Chapter 4 - 4

Angin, ku titipkan rindu ini padamu. Tolong hantarkan rasa yang tercipta oleh jarak ini padanya. Dan tolong Katakan jika aku ingin bertemu.

-khaira-

*****

Revisi [8 April 20]

"Kenapa kamu nggak gabung sama mereka?" Pertanyaan bernada polos yang keluar dari mulut anak laki-laki itu, Membuat gadis kecil yang sedari tadi duduk diayunan sambil menatap kumpulan anak-anak lainnya, menoleh ke arahnya.

Gadis kecil itu tak menjawab. Namun, ia menundukkan kepala. Seakan enggan menatap anak cowok di depannya.

"Kok kamu nunduk sih, kata tante aku, cewek itu nggak boleh nunduk. Nanti mahkotanya jatuh," ujarnya.

Gadis kecil itu lantas mendongak. "Masa iya?."

"Iya, jadi kamu jangan nunduk lagi. Nanti mahkotanya jatuh."

Gadis itu mengangguk.

"Kamu kenapa duduk disini? Kata tante aku nggak baik anak perempuan duduk sendiri."

Masih tak ada jawaban. Namun, anak laki-laki itu tak menyerah. Ia terus bertanya hingga akhirnya gadis itu menjawab pertanyaannya.

Hari itu, anak perempuan yang selalu duduk sendiri menatap teman sebaya nya bermain tanpa mengajaknya, memiliki teman. Banyak hal yang mereka ceritakan.

"Aku baru liat kamu disini, kamu baru pindah ya?"

"Iya, aku pindah dirumah itu," ujarnya seraya menunjuk rumah bercat abu-abu yang berada di ujung jalan.

"Oh, berarti kita tetanggaan ya. Rumah aku di sebelah rumah kamu."

"Iya, yaudah aku pulang dulu ya. Tante aku udah nyariin aku."

"Iya, juga..."

"Non bangun non, udah siang. Nanti non telat kesekolah nya."

Suara itu mengusik mimpi Khaira. Membangunkan Khaira dari mimpi masa lalunya.

"Non, ayo bangun. Udah jam 7 non," lagi, bik Yayan masih berusaha untuk membangunkan majikannya.

"Ayo non bangun," ujar buk Yayan sambil membuka gorden kamar.

"Iya bik," ucap Khaira pelan.

Setelah mastikan perlengkapan majikannya sudah lengkap, wanita paruh baya tersebut keluar dari dalam kamar, menuju dapur guna menyiapkan sarapan.

Bi Yayan sudah keluar dari kamarnya. Khaira sendiri masih termenung di sandaran tempat tidurnya.

Mengapa mimpi itu datang lagi?

Tak tau kah ia, bahwa Khaira rindu. Rindu akan masa itu. Rasanya ia tak ingin waktu berputar, agar kisah masa kecilnya tak berlalu.

Namun, ia tau bahwa tak ada siapapun yang bisa menghentikan waktu.

Tak ingin memikirkan masa lalunya lebih jauh, Khaira segera melangkah masuk ke kamar mandi.

Lima belas menit, Khaira rasa itu adalah waktu tersingkat yang ia gunakan untuk bersiap menuju sekolah.

Khaira turun kelantai bawah, disana ia melihat bik Yayan yang tengah sibuk menyiapkan sarapan.

"Bik, Khaira pergi dulu ya. Udah telat soalnya."

"Non tunggu dulu, bibi siapin bekal ya. Nanti non sarapan disekolah."

"Nggak usah bik, Khaira buru-buru ini. Udah telat banget soalnya."

Setelah menyalami tangan wanita dihadapannya, Khaira langsung menuju bagasi. Ia mengeluarkan mobil merah miliknya.

Ia melajukan  mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata, menyatu dengan kendaraan lain.

10 menit, waktu yang ia tempuh menuju sekolah. Saat ia tiba, gerbang hampir di tutup. Untung saja pak Mamat tidak mempersulit Khaira.

"Makasih ya pak," ucap Khaira saat ia sudah memarkirkan mobilnya.

"Iya neng, besok jangan telat lagi ya."

"Siap pak," Khaira memberikan senyum manisnya untuk satpam sekolah tersebut.

Khaira dikenal dengan senyum manisnya, tapi, jika mereka melihat dengan teliti. Senyum Khaira tidak pernah sampai ke mata.

Khaira langsung menuju ke kelas. Ia berlari kecil agar dapat sampai sebelum guru mata pelajaran pertama datang ke kelasnya.

Namun sepertinya, kesialan tengah menghampirinya. Karena saat ia sampai didepan pintu. Ternyata guru tengah menjelaskan materi.

Dengan sisa keberanian yang ada, Khaira mencoba untuk masuk ke dalam kelas.

Tok tok tok

"Permisih buk," ujar Khaira pelan.

"Masuk."

"Kenapa kamu terlambat Khaira," pertanyaan dari Bu Mira membuat Khaira menundukkan pandangannya.

Khaira tidak pernah terlambat di mata pelajaran Biologi. Dan ini merupakan kali pertama ia terlambat, membuat ia sungkan untuk menyampaikan alasan keterlambatannya.

"Khaira," panggil Bu Mira lagi.

"Maaf Bu, saya terlambat karna saya bangunnya kesiangan," aku Khaira jujur.

"Hm, besok-besok jangan tidur kemalaman. Biar nggak telat lagi, yaudah hari ini ibu maafin kamu. Tapi besok tidak ada toleransi lagi ya Khaira."

Khaira mengangkat kepalanya lalu mengangguk mengerti.

"Terimakasih buk," ujarnya.

Khaira meletakkan tasnya tempat duduk, lalu mengeluarkan buku pelajaran dari dalam tas.

*****

Bel istirahat telah berbunyi, siswa-siswi langsung berhambur menuju kantin. Begitu pun dengan kelas 12 IPA 2.

Namun Khaira lebih memilih untuk menghabiskan waktu istirahat ke taman belakang sekolah.

Ia duduk di bangku yang tersedia disana. Khaira memandang langit yang tampak mendung siang itu.

Ada rasa yang tak bisa ia utarakan kepada mereka, termasuk Raja. Ada rindu yang tak dapat ia utarakan. Karena yang tengah hati rindukan, tidak diketahui keberadaannya.

Khaira menutup kelopak matanya, menikmati angin yang berhembus menerpa wajah, memasuki tiap celah pori-pori yang terbuka.

Kembali hatinya menyuarakan rasa yang tercipta.

Hai,

Kamu tau, aku memimpikan tentang kita. Tentang pertemuan kita. Aku mau nyusul kamu, tapi aku tau itu bukan sesuatu yang kamu suka. Aku harus gimana, rindu ini menyiksa ku hingga tulang, membuat ku terbiasa untuk menikmatinya.

Air mata Khaira kembali keluar, banyak hal yang terjadi membuat Khaira sulit untuk menghadapinya.

Dia yang Khaira tunggu telah pergi membawa sebagian kenangan yang belum usai, menyisakan ia dengan segala kerinduan yang melanda.

"Aku dari tadi nyariin kamu," ucap seseorang dengan tiba-tiba, membuat Khaira  refleks menundukkan kepalanya untuk  menghapus jejak air mata yang tersisa.

"Kamu tumben nyariin aku? Kenapa?"

"Nggak ada, kamu nggak kekantin."

"Nggak, kamu sendiri kenapa bisa disini."

"Aku mau ketemu sama pacar aku, emang ada yang salah?" Tanya Irza.

Khaira memilih untuk tidak menjawab, ia mengalihkan pandangannya dari wajah Irza.

"Kamu nggak lapar?" Irza kembali buka suara.

Khaira menggeleng, Irza yang melihat nya menghela nafas gusar.

"Aku mau ajak kamu jalan pulang nanti, kamu mau kan?"

Khaira tidak menjawab, ia melihat tepat ke mata hitam milik Irza. Ini merupakan kali kedua Irza mengajaknya jalan selama mereka pacaran. Dan itu membuat Khaira bingung harus menanggapinya seperti apa.

"Kamu bisa kan?"

"Iya."

Senyum Irza merekah, ia mengusap pelan kepala Khaira lalu bangkit dari sana.

"Aku deluan ya, mau ke kelas."

Tanpa menunggu jawaban dari Khaira, Irza berlalu dari sana.

Sudah biasa

Ucap Khaira dalam hati.

******

Bel pulang telah berbunyi, Khaira dengan cepat memasukkan peralatan belajarnya kedalam tas.

Setelah selesai memasukkan peralatannya, Khaira langsung berjalan ke pintu kelas untuk menuju parkiran.

Disana ia dapat melihat Irza yang tengah menggandeng tangan Riska.

Khaira memelankan langkahnya, lagi-lagi hati Khaira terasa nyeri melihat betapa Irza sangat menjaga Riska.

Takut mengganggu kedua orang tersebut, Khaira memilih untuk membalikkan badannya. Tapi, belum  sempat ia melangkah suara Irza telah memenuhi Indra pendengarannya.

"Ra, sorry ya. Gue batalin rencana kita. Riska ngajak gua jalan, gua nggak bisa nolak. Sorry ya."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Irza berlalu meninggalkan Khaira yang belum sempat membalas ucapannya.

Khaira melihat Irza yang baru saja berlalu dengan Riska di boncengan nya. Ia tertawa miris, sebegitu gampangnya Irza membatalkan janji yang telah ia buat sendiri.

Rasanya ia ingin bertanya dengan lantang didepan wajah Irza, siapa sesungguhnya pacar yang Irza miliki.

Dirinya atau Riska. Karna selama pacaran, baru satu kali mereka jalan. Dan tadi saat Irza mengajaknya, ia sendiri yang membatalkannya.

Dengan perasaan yang tidak menentu Khaira membawa mobilnya, ia sedang tidak ingin pulang. Tapi ia juga sedang tidak ingin bertemu Raja. Jadi ia memutuskan untuk pergi ke bukit yang memang sering ia kunjungi. Dapat dikatakan bukit adalah tempat ternyaman kedua setelah danau yang berada di dekat rumah Raja, tempat yang sering ia kunjungi jika hatinya sedang kacau.

Saat ia tiba, matahari mulai meninggalkan langit dan digantikan dengan bulan.

Ia keluar dari mobil miliknya. Berjalan pelan menikmati angin malam yang berhembus menerpa wajahnya.

Tempat ini memiliki banyak kenangan yang membuat Khaira betah berlama-lama disana.

Tempat dimana ia bisa merasakan ketenangan yang jarang ia dapatkan. Tempat yang bisa mengobati rasa rindu yang mencekiknya.

Rasanya Khaira ingin tinggal disana saja. Jika sudah ketempat ini rasanya Khaira tak ingin kembali ke kehidupan ke kehidupannya yang sekarang. Ia ingin disini saja, menikmati setiap keheningan yang tercipta. Hanya suara  jangkir yang menemani sebagai nada pengiring malam.

Aku selalu kesini, meskipun aku tau kamu nggak akan bisa kembali kesini buat nemenin aku lihat bintang seperti yang sering kita lakukan dulu.

Rasanya aku ingin cepat-cepat menyusul mu. Sungguh menahan rasa ini tidaklah mudah bagiku.

Aku harap kamu baik-baik saja disana, sampai kita bisa bersama lagi.

Khaira mendongakkan wajahnya, dapat ia lihat betapa banyak bintang yang bertabur dilangit gelap tersebut.

Jam yang ia pakai sudah menunjukkan pukul 8, sudah tiga jam ia hanya duduk disana tanpa berbuat sesuatu yang berarti.

Ia bangkit dari duduknya, membersihkan rok belakangnya dari daun kering yang menempel.

Ia berjalan menuju mobil yang sengaja ia Parkir dibelakang tubuhnya. Masuk kedalam,  ia mengambil sebotol air mineral yang ada di dasbor mobilnya.

Setelah menghabiskan setengah isi dari botol itu, Khaira menghidupkan mobilnya. Lalu membawanya dengan kecepatan sedang untuk pulang kerumahnya.

Kembali ke kehidupan mu Khaira

******

Batam, 28 November 2019.