Chapter 9 - 9

Acuh dan abai terhadap sekeliling terkadang dibutuhkan, jika peduliku  tidak dianggap oleh mereka yang hanya melihat menggunakan mata namun tidak menambahkan hati

-Khaira Salsabila-

*******

Revisi [6 Mei 20]

"Gue cuma mau Lo percaya sama Irza, Ra."

"Gue bahkan ngasih seluruh kepercayaan gue sama dia. Tapi seperti daun, kepercayaan gue diremukkan. Bahkan tak ada bagian yang bisa dipertahankan," ucap Khaira sambil menggelengkan kepalanya.

"Jadi, kalau yang Lo minta hanya maaf untuk dia, udah dari seminggu lalu gue maafin. Tapi kalau untuk percaya, percaya itu udah nggak bersisa Dan. Udah nggak ada," lanjut Khaira.

Zidan terdiam, ia mengamati setiap inci wajah gadis yang tengah berusaha menahan air mata yang siap tumpah. Gadis seperti apa yang Tuhan ciptakan disampingnya ini, mengapa ia sangat rapuh namun tegar disaat yang bersamaan. Kalau ingin egois, Zidan pun ingin memilikinya. Namun ia tak bisa menghancurkan sebuah hati hanya untuk memenangkan hati yang lain.

"Gue tau, apa yang dia buat diluar norma kita. Tapi itu semua ada alasannya."

"Alasan apapun itu, emang harus dengan ciuman! Dan, dan mereka juga melakukan disekolah Dan. Gimana kalau sampai guru lihat?" Tanya Khaira sarkas.

Zidan terdiam, cukup sulit baginya untuk meyakinkan Khaira bahwa apa yang Irza lakukan itu memiliki alasan.

"Aku harap kamu bisa menunggu sebentar Ra, karena aku yakin Irza bakal jelasin semuanya sama kamu."

********

Untuk kesekian kalinya ucapan Raja tidak didengar dengan baik oleh Khaira. Gadis dihadapannya itu hanya melamun tanpa menggubris ucapannya. Khaira hanya mengangguk dan menggeleng sebagai respon.

Tadi Khaira menghubunginya, gadis itu mengatakan bahwa ia ingin Raja menemaninya jalan-jalan. Raja langsung menyetujui ajakan tersebut. Dan kini mereka sudah berada di sebuah kafe dalam mall di daerah Jakarta. Mereka bahkan sudah berkeliling lebih dari tiga kali memutari mall yang tidak bisa dikatakan kecil.

"Ra, are you okay? Kamu kelihatan pucat banget Ra, kamu sakit?" Raja sungguh khawatir melihat keadaan Khaira saat ini. Fisiknya sangat terlihat lemah. Sebenarnya saat menjemput Khaira tadi, Raja sudah ingin menolak rencana mereka namun karena gadis itu tetap memaksa akhirnya Raja hanya bisa mengalah. Namun melihat wajah Khaira yang terlihat pucat, rasa khawatir yang cowok itu punya sungguh tidak bisa dibendung lagi.

"Aku nggak papa, ini karna nggak pake make up aja, Ja," Jawab Khaira sambil menatap wajah cowok dihadapannya.

"Iya, tapi kita harus pulang Ra. Karena hari juga sudah mulai gelap."

Khaira menatap Raja yang sudah berdiri dari duduknya. Cowok tersebut mengulurkan tangannya untuk membantu Khaira berdiri. Setelah membayar pesanan mereka di kasir Raja menggenggam tangan Khaira lembut hingga parkiran.

Irza menatap nanar kearah dua orang yang sudah berlalu menuju keluar kafe. Sedari tadi ia memgawasi interaksi Khaira dan juga Raja. Sungguh, rasanya ia ingin menarik tangan Khaira dari genggaman Raja. Tapi, ia belum mampu untuk melakukannya.

Ia tidak ingin Khaira terlibat dalam masalahnya. Namun, ia juga tidak ingin Khaira menjauhinya.

Drrt

Irza mengambil handphone nya yang berada diatas meja bersebelahan dengan jus alpukat yang ia pesan tadi.

Aku tunggu kamu dirumah ya Za.

Sebuah pesan dari nomor yang sudah ia hapus berkali-kali kembali masuk kedalam ponselnya. Membuat ia menghela nafas gusar. Sungguh ia sudah lelah mengikuti segala permainan yang cewek ini buat. Ia lelah, dan rasanya ingin berhenti, namun karna sebuah janji ia hanya bisa pasrah mengikuti kemauan gadis itu.

Setelah mengirim balasan, ia segera bangkit dan keluar dari kafe tersebut setelah membayar pesanannya.

*******

"Makasih ya Ja. Kamu hati-hati dijalan jangan ngebut," pesan Khaira sambil menyerahkan helm kepada Raja.

"Iya, kamu langsung istirahat ya," balas Raja sambil tersenyum. Lalu menggantungkan helm tersebut ke stang motornya. Ia mengelus surai hitam milik Khaira, lalu menatap gadis itu sebentar. Setelah itu ia menghidupkan mesin motor dan berlalu dari hadapan Khaira bergabung dengan pengguna jalan lainnya.

Khaira langsung masuk kedalam rumah begitu motor milik Raja pergi. Saat ia melewati ruang keluarga ia melihat bik Yayan yang tengah membersihkan ruangan tersebut.

Ia memilih mendekat kearah wanita yang sangat berjasa dalam hidupnya itu.

"Bik, bibi belum istirahat?" Tanyanya saat sudah sampai dihadapan wanita tua tersebut.

"Non udah pulang. Tadi ibu nelpon non, katanya hp non nggak aktif," bik Yayan memilih tidak menjawab pertanyaan dari majikannya itu. Dan memberi tau bahwa sang bunda dari gadis itu tadi menyari nya.

"Iya, nanti Khaira telpon balik. Udah bibi istirahat aja. Besok baru disambung lagi," perintah Khaira lembut tanpa menyakiti hati wanita tersebut.

"Ya udah kalau gitu bibi ke depan dulu mau ngunciin pintunya. Non Khaira udah makan belum?"

"Udah bik. Yaudah Khaira keatas dulu ya."

Benar saja, saat ia baru terduduk di atas kasur, hujan turun dengan derasnya. Khaira beranjak menuju kamar mandi guna membersihkan diri.

Khaira keluar dari kamar mandi, wajahnya yang tadi nampak muram kini sudah lumayan segar. Ia duduk diatas kasur disamping nakas.

Suara notifikasi dari ponselnya membuat ia mengambil benda pipih yang sedari tadi belum tersentuh.

Raja

Langsung istirahat Ra. Good night.

Ada senyum kecil yang terbit di bibirnya kala menerima pesan dari Raja. Kini yang benar-benar berada di sisinya adalah Raja dan bi Yayan. Hanya mereka yang mau bertahan walau Khaira tidak yakin sampai kapan.

Memilih untuk tidak membalas pesan dari Raja, Khaira merebahkan tubuhnya yang lelah di atas kasur. Meski ia sangat yakin matanya tidak mau menutup tapi. Pikiran serta hatinya masih memikirkan perkataan Zidan.

Khaira tidak ingin munafik. Di sudut hati kecilnya, ia masih menginginkan Irza untuk menjelaskan kepadanya bahwa yang Khaira lihat kemaren tidak lah seperti apa yang ia duga.

Khaira menghela nafas gusar dan lelahnya. Ia memaksakan matanya agar mau terpejam karena ia tidak yakin, ia akan baik-baik saja jika masih memikirkan hal itu.

Goncangan di sertai suara yang sudah ia hapal merasuki gendang telinganya.

Membuat Khaira dengan enggan membuka matanya perlahan.

"Non bangun, udah jam setengan tujuh non."

Egh, Khaira mengerang kecil. Lalu mengeliat sebentar guna merenggangkan otot-otonya. "Iya buk," balasnya pelan.

Setelah melihat Khaira yang beranjak ke kamar mandi, barulah wanita tua itu keluar dari kamar majikannya. Di bawah sudah ada Raja yang menunggu Khaira dari tadi.

"Sabar ya den, non Khaira lagi siap-siap."

"Iya bi."

Bi Yayan pergi ke dapur, menyisakan Raja yang terduduk di sofa ruang tamu rumah Khaira. Cowok dengan ransel hitam itu sibuk mengamati foto Khaira yang terpajang di lemari hias depannya.

Kalau di perhatikan, Khaira memang sudah cantik dari kecil. Hidung mancung, bibir tipis dan alis mata yang tebal sungguh perpaduan yang indah yang tuhan karuniakan untuk gadis itu.

"Loh, kamu udah lama nunggunya?"

Pertanyaan Khaira spontan membuat Raja yang sedari tadi mengamati foto mengalihkan pandangannya. Untunglah cowok itu dengan cepat menguasai dirinya. Kalau tidak, ia akan terlihat bodoh di depan Khaira.

"Iya, kamu tumben kesiangan? Semalam tidurnya cepat kan?"

"Cepat kok, mungkin aku kecapean kali ya. Soalnya tadi bangun badan aku sakit semua."

"Emang kamu kemaren ngapain aja sampe sakit badannya?"

"Nggak tau, udah ayo berangkat nanti telat."

"Iya, nggak izin dulu sama bibi?"

"Udah kok, kamu aja yang dari tadi melamun."

Raja tak membalas, ia memilih berjalan keluar mendahului hadis itu. Saat di depan motor, Raja menyerahkan helm kepada Khaira. Mengisyaratkan gadis itu untuk memakainya.

"Ja tolong dong ini, nggak bisa masuk nih kaitannya," ujar Khaira sambil memajukan wajahnya.

Raja dengan sigap membantu gadis itu, setelah memastikan helm Khaira terpasang dengan benar, barulah ia menjalankan motor maticnya.

*******

Batam, 9 Januari 2020.