Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Dabanetcher

FebriDRF
--
chs / week
--
NOT RATINGS
23.9k
Views
Synopsis
Takdir kita ini mengapa begitu renyah di pandangan orang lain? Seolah tanpa harga kita dipermainkan orang lain. Menjadikan diri sebagai boneka permainan hidup yang penuh ketamakan. Entah saudara atau bahkan teman, semua menginginkan kehidupan kita. Mereka merenggut habis hidup kita sampai kita berjalan bersama. Terseok-seok menuju jalan yang seharusnya kita lewati sejak awal, namun tertutup oleh ambisi diri sendiri bahkan campur tangan orang lain. Bisakah kita mencapai tujuan kita berdua? Apakah tangan itu akan saling menggenggam tanpa perlu terlepas lagi? Bisakah... mereka membiarkan kita berjalan melewati jalan yang seharusnya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Ko Jifan Ar

Ko Jifan Ar. Nama yang sudah tidak asing lagi bagi penduduk Dabarath. Seorang remaja laki-laki yang menjadi putra bungsu sang ketua Klan Dabarath. Klan tersebut memiliki ketua yang merupakan keturunan kelima bernama Go Juan Ar. Dia dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana serta berwibawa. Dibanding pemimpin klan lain di Andante dialah sosok pemimpin yang mampu mengendalikan anggotanya tanpa perlu sebuah kekerasan. Sedikit yang melanggar hukum klan Dabarath, itu menjadi sebab para tahanan dari klan lain dikirim ke klan ini.

Ko Jifan Ar menjadi terkenal karena sifatnya mewarisi sang ayah. Berbeda dengan kakak-kakaknya yang lain dia lebih kalem dan tidak mencolok saat pertemuan antar klan. Anggota klan Dabarath belum pernah melihatnya sejak ia terlahir bahkan baru kemarin dia dikenal, saat usianya 16 tahun. Dia berbeda. Bukan hanya sifatnya namun juga wajahnya. Keluarganya memiliki mata bulat dan netra berwarna kecokelatan, sedangkan dia memiliki sudut mata tajam dan netra berwarna hitam. Rambutnya juga hitam tidak berwarna cokelat madu seperti kakak-kakaknya. Perbedaan itu membuatnya mendapat banyak perhatian dari anggota klan Dabarath.

Tidak ada hari tanpa membicarakan Ko Jifan Ar. Semua ingin mengutarakan apa info yang mereka dapatkan atau bahkan rasa penasaran akan si bungsu yang tidak banyak bicara itu. Berbagai rumor mengalir begitu saja dari mulut ke mulut. Seperti keran rusak, tidak bisa dihentikan dengan mudah. Sampai rumor-rumor itu selalu menembus masuk melewati tebalnya dinding kediaman sang pemimpin.

"Aku lagi?" suara itu terdengar rendah. Jifan tengah membaca bukunya di balkon kamarnya saat tiba-tiba seorang pelayan melapor padanya tentang rumor yang tengah hangat diperbingcangkan diluar dinding tebal rumahnya. Buku pengetahuan yang belum sempat dia selesaikan harus ia tutup dan ia letakkan di atas meja. Rasanya sudah cukup tadi pagi dia mendengar pelayannya melapor bahwa ada yang mengatakan dia bukan putra kandung seorang Juan. Sekarang dia harus dijejali rumor tentang kemungkinan dia putra yang tertukar.

"Mereka tidak bekerja? Apa sebanyak itu waktu mereka untuk menceritakan kisah khayalan?" gumamnya dan meneguk air putih. Pelayannya pamit undur diri dan meninggalkan remaja laki-laki yang memasang wajah stoic. Terkadang rasa kesal itu membuatnya terlihat menyeramkan. Membuat rumor kembali mengalir dengan deras mengatakan dia begitu menakutkan dan berwajah kejam. Apa salah wajahnya sampai mendapat hujatan seperti itu? Wajah ini pemberian Tuhan dan tidak seharusnya dihina. Juga dia, seluruh tubuhnya pemberian Tuhan jadi tidak boleh dihina.

"Ada apa denganmu?" tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan menampilkan kakak pertamanya yang melangkah mendekatinya. Berdiri di sebelahnya memandang pemandangan luar kamar dari balkon. Dia adalah Jo Anna Ar, putra ketiga Juan.

"Tidak ada. Apa malam ini kau datang ke festival?" tanya Jifan dan dijawab cepat dengan anggukan Anna. Jifan menghembuskan napasnya, "apa aku boleh tidak ikut?" ujarnya dan mendapat gelengan dari Anna.

"Festival tahunan selalu kau lewatkan, kali ini kau harus datang! Disana sangat meriah, akan aku belikan makanan kesukaanku! Oh iya disana juga ada kembang api yang memenuhi langit. Kau akan menyukainya," ucap Anna penuh semangat. Jifan mencibir, lupa kalau kakaknya ini sangat suka dengan festival. Sebaiknya dia izin kepada ayahnya saja untuk kembali tidak menghadiri acara itu. Dia tidak pandai menutup telinga dengan omongan orang-orang yang pasti datang ke festival juga. Mungkin saat itu dia bisa abai, hanya saja hatinya merasa sakit begitu otaknya kembali memutar suara-suara yang dia dengar.

"Baiklah..." bohongnya. Dia paling malas dipaksa apalagi berdebat. Tidak penting dan menghabiskan energi. Lagipula festival itu cukup ayahnya saja yang datang untuk meresmikan, tidak perlu satu keluarga datang semua. Hanya membuat rusuh para warga saja. Kasihan para pengawal dan pelayan yang juga ingin menikmati festival tidak bisa bebas mencari hiburan untuk mereka sendiri.

Setelah kakaknya pergi, Jifan membaringkan tubuhnya diranjang membiarkan bukunya tergeletak di balkon bersama kudapan dan air minum. Nanti juga ada pelayan yang membereskan. Matanya tertutup ingin tertidur tapi kembali terbuka. Biasanya jam segini dia habiskan untuk membaca buku. Sayangnya konsentrasinya lenyap sejak pelayannya masuk tadi. Apa sebaiknya dia kembali membaca buku saja agar tidak bosan? Tidur pun tidak berhasil dia lakukan.

Jifan melangkan menuju pintu di sudut kanan kamarnya. Itu pintu menuju perpustakaan miliknya. Buku yang di dalam sudah dia baca semua dan akan terisi bacaan baru satu minggu sekali. Di perpustakaan ini juga dia menyimpan beberapa karya tangannya seperti lukisan atau kerajinan tangan. Lukisan orang lainpun menghias dinding. Ada banyak lukisan abstrak dan dia selalu senang melihatnya. Begitu menenangkan meski orang lain menganggapnya misterius. Di tempat ini pula Jifan menghabiskan banyak waktu. Para kakaknya tidak berani memasuki ruangan ini meski ingin. Ayah mereka yang melarang memasuki perpustakaan Jifan karena menganggap itu adalah ruang pribadi.

Hitam putih menjadi latar ruang perpustakaan ini. Jifan selalu merasa tenang melihat putih. Bahkan dia selalu mengenakan setidaknya gelang putih. Sedangkan untuk hitam hanya sebagai teman si putih saja. Baginya tidak ada yang cocok untuk dipadukan dengan putih selain hitam. Dia tidak selalu memakai hitam, hanya untuk ruangannya saja.

Buku sejarah Klan Nebertcher yang didapatnya tiga tahun lalu berhasil menarik perhatiannya. Buku ini mengisahkan tentang klan Nerbertcher yang memisahkan diri dari klan Dabarath 400 tahun silam. Alasannya hanya karena sang pemimpin yang kala itu keturunan kedua yakni Co Yunsik Ar menikah dengan perempuan dari klan lain. Dia melahirkan dua orang putra. Yang pertama mirip dengannya yang kedua lagi mirip istrinya. Masalah itu kian buruk saat yang diangkan menjadi pemimpin adalah putra yang mirip dengan wanita itu, bukan putra pertama. Dia pemimpin ketiga bernama Eo Leon Ar.

Kalau divisualisasikan Eo Leon Ar mirip dengan Jifan. Hanya saja tatapan matanya sendu, berbeda dengan Jifan yang tetap bersemangat. Mungkin karena cibiran orang-orang yang membentuknya menjadi lelaki lemah dan menyedihkan. Pendukung Do Fee Ar berunjuk rasa berbulan-bulan, sampai akhirnya Eo Leon Ar memutuskan keluar dari klan Dabarath dan membentuk klan baru dengan beberapa pendukungnya yang tidak banyak. Mereka kesulitan sejak awal namun tetap berusaha membentuk klan yang layak untuk keturunan mereka selanjutnya.

Lantas dalam sejarah dikataka klan Nebertcher masih berjaya sampai sekarang. Jifan ingin melihat klan tersebut. Dia ingin tahu apakah ada banyak orang dengan rambut hitam sepertinya. Selama ini dia hanya membayangkan rupa para penduduk klan Nebertcher. Membayangkan ada banyak orang berambut hitam dan bermata gelap sepertinya.

Ingin membungkam ucapan saudaranya yang selalu mengatakan dia bukanlah keturunan ayahnya. Bukan klan Dabarath. Itu meyakiti hatinya, tapi dia juga tidak bisa membela diri karena yang diucapkan saudaranya memang benar adanya. Dia tidak sedikitpun mirip dengan saudaranya yang lain. Mulai dari warna kulit yang lebih putih seperti salju, warna rambut yang hitam legam, netra yang segelap langit di malam hari.

Jifan merasa putus asa dengan fisiknya.