Hai assalamualaikum aku balik lagi huhu😭😭 setelah pengumuman kemaren. Alhamdulilah apapun masalahnya itu udah bisa diatasi, makasih buat yang udah nunggu.
BTW aku mau kasih tau cerita ini gak lama lagi bakal end. gak tau deh bakal happy ending lagi atau malah sebaliknya..
yaudah kalau gitu jangan lupa cek typo maklum aja aku emg suka nulis dengan banyak typo yaudah gitu aja sih, happy reading
*
*
*
*
Raja tengah mengawasi Khaira yang sedang memilih bumbu masakan, saat ini mereka berada di salah salah satu mall besar di kota itu. Setelah menuruti ngidamnya bumil, kini mereka tengah belanja bulanan. Sebenarnya bahan dirumah mereka masih ada, tapi Khaira yang bosan dirumah memilih untuk berbelanja sebentar. Getar dari benda persegi yang berada di saku kanan celananya membuat Raja merogohnya. Satu pesan masuk ke ponselnya dari salah satu pegawai restoran, sebuah foto menampilkan seorang pria yang tadi siang hampir merenggang nyawa ditangannya terpampang disana sedang berbaring dengan beberapa memar di daerah wajah yang sepertinya sengaja tak ditutupi hansaplas.
Raja tak membalas, dia hanya mendengus melihat itu. Mengapa Arji tak sekalian mati saja ditangannya, bukan apa-apa, Raja sudah sangat sabar selama ini menghadapi mereka yang terus menerus menyakiti Khaira. Dia sudah tak tahan melihat tingkah mereka yang sepertinya tak ingin berhenti, jadi jangan salahkan Raja jika dia sudah bertindak kasar seperti ini.
"Kamu ngapain disitu?" Suara merdu milik Khaira terdengar menginterupsi membuat Raja segera memasukkan kembali ponsel itu dan menghampiri istrinya. Terlihat keranjang yang tadi dia dorong sudah terisi setengah oleh barang yang Khaira pilih.
"Masih ada lagi?" Tanyanya yang dibalas gelengan oleh wanita itu. "Habis ini mau kemana lagi?"
"Aku mau ke toko buku, mau coba-coba baca novel, kata Foni enak baca begituan buat ngisi waktu kosong aku."
"Gak usah, Nanti kamu kebanyakan menghayal baca kaya begituan. Gak ada faedahnya mending baca berita aja sekalian." Raja menggeleng tak terima alasan istrinya itu. Yang ada Khaira akan terlihat sama seperti anak remaja yang sedang puber.
"Itu selera kamu kali, beda lah sama aku. Aku sukanya sama cerita-cerita comedy romantis bukan politik atau apalah yang kaya kamu sering baca itu." Khaira membalas sambil memberikan keranjang yang ada ditanganinya kepada Raja, dan tangannya dengan otomatis mencapai sebelah tangan pria itu.
"Biar kamu tau perkembangan dunia, lagian kamu kaya gak ada kerjaan aja jatuhnya."
"Memang gak ada kerjaan makanya aku mau beli itu buku."
Raja tak lagi membalas, memang dasarnya perempuan mana mau mereka mengalah. Mereka tiba di kasir yang cukup sepi segera barang-barang belanjaan mereka dihitung oleh kasir. Setelah menerima total dan membayarnya Raja langsung mengikuti tarikan Khaira dilengannya yang menariknya ke toko buku yang berada di lantai itu juga.
Cukup lama Raja menunggu hingga terlihat Khaira membawa buku pilihannya berjumlah dua buah. Segera Raja membayar di kasir tanpa banyak protes sama sekali. Biarlah kesukaan bumil dia turuti dari pada mood nya hancur.
Setibanya mereka di rumah, Khaira segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, sembari menunggu istrinya keluar Raja kembali mengaktifkan ponselnya ada dua pesan masuk masih dari pegawainya yang mengabari bahwa Arji nekat pulang meski infusnya belum habis. Raja mengurut pangkal hidungnya, mau bagaimana pun dia tetap was-was. Takut Arji nekat untuk menemui istrinya. Entah mau apa lagi pria itu datang ke kehidupan mereka yang pasti Raja tak akan membiarkan Pria itu kembali menyakiti Khaira seperti dulu.
Cukuplah dulu dia seperti orang bodoh yang membiarkan Khaira menangis setiap hari, kali ini tidak akan. Suara pintu kamar mandi yang berdecit menarik Raja dari pikiran panjangnya.
"Kamu lagi banyak masalah ya Ja?" Khaira duduk disamping Raja setelah meletakkan handuk di jemuran kecil yang ada di sudut kamar. Raja menoleh menatap istrinya itu dengan sendu. Bagaimana reaksi Khaira jika tau Arji akan datang menemuinya?
Dia tersenyum meyakinkan Khaira bahwa semua baik-baik saja, namun sayang senyum itu malah terlihat aneh dimana wanita yang tengah mengandung itu. "Kalau ada apa-apa cerita dong. Kamu kebiasaan apa-apa diem."
Raja menggeleng lalu mencium pipi Khaira, "nanti aku pasti cerita. Kamu gak usah Kawatir semuanya baik-baik aja asal kamu percaya sama aku."
"Ih, kan omongan kamu aneh. Kenapa sih? Aku penasaran kan jadinya."
"Kamu kan emang apa-apa penasaran, udah gak ada apa-apa mending kita tidur udah malam besok aku mau berangkat pagi ada yang mesti aku urus."
Khaira menatap Raja lurus mencoba mencari tau apa yang disembunyikan suaminya itu namun yang ada Raja malah menggodanya dengan mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum.
"Udah lah terserah kamu, aku ngantuk," ujar Khaira salah tingkah. Pipinya sempat bersemu yang malah membuat Raja tertawa hingga terbahak. "Jangan ketawa Raja. Aku marah!"
"Kamu gak cocok marah, muka kamu bukannya keliatan galak malah keliatan aneh. Udah lah gak cocok mending tidur deh kasian anak aku cape ngikutin bunda nya yang banyak mau."
Khaira mencubit lengan Raja dan masuk kedalam pelukan pria itu. Tak butuh waktu lama kantuk datang karena nyatanya tak sampai tujuh menit Khaira sudah jatuh terlelap menuju alam mimpi.
**
"Kenapa bisa kamu gak cegah dia, kan saya sudah bilang jangan biarkan dia sampai pergi."
"Maaf pak, dia terus memberontak membuat saya kewalahan."
Raja menghembuskan nafas kasar, dia mengusap kasar wajahnya. Entah mengapa hatinya berkata bahwa Arji akan nekat menemui Khaira. Melihat dari gelagatnya, Arji yang dulu sangat berbeda dengan Arji yang sekarang. Kalau dulu pria itu terlihat tenang dan sabar, kali ini pria itu terlihat berambisi dan berantakan. Hal itu yang membuat Raja sangat takut. Takut bahwa pria itu akan melakukan hal aneh yang diluar dugaannya kepada sang istri.
Belum lagi Khaira yang sendiri dirumah karena Fara yang sudah berangkat. Jadi Khaira sendiri, karena wanita itu menolak adanya pembantu, padahal maksud Raja agar istrinya itu ada yang menemani. Namun Khaira yang saat itu sangat keras kepala membuat Raja selalu kalah dalam mendebatnya.
"Yaudah kalau gitu, kamu bisa kembali. Biar saya yang urus."
"Baik pak."
Disisi lain, Khaira yang mendengar ketukan pintu dengan santai membuka knop itu, saat pintu terbuka wajah Arji menjadi pemandangannya. Khaira yang melihat kedatangan Pria yang sudah lama tak di jumpainya itu merasa sedikit senang, namun juga sakit di saat bersamaan.
Tanpa aba-aba pria itu menariknya kedalam pelukannya. Khaira mematung untuk beberapa saat tanpa membalas pelukan tersebut. Arji mengecup beberapa kali puncak kepala Khaira, ya tuhan di rindu sekali dengan wanita ini. Rasanya seperti mimpi kembali di pertemukan olehnya.
"Arji? Kamu kok bisa ada disini? Kapan datangnya sama siapa?" Tanya Khaira setelah melepas pelukan Arji namun raut terkejut belum juga hilang dari wajahnya.
"Kenapa? Aku gak boleh ngunjungin adek aku sendiri?" Mendengar suara Arji yang terdengar lemah di telinganya membuat Khaira menatap pria itu dengan sendu
Pertanyaan yang terlontar tak mendapat jawaban. Khaira memilih diam sambil menatap wajah Arji yang sudah lama tidak dia temui. "Aku gak boleh masuk ya Ra?" Suara Arji kembali terdengar namun kali ini nadanya bukan hanya lemah tapi juga memelas. Membuat Khaira tak tega untuk menyuruh pria itu terus berdiri disana.
Khaira menyingkir dari depan pintu seolah memberi isyarat agar pria itu masuk. Dengan senang Arji masuk lalu duduk di salah satu sofa yang ada di ruang tamu.
"Kamu mau minum apa?" Tanya Khaira bersiap ke dapur, hatinya belum siap dan raganya akan lemah jika berlama-lama menghadapi Arji, bagaimana pun dia masih lah menyayangi pria itu.
Arji menggeleng, dia menepuk sofa kosong di sebelahnya. "Aku gak haus Ra, aku gak butuh minum. Yang aku butuhin cuma kamu. Kita udah lama gak ketemu dan terakhir kamu pergi sambil nangis tanpa dengerin sedikitpun penjelasan aku."
Khaira yang mendengar perkataan Arji menunduk, mengapa dia harus di ingatkan kembali oleh kenangan dulu. Dia sudah susah payah menguburnya. Lagi-lagi tanpa membalas ucapan pria itu Khaira memilih duduk, namun bukan di sebelah Arji melainkan di seberang pria itu.
Arji yang melihat itu mengalah, dia tau bahwa Khaira pastilah terkejut juga tak nyaman dengan kehadirannya. Tidak diusir dan disuruh masuk saja sudah membuatnya senang. Arji menatap lekat Khaira mulai dari kepala hingga ujung kaki. Tatapannya berhenti di perut buncit milik Khaira. Tatapannya sendu, sudah hampir sembilan tahun, dan Khaira sudah terlihat sangat berubah, tubuhnya jauh lebih terawat dibanding dulu dengan perut besar seperti itu. Hati Arji sedikit senang melihat bahwa Khaira kini benar-benar bahagia seperti dugaannya.
"Aku seneng liat kamu udah bahagia kaya sekarang. Dibanding dulu sekarang kamu jauh lebih cantik. Ngeliat kamu kaya gini buat aku bersyukur dan berterima kasih sama suami kamu karena berhasil menjaga kamu sebaik ini."
Khaira mengangkat wajahnya mendengar perkataan Arji yang terdengar tulus. Ada senyum hangat yang terbit disana walau wajah itu tak terlihat baik-baik saja dengan beberapa memar yang entah mengapa bisa disana.
"Aku bener-benar minta maaf Ra, hidup aku gak tenang setelah kamu pergi. Udah lama aku nyari kamu kemana-mana dan sekali lagi aku bersyukur setelah tau kamu ada di sini." Arji kembali buka suara namun Khaira tetap diam. Dia tak tau harus membalas apa untuk pria itu.
****
Batam, 4 Februari 21