Chereads / Dabanetcher / Chapter 2 - Ejekan

Chapter 2 - Ejekan

Apa Jifan mirip kakek moyangnya? Kalau begitu apakah keturunan di klan Nebertcher ada yang seperti Do Fee Ar? Mirip dengan keluarganya saat ini yang berambut serta bermata cokelat? Setiap pertemuan antar klan Jifan selalu menutup diri dan membatasi pembicaraan dengan klan lain. Dia hanya merasa bersalah atas yang terjadi dulu. Klan lain merupakan pecahan dari klan Dabarath. Klan yang kini dia tinggali menjadi paling tua namun kesalahan masa lalu membuat klan ini tidak begitu disegani klan lain yang memiliki sejarah buruk dengan klannya.

Semakin dia membaca sejarah, semakin bersalah dia pada para penduduk klan lain. Mereka kesusahan hidup disaat klannya hidup penuh kemudahan. Mereka diperangi oleh klan kuat yang tidak sebanding dengan kekuatannya. Itu tidak adil. Meskipun sekarang semua baik-baik saja, tetap saja sejarah ini akan terus dibaca sampai keturunan selanjutnya.

Belum habis Jifan membaca buku suara ketukan pintu membuatnya teralihkan. Setelah meletakkan buku yang dibacanya dia membuka pintu dan mendapati kakak tertuanya tengah menunggunya dengan tangan terlipat di depan dada. Ho Yuan Ar, dia yang paling tertua. Sifatnya angkuh berbeda dengan ayahnya, berbagai ide licik selalu ada di kepalanya untuk menjatuhkan orang lain. Kelebihannya adalah dia pandai berbicara, sehingga sang ayah sangat suka mengajak Ho Yuan Ar ke pertemuan antar klan. Bukan hanya ide licik yang ada di otaknya tapi juga kecerdasan yang menurun dari sang ayah ada di dirinya. Tidak heran kalau banyak orang yang menyukainya meski omongan dan gayanya cukup angkuh.

"Kau terus berdiam diri di dalam ruangan pengap hanya untuk membaca buku? Bukankah 16 tahun waktu yang sangat lama untuk menguasai seluruh buku di dunia ini?" Jifan tidak menanggapi cemooh kakaknya dan berjalan ke kursi belajarnya. Yuan tersenyum miring melihat adiknya abai padanya. Bukan hal istimewa karena semua adiknya memang selalu mengabaikannya. Alasan kekanakan yang mereka utarakan adalah karena dia angkuh dan menyebalkan. Mereka hanya masih bocah polos yang berpikir hidup bisa berputar layaknya roda. Akan ada kalanya di atas atau di bawah. Padahal tidak sesederhana itu. Kalau ingin roda itu berputar maka harus menggerakannya dan kalau enggan berada di bawah maka harus berani membuat orang lain terus berada di bawah.

"Kau harus hadiri festival nanti malam! Para warga pasti sangat menantikanmu, idola baru yang bersinar dengan rambut hitam," ujar Yuan dengan nada mengejek. Jifan mulai tidak terpengaruh dengan ejekan kakaknya. Sudah biasa mendengar kakak tertuanya mengatakan perbedaan diantara mereka. Seringkali dia dikatakan anak buangan karena tidak diperkenalkan oleh ayahnya saat dia terlahir seperti saudara lainnya. Dia membual mengenai betapa ayahnya malu memiliki putra berambut hitam dan mata kecil seperti penduduk klan Nebertcher.

"Ya dan mereka akan lebih mendukungku karena aku tidak seangkuh kau! Kau akan jatuh kalau terus mengangkat kepalamu itu," Jifan bersuara dengan tenang memandangi kakaknya yang kini bergerak ke arahnya dengan tawa renyah. Tubuhnya condong membungkuk menatap lurus mata adik bungsunya. Adik yang selalu dia benci bahkan saat dia bayi sekalipun. Baginya Anna adalah bungsu, tidak ada bungsu lain di keluarganya selain Anna.

"Benarkah? Bagaimana kalau mereka membuatmu menangis di fertival? Kau pikir mereka akan bersikap sama seperti ayah? Menganggapmu anugerah sehingga menjagamu dengan baik? Mereka akan membencimu, bodoh! Kau tidak sadar karena tidak pernah keluar dari ruangan pengapmu ini," sunggingan senyum remeh membuat Jifan merasa harga dirinya dibakar habis oleh kakaknya. Apa salahnya? Kenapa sejak dulu selalu dimusuhi kakak tertuanya? Bahkan kakaknya yang lain hanya bersikap abai tanpa pernah mau menyudutkannya seperti sekarang. Yuan meneggakkan tubuhnya dengan kedua tangan bertaut di belakang punggungnya, "kau tidak mendapat laporan dari pengawalmu? Mereka di luar sana mengatakan kamu anak tertukar," ujar Yuan. Tawanya meledak begitu melihat si bungsu menukikkan alis tanda kesal akan ucapannya.

"Kau tidak perlu urusi hidup orang lain, aku baik-baik saja tentang semua itu," bohong Jifan berharap kakaknya segera enyah dari hadapannya. Dia masih punya sopan santun untuk tidak mengusir kakaknya keluar kamarnya. Dalam situasi seperti ini dia berharap sang ayah datang dan menyingkirkan Yuan.

"Sepertinya kamu mulai pandai berbohong. Aku tidak mungkin salah dengar saat seseorang terisak di tengah malam. Siapa lagi yang akan menangis seperti itu kalau bukan kau? Bocah Nebertcher!" kelakar Yuan dan tertawa bagai orang gila. Puas menjahili adiknya dia melangkahkan kaki keluar kamar serba monokrom tersebut. Hari ini dia harus menghadiri sendiri persiapan festival di kota, memastikan semua persiapan berjalan baik dan akan menjadi meriah.

"Dia belum tahu, aku yang akan menjadi pemimpin Dabarath," gumam Jifan dan melangkah keluar kamar. Dia akan menemui ayahnya untuk menyampaikan permohonan izinnya tidak menghadiri acara festival.

Kakaknya akan bungkam kalau dia memberanikan diri keluar istana dan menemui banyak orang. Dia akan lebih percaya diri kalau melihat dengan matanya sendiri bagaimana orang lain menatapnya. Meskipun harus membuang kemungkinan lain yang diucapkan si sulung.

Langkahnya terhenti di koridor saat melihat kakak keduanya melangkah dari paviliun. Harus bagaimana lagi dia bersikap di hadapan kakaknya? Kalau kakak sulungnya sangat angkuh dan menyebalkan, maka kakak keduanya ini begitu percaya diri dan sadis. Beberapa kali dia mengganti para pelayannya karena sebuah kesalahan kecil. Dia juga perempuan yang suka menghabiskan banyak uang untuk barang mewah. Seorang putri yang benar-benar memanfaatkan kekuasaan ayahnya untuk mempercantik diri. Meskipun begitu, kemampuan bertarung kakak perempuannya sungguh tidak bisa diremehkan. Dia sering menjadi samsak latihannya. Sungguh menyebalkan.

Dan sepertinya malam ini kakak perempuannya itu sudah bersiap untuk menghabiskan pundi-pundi uang ayahnya. Rasanya lebih baik berhadapan dengan si sulung saja. Dia tidak pernah melukai secara fisik, setidaknya dia tidak akan mendapat luka di tubuhnya dari si sulung. Dengan kakak keduanya dia selalu jadi samsak dadakan. Dia adalah Io Filo Ar.

Setelah berpikir berkali-kali, lebih baik dia putar arah dan kembali ke kamarnya. Daripada terlibat perdebatan tidak penting dengan kakaknya. Kakak keduanya ini kalau sedang datang bulan selalu saja mau merecokinya. Entah kesalahan apa yang dia lakukan selalu saja dibahas oleh kakaknya. Langkah kaki Jifan terlihat terburu-buru menuju kamarnya.

"Ko Jifan Ar! Ada apa?" tiba-tiba saja sang ayah berdiri di hadapannya. Jifan membungkuk tidak menatap sang ayah, begitu pula para pelayan di belakangnya yang membungkuk lebih dalam. Dia bukan ayahnya saat ini, dia pemimpin Dabarath. Peraturan ketat tentang menghormati dan tidak menatap langsung sang pemimpin selalu dijunjung tinggi. Dia mendapat pendidikan etika di akademi. Meskipun gurunya sendiri yang datang ke kediamannya atas titah sang ayah.

"Ayo ke kamarmu, ada hal yang ingin ayah bicarakan."

Tuturnya dan diangguki takzim oleh Jifan. Jifan mengikuti langkah ayahnya diikuti banyak pengawal dan pelayan sang ayah juga pelayannya. Lorong tiap kediaman di istana memiliki pemandangan yang indah. Bunga-bunga terlihtat tertata rapi bahkan ada tanaman rambat yang mencegah sinar matahari mengenai langsung orang yang melangkah di lorong. Di lorong ini ada kolam ikan kecil berisi ikan warna-warni. Dulu Jifan hanya diperbolehkan melangkahkan kaki sampai kolam ini oleh sang ayah. Ayahnya berbohong mengatakan kalau akan ada Cerberus yang muncul dari tanah dan menyemburkan api pada anak-anak yang berkeliaran. Nyatanya Cerberus hanya cerita yang tidak diketahui kebenarannya juga Cerberus tidak menyemburkan api kepada manusia, dia hanya melakukan itu pada arwah nakal.