Chereads / Dabanetcher / Chapter 6 - Festival

Chapter 6 - Festival

Malam itu seluruh anggota pemimpin klan Dabarath telah siap pergi ke festival dengan kereta pelangkin masing-masing. Tidak dengan si bungsu yang kini tengah duduk di taman istana memandang cahaya lampion yang hanya terlihat sedikit dari tempat festival. Pikirannya mencoba mengingat bagaimana ramai dan rusuhnya keadaan di kota saat diadakan festival, tapi tidak ada ingatan semacam itu. Benar ucapan Anne mengenai dia yang tidak pernah terlibat dalam acara tahunan itu. Bukan keinginannya untuk menghindari acara seperti itu, semua sudah diputuskan sang ayah dan dia tinggal menerimanya. Toh dia tidak suka keramaian dan kehebohan kakaknya. Melihat Anne berbicara dengan antusias membuatnya berkesimpulan bahwa Anne akan sangan bersemangat berjalan-jalan dan mencicipi berbagai hidangan yang katanya menjadi favoritnya atau Filo yang bersiap memborong habis semua barang mewah di setiap toko.

Menatap sekitar, Jifan terpaku saat tatapannya bertemu pandang dengan si sulung. Suasana yang sunyi itu membuatnya bisa mendengar suara deru napas kakaknya. Apakah dia baru saja berlari? Untuk apa? Melihat kakaknya tetap berdiri dengan mata terus menatapnya membuat Jifan melangkah mendekat.

"Ada apa?" tanyanya setelah berhenti dua langkah di depan Yuan. Lelaki berusia 26 tahun itu tidak langsung menjawab. Dia hanya terus menatap orang di hadapnnya yang memakai hanfu cokelat dengan rambut tertata rapi. Senyum miring segera dia tampilkan membuat Jifan menautkan alisnya, heran.

"Ah benar... Kau pengecut! Sampai tidak berani keluar dari dinding tebal istana ini," cemoohnya dengan tawa remeh. Jifan mulai mengerti maksud kakaknya datang kesini. Pasti hendak mendesaknya untuk ikut ke festival kota. Padahal dia sudah katakan enggan terlibat dalam acara itu, selain itu dia juga dilarang sang ayah untuk hadir. Kakak sulungnya benar-benar pemaksa.

"Kenapa? Kau takut berpergian tanpaku? Sebenarnya kau disini yang pengecut," ujarnya balas mencemooh dengan alis sebelah terangkat, menandakan dia tengah merendahkan kakaknya. Bukan Juan namanya kalau langsung mengalah dan pergi tanpa perlu repot berdebat panjang. Tapi sebelum ia bersuara Jifan kembali bersuara, "kau kesepian? Ha... Lucu sekali melihat si tua yang mulai kesepian..." tawa renyah Jifan lantas terdengar begitu mendapat respon dari sang lawan bicara. Kakaknya itu segera membuang pandangan ke samping, merasa tertohok ucapannya. Lucu sekali kalau si sulung merasa kesepian.

Belum selesai perdebatan saling mengejek mereka lakukan, seofang pengawal dari Yuan memberitahu bahwa mereka harus segera berangkat. Itu membuat Jifan tersenyum miring merasa menang tanpa perdebatan lebih panjang, "kau dengar tuan? Kereta hampir berangkat..." cemooh Jifan dan mencondongkan tubuhnya seperti yang dilakukan kakaknya beberapa jam yang di kamarnya. Yuan berdecak sebal merasa kalah dan berbalik melangkah pergi.

Jifan yang melihatnya tersenyum lantas menegakkan kembali tubuhnya dengan tangan bertautan di belakang punggungnya. Kembali menatap sungai kecil di temgah taman yang memantulkan sinar rembulan. Setelah itu dia melangkah menuju kamarnya. Tidak ada hal yang bisa dilakukan di istana selain membaca di ruang yang disebut pengap oleh saudara-saudaranya itu.

Sementara itu, rombongan istana mulai memasuki area festival. Mereka disambut ratusan orang yang memang menunggu mereka sejak sore karena merekalah tokoh utamanya terlebih mereka ingin kembali melihat si bungsu yang menawan meski berbeda. Rombongan dari klan lain juga hadir. Yang diundang hanya sang ketua klan karena itu sebagai formalitas saja.

Para warga merasa patah hati karena ternyata si bungsu kembali tidak menampakkan diri. Semua saling bergosip akan ketidakhadiran si putra bungsu sampai suara bisik-bisik itu sampai pada Anne. Dengan wajah sebal dia berjalan mengentak menuju sang kakak tertua yang saat ini tangah berbincang dengan ketua klan Ansashi. Yuan yang melihat adiknya cemberut dengan pipi menggembung segera mengakhiri pembicaraan dan menatap adiknya.

"Ada apa Anne?" tanyanya penuh perhatian. Anne itu kesayangan Yuan. Alasannya karena adik pertamanya terlalu sulit diatur dan tidak cocok berbincang dengannya. Filo dan Yuan memiliki hubungan yang canggung, melebihi kecanggungan antara Filo dan Jifan. Melihat sang adik tidak menjawab tanyanya, tangannya terulur mengelus pipi gembil Anne dengan lembut.

"Aku kesal, kak..." lirih Anne dengan wajah makin sebal. Sang sulung jelas terkejut melihat adiknya yang selalu bersemangat menghadiri festival kini tidak bersemangat bahkan mengadu tengah kesal. Yuan mencondongkan tubuhnya sejajar dengan tinggi adiknya untuk dapat menatap bola mata sang adik.

"Siapa yang membuatmu kesal?" tanya Juan hati-hati. Dia selalu mengerti tabiat adiknya yang akan menangis saat ditanya dengan kondisi perasaan yang buruk. Maka dari itu dia bertanya hati-hati dan setenang mungkin agar sang adik juga bisa tenang.

"Jifan dikatai mereka!" tangan itu terangkat dan terarah pada orang-orang yang tampak bergerombol di sebuah toko aksesoris. Yuan mengernyit mencoba memahami apa kiranya yang mereka bicarakan dengan topik si bungsu. Setelahnya dia menggenggam tangan adiknya yang tidak lagi kecil namun masih dia manjakan.

Yuan melangkah mendekati mereka dengan langkah terburu-buru hendak menegur mereka. Anne yang digandengnya menatap kakaknya tidak percaya. Kemarin si sulung abai dan berlalu begitu saja tanpa menegur orang-orang seolah tidak mendengar ucapan mereka, kenapa sekarang berubah? Langkah keduanya terhenti di sebelah perempuan dengan perwarna bibir paling merah. Mereka tersadar akan kehadiran kakak beradik itu sampai bergegas membubarkan diri berpikir mereka akan mengunjungi toko aksesoris tersebut.

Yuan tersenyum miring melihat mereka bubar dengan gugup. Ada yang segera berlalu ada juga yang menyapa canggung dengan gaya tengil. Anne yang melihatnya meneguk ludah merasa takut dengan wanita-wanita yang berdandan menor dan sikap tengil mereka.

"Kudengar, adikku disebutkan dalam pembicaraan kalian. Pembicaraan macam apa sampai kalian menyebut nama salah satu adikku?"

Seketika itu orang-orang yang tadinya sibuk sendiri-sendiri mulai memerhatikan si sulung ketua klan. Penasaran dengan siapa dia berbicara. Dari suaranya terdengar datar dan dingin namun wajahnya tampak memerah, penuh amarah. Wanita-wanita centil yang tadinya hendak pergi karena sapaan mereka diabaikan segera berdiri kaku dengan wajah gugup. Jelas mereka gugup karena menerka si sulung mendengar pembicaraan buruk mereka.

Salah satu dari mereka berbalik, kembali menatap Yuan yang diam dan menatap lurus dengan Anne di sebelahnya yang menggenggam erat tangan kakaknya. Anne melihat orang-orang mulai berkumpul ingin tahu apa yang terjadi bahkan dia melihat kakaknya berada diantara kerumunan. Rasa gugup membuat Anne memilih menatap wajah kakaknya yang tegas dan tanpa ekspresi.

"Maaf tuan kami tidak membicarakan adik anda..." Yuan menoleh dan menatap wanita yang tampaknya ketua dari perkumpulan tadi, melihat bagaimana mata itu mampu menatapnya seolah tengah menantangnya. Anne terkejut begitu sang kakak melepas genggaman tangannya dan melenggang mendekati sang wanita genit itu. Suasana benar-benar tegang sampai tidak ada yang berani bersuara.

"Kau menyalahkan pendengaranku? Lancang sekali..." gumamnya dengan suara rendah, gaya meremehkan khas Yuan. Kepalanya dimiringkan dengan senyum miring yang mengerikan. Terlibih mata itu menyorot seperti tengah melubangi kepala sang wanita, "aku tidak pernah suka nama adikku dibuat bahan pembicaraan. Terlebih adik bungsuku, yang bahkan baru kalian kenal," ujarnya dengan penekanan pada kalimat terakhir.

Kembang api terdengar memecah keheningan yang sempat tercipta. Yuan menatap langit melihat banyaknya cahaya dari kembang api yang dinyalakan sebagai acara pembukaan. Huft... Sepertinya dia melewatkan acara pembukaan hanya karena Jifan. Bocah itu benar-benar harus menerima omelannya setelah ini karena mengganggu acara festivalnya. Matanya bergulir cepat mencari keberadaan adik perempuannya dan menemukan keduanya yang juga tengah menatap langit. Entah sejak kapan Anne berdiri dengan Filo di sisinya, Yuan tidak sadar itu.

"Katakan pada ayah, aku pulang lebih dulu," pamitnya pada Filo. Filo menatap remeh kakaknya.

"Kau pikir kau siapa? Menyuruhku seenaknya. Aku bukan wanita itu yang akan takut denganmu, menyingkir!" Filo mendorong tubuh kakaknya yang berdiri tepat di hadapannya seolah tubuh itu menghalangi pemandangan langit. Yuan memutar bola matanya merasa kesal dengan kelakuan adiknya. Matanya menatap Anne yang juga memandangnya.

"Anne, tidak apa-apa, 'kan kakak pulang lebih awal?" tanyanya dan mendapat anggukan dari Anne. Dia sudah hampir dewasa, tidak perlu dikhwatirkan terlebih ada banyak pelayan dan penjaga yang ikut ke festival. Yuan tersenyum dan mengelus pipi adiknya, "baiklah, jaga dirimu baik-baik!" pesannya dan melangkah membelah kerumunan.

Dia ingin segera pulang. Memastikan adiknya baik-baik saja di rumah. Juga mungkin menyalurkan rasa kesalnya karena kelakuan adik pertamanya itu. Rasanya tidak sabar untuk segera melihat mata tajam yang selalu dia ejek itu.