Aku tak lebih dari bayangan, selalu ada disekitarmu menemani mu tapi tak dapat menjangkau mu.
-Khaira Salsabila-
******
Revisi [7 April 20]
Suara adzan yang berkumandang, membuat gadis bersurai hitam itu mengerjap kan matanya. Ia mengeliat sebentar lalu bangkit dari atas kasur, kemudian beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi yang berada diluar kamar.
Saat membuka pintu, tak sengaja Khaira berpapasan dengan Raja yang hendak berangkat kemasjid. Cowok itu tersenyum melihat Khaira.
"Mau ambil wudhu Ra?"
"Iya, kamu mau ke mesjid."
"Hm, aku deluan ya. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
Selepas menutup pintu yang tadi dibuka oleh Raja, Khaira segera menuju kamar mandi yang ada dibelakang untuk menyelesaikan rutinitas paginya.
******
"Kamu berangkat bareng aku aja Ra," tawar Raja, saat melihat Khaira sudah siap mengikat tali sepatunya.
"Iya nak, biar kamu nggak telat," tambah Bu Yumi.
"Nggak usah Bu, nanti malah ngerepotin. Sekolah kami beda arah kasian Raja mesti bolak-balik nanti," tolak Khaira dengan halus, takut melukai wanita paruh baya didepannya itu.
Memang sekolah mereka berbeda, Khaira yang berasal dari orang berada disekolahkan oleh orang tuanya disekolah elit. Sedangkan Raja, ia hanya orang dari kalangan biasa tak mungkin dapat bersekolah ditempat elit seperti Khaira, karena biaya yang sangat mahal tidak memungkinkan ia untuk mengenyam pendidikan disana.
"Udah naik Ra, sebentar lagi kamu masuk," ucap Raja sambil melihat jam yang ada dipergelangan tangannya.
Khaira juga ikut melihat jam yang ada dipergelangan tangannya, sudah menunjukkan pukul 07:10 itu artinya dua puluh menit lagi gerbang akan ditutup.
Tak ingin mengambil resiko, Khaira pun mengiyakan ajakan Raja, selepas ia menyalami tangan ibu Yumi, ia segera naik keatas motor metik milik Raja.
Selama diperjalanan tak ada yang membuka suara, Khaira yang tengah memperhatikan para pengemudi tak sengaja melihat dua orang yang sangat ia kenali.
Disana ia melihat Irza pacarnya tengah membonceng teman satu kelasnya. Khaira terus melihat kearah mereka yang kini telah hilang dibalik badan mobil pick up yang ada di depan mereka.
Yang tak Khaira ketahui adalah, Raja yang sedari tadi mengamatinya dari kaca spion.
Raja memberhentikan motornya didepan gerbang SMA GARUDA, Khaira segera turun dari motor lalu melepas helm yang ia kenakan dan menyerahkan kepada Raja.
"Nanti mau aku jemput?" Tanya Raja sambil memperhatikan gadis itu memperbaiki tatanan rambutnya.
"Nggak usah Ja, aku naik angkot aja," jawabnya cepat tak ingin merepotkan cowok itu terlalu banyak.
"Yakin?"
"Iya, udah sana nanti telat," Khaira mendorong pelan punggung Raja.
"Oke, aku pergi dulu ya. Belajar yang rajin biar bisa jadi dokter."
Khaira mengangguk sambil tersenyum kecil kearah Raja, setelah itu ia berjalan menuju gerbang. Saat ia melewati koridor kelas 10, dapat ia dengar bisikan-bisikan yang menyebut namanya.
Sudah biasa, sudah biasa ia menjadi bahan gosipan disekolah, bukan hal baru lagi jika hubungannya dengan Irza menjadi konsumsi publik.
Saat ingin menaiki tangga ia melihat Irza dan Riska teman sekelasnya sedang bergandengan tangan menuruni tangga. Ia berhenti di undakan tangga paling bawah melihat bagaimana sang kekasih begitu lembut memperlakukan gadis lain didepannya. Sangat berbeda ketika bersama dirinya, tak ada tatapan hangat, yang ada hanya aura dingin yang selalu cowok itu keluarkan.
"Za, ada Khaira," bisik Riska yang masih dapat didengar oleh Khaira.
Irza pun menoleh kearahnya, cowok itu hanya mengangkat bahu acuh lalu kembali menarik lembut tangan Riska. Saat bahu mereka bersentuhan saat itu pula Irza membuang wajahnya kearah Riska seakan menunjukkan keengganannya untuk menatap wajah sang kekasih.
Khaira menahan nafas saat bahunya bersentuhan dengan Irza, dapat Khaira lihat wajah bersih milik Irza dari dekat. Tapi sayang, cowok itu membuang muka kearah gadis yang sedang genggam. Membuat Khaira merasakan sesak di dadanya.
Lagi, sakit yang ia dapat tak jauh-jauh asalnya. Selalu orang terdekatnya lah yang mengambil bagian paling banyak dari sakit yang ia rasa.
Wajah yang tadinya berseri-seri, kini kembali muram. Dengan cepat ia menaiki undakan tangga menuju kelasnya yang berada dilantai atas.
Saat sampai didepan pintu, kembali ia dengar suara siswi yang menggosipi hubungannya dengan Irza.
Ia masuk kedalam kelas seolah tak mendengar mereka yang menceritakannya. Sedangkan siswi yang tadi berkumpul itu nampak terkejut dengan kehadiran orang yang mereka ceritakan.
"Woi Ra, lo dipanggil sama buk Intan di Kantor."
Khaira yang baru ingin duduk, kembali menegakkan badannya saat mendengar informasi dari Dwi, ketua kelasnya.
"Iya."
Dengan cepat ia berjalan keluar kelas menuju kantor. Saat dilantai bawah ia melihat Zahra teman sebangkunya.
"Zahra nanti, tolong izinin gue ya. Gue dipanggil kekantor," ucapnya saat ia sudah berada dengan Zahra yang baru datang.
"Oh, oke," ucapnya cuek lalu melongos pergi.
Khaira mengusap dadanya, sabar batinnya. Lalu ia kembali melangkah agar cepat sampai ke kantor.
Ia mengetuk pintu kantor, sebelum ia melangkah masuk kedalam mencari Bu Intan.
"Permisih Bu, ibu manggil saya?"
"Iya Khaira, ibu mau minta tolong sama kamu. Boleh?"
"Mau minta tolong apa Bu."
"Kamu kan pandai bernyanyi, ibu mau kamu ikut kontes nyanyi di SMA ARWANA mewakili sekolah kita. Kamu bisa kan?"
"Nyanyi ya Bu, kapan lombanya diadakan Bu?"
"Dua hari lagi, makanya ibu ngasih tau dari sekarang."
"Baik bu, saya bersedia mewakilkan sekolah untuk lomba kesana."
"Ibu sudah yakin kamu pasti bisa. Oke mulai pulang sekolah kita sudah bisa latihan ya."
"Baik bu."
Guru muda itu mengangguk sekilas. "Kamu sudah bisa kembali ke kelas."
"Saya permisi dulu ya Bu."
Anggukan dari Bu Intan, membuat Khaira segera keluar dari sana, dan menuju ke kelas.
Baru saja Khaira keluar dari pintu kantor, tangannya sudah dicekal oleh seseorang. Belum sempat gadis itu protes orang itu sudah menariknya menuju belakang perpus.
"Kamu mau ikut kontes ke SMA ARWANA?" Pertanyaan bernada dingin itu membuat Khaira menciut saat akan memprotes tindakan laki-laki dihadapannya.
Irza menatap tajam dengan rahang yang mengeras saat tak mendapat jawaban dari gadis dihadapannya.
"Jawab!" Bentaknya kasar.
"A-aku dipilih buat ikut kontes itu Za," jawab Khaira pelan nyaris seperti bisikan, namun masih dapat didengar oleh Irza.
"Tapi aku nggak ngizinin kamu buat ikut."
"Kenapa?, Aku cuma nyanyi aja kok. Nggak ngapa-ngapain. Habis itu langsung pulang," Khaira mencoba menjelaskan. Berharap cowok di hadapannya dapat memberi izin.
"Aku udah bilang, aku nggak suka kamu nyanyi. Berapa kali aku bilang kalau kamu aku haramkan untuk nyanyi hah!" Bentakan itu kembali membuat Khaira menciut di tempatnya.
"Bilang sama Bu Intan kalau kamu nggak bisa ikut, aku mau besok udah ada penggantinya."
"T-tapi nggak semudah itu Za, lombanya tinggal dua hari lagi."
"Oh, jadi kamu lebih milih nyanyi dari pada aku?"
"Enggak bukan gitu mak..."
"Yaudah kalau nggak gitu, kamu nurut sama omongan aku. Jangan buat aku marah."
Lagi-lagi semua yang Khaira ingin lakukan selalu ditentang Irza. Tak ada satu kegiatan pun yang boleh Khaira ikuti tanpa persetujuan darinya.
"I-iya."
"Bagus, aku suka kalau kamu nurut. Kalau gitu aku kekelas dulu, kamu juga langsung ke kelas," ucapnya sambil mengacak pelan rambut Khaira.
Setelahnya Irza pergi meninggalkan Khaira yang terdiam di tempatnya.
Barusan adalah salah satu dari sekian banyak penolakan yang Irza lakukan untuknya. Bahkan Khaira tak memiliki teman, itu karna Irza yang tak ingin gadis itu terkenal disekolah mereka.
******
Batam, 29 September 2019.