalamualaikum bi," Khaira memberi salam, lalu mencium takzim tangan wanita tua tersebut.
"Waalaikumsalam, tumben pulangnya lama. Mau bibi masakin apa non?"
"Apa aja deh bi, Khaira mau ke atas dulu ya bi."
Bi Yayan mengangguk. Ia memandang punggung kecil milik Khaira yang kian menjauh. Rasa sayangnya sungguh besar untuk anak majikannya itu. Bagaimana pun sejak kejadian itu, ialah yang mengurusi keperluan nona mudanya.
"Kamu memang anak yang kuat Ra," bi Yayan berucap lirih. Ada rasa kasihan melihat gadis itu yang harus hidup sendiri tanpa adanya orang tua yang mendampingi.
********
Batam, 27 Desember 2019.