Semerbak cahaya menyusup melalui celah-celah jendela kamar Jessy, membuatnya terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia membuka kedua mata indahnya dan melihat kearah jam dinding, seketika ia terkejut melihat jam sudah menunjukkan pukul 06.00 WITA. Shit! Ia kesiangan. Mendadak kepalanya pening dan sakit, semuanya bercampur menjadi satu. Perkiraannya adalah Hipertensinya kambuh lagi.
Seketika Jessy teringat akan hari ini jadwal kerjanya yang sangat padat, maklum ia adalah seorang CEO wanita dari sebuah perusahaan yang lumayan terkenal di Bali, sebut saja nama perusahaannya adalah PT. Stephanie's Bali yang bergerak di bidang barang dan jasa Komputer, yang berlokasi di kota Gianyar, kota kelahirannya sekaligus kota tempat tinggalnya.
Ia langsung bangun dari posisinya dan mendudukkan bokongnya di kursi meja belajarmya. Jessy membuka buku catatan kerjanya yang berwarna keemasan itu tergeletak tak berdaya diatas meja belajarnya. Ia membuka jadwal hari ini, betapa terkejutnya ia mendapati bahwa siang ini ia harus berangkat ke luar kota untuk menemui klien pentingnya yang ada di kota Denpasar. Mendadak kepalanya semakin berdenyut, rupanya ia sudah tidak dapat ditolong lagi, siapa yang akan mengantarnya kesana siang ini? Tak mungkin ia menyetir mobil sendirian dalam keadaaan penyakitnya yang kambuh seperti ini kan?
Jessy adalah tipe perempuan yang dingin terhadap orang yang tidak dikenalnya, dan ia juga tidak mudah akrab dengan orang lain, walaupun orang itu dekat dengannya, belum tentu ia merasa nyaman dengan orang itu. Jessy tipe perempuan yang susah bergaul.
Jessy langsung bangun dari duduknya dan mengambil handuk biru tua yang tergantung manis di towel hanger yang menempel di dinding kamarnya. Ia segera bergegas masuk ke kamar mandi kecil yang ada di dalam kamarnya. Ia membersihkan diri dan mandi secepat kilat yang ia bisa. Tak butuh waktu lama, hanya 10 menit Jessy selesai mandi. Jessy langsung memakai pakaian kantornya, hanya menggunakan bedak tipis dan lip tint, ia menenteng tas kerjanya lalu bergegas ke luar kamar untuk sarapan pagi.
Sepi, keadaan rumahnya seperti kuburan. Tak ada siapapun disana termasuk orang tuanya. Orang tuanya sibuk bisnis dan tidak ada di rumah yang sama dengannya. Jessy memang sudah memiliki rumah sendiri yang ia beli dengan hasil kerja kerasnya dan jerih payahnya, jangan tanya berapa harganya, rumah mewah kalangan elite itu hampir seharga 1 Milyar.
Sebenarnya Jessy tidak tinggal sendirian, ia bersama pembantunya yang bernama Bi Ida. Namun hari ini Bi Ida meminta libur karena merawat cucunya yang sedang sakit. Dan tinggal lah ia sendirian di rumah yang megah ini. Jessy tidak ahli dalam urusan masak-memasak. Jessy selalu mengandalkan Bi Ida setiap harinya, ia tak pandai mengurus rumah tangga. Ia tak punya waktu akan mengurusi hal tersebut, bagaimana sempat? Ia terlalu sibuk berkecimpung di dunia bisnisnya.
Ia berpikir keras pagi itu, apa yang bisa ia makan pagi ini? Agar cepat namun kenyang? Alhasil hanya roti bakarlah pilihan terakhirnya. Ia memanggang beberapa roti bakar di atas Toaster miliknya. Mungkin pagi ini adalah hari tersialnya, entah kenapa roti bakar itu gosong, semuanya. Dengan perasaan berat hati ia tetap akan memakan roti gosong buatannya. Ia pernah mendengar pepatah bahwa "Kita tidak boleh membuang-buang makanan, karena makanan adalah rezeki dari Tuhan yang Maha Kuasa." Karena banyak orang diluar sana yang tidak bisa makan dan kelaparan.
Jessy yang hidupnya serba berkecukupan bahkan lebih merasa sangat bersyukur. Maka dari itu ia memutuskan untuk tetap memakan roti gosong tersebut, tentunya dengan selai Stroberi kesukaannya, agar rasa pahit karena gosong itu tidak terlalu kerasa di lidahnya.
Ia melahap roti gosong berisi selai itu dengan mata yang ditutup, ia pikir rasanya akan sangat pahit, ternyata gigitan pertama tidaklah terlalu buruk, "Nikmat juga." ucapnya tanpa sadar. Jadi begini susahnya membuat makanan dan menjadi Asisten Rumah Tangga. Ia berpikir akan menaikkan gaji Bi Ida menjadi 5 Juta perbulannya, ia tidak tahu jika sesulit ini bekerja di dapur hanya sekedar membuat makanan, belum lagi pekerjaan Asisten Rumah Tangga tidak hanya itu, masih banyak lagi pekerjaan lainnya, yang tentunya tak ia kuasai.
Jessy menikmati roti gosong tersebut hingga gigitan terakhirnya, ia lalu membuat susu cokelat dan meneguknya hingga kandas. Tidak butuh waktu lama ia selesai sarapan walaupun hanya dengan roti gosong dan susu cokelat perutnya sudah terasa kenyang.
Jessy memutar balik otaknya, kembali ke topik utama, siapa yang akan ia minta tolongi untuk mengantarnya ke kota Denpasar untuk bertemu dengan Klien? Beberapa menit waktu terbuang sia-sia. Jessy hampir tidak memiliki teman dekat kecuali satu orang…
Seketika nama Radit Aditya tercetus di kepalanya. Radit adalah teman kecilnya yang sangat baik dengannya, dan Radit adalah satu-satunya teman kecil yang ia percaya dan ia merasa nyaman jika bersama Radit. Bagaimanakah kabar Radit sekarang? Ia terakhir kontak dengan Radit waktu reuni SMA dulu. Jessy langsung merogoh tas kerjanya dan mencari ponsel Iphone kesayangannya, ia menscroll-scroll kontak WA di ponselnya mencari nama Radit Aditya, namun ia tak kunjung menemukannya. Ia mencarinya dengan tergesa-gesa. Seketika ia menepuk gidatnya, "Kenapa tidak search di pencaharian saja?" monolognya sendiri.
Jessy langsung mencari di pencaharian nama kontak "Radit Aditya" namun nihil, tidak ada. Apakah ia tidak men-save nomor Radit? Ia beralih mencari di kontak telepon, mengingat-ingat siapa nama panggilan Radit saat mereka SMA. Ia mencoba mengetikkan nama, "Raditya Sapi" dan ada nomor ponsel yang tertera disana. Langsung saja refleks Jessy tertawa lepas saat itu juga, ternyata nomor ponsel Radit ia simpan dengan nama seperti itu.
Selang beberapa detik ia berhasil menghentikan tawanya, ia menarik nafasnya perlahan lalu menghembuskannya dengan pelan. Ia menekan tombol hijau pada kontak "Raditya Sapi" dan ada sebuah suara yang membuatnya langsung kesal, "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan." Ia menekan tombol merah, lalu mencobanya lagi, begitu terus, hanya suara operator yang menjawab panggilannya. Hingga ia menyerah di panggilannya yang keenam. Sepertinya ponsel Radit sedang mati, mungkin? Atau Radit mengganti nomornya tanpa memberi tahunya.
Dengan perasaan kesal ia keluar dari ruang makan dan menuju pintu utama. Ia mengeluarkan kunci mobilnya dan memutuskan untuk membawa mobil BMW-nya berkunjung ke kos-kosan Radit yang dulu. Semoga saja Radit tidak pindah kosan, doanya dalam hati. Jika Radit sudah pindah, mungkin ia akan menghubungi Radit lewat Facebook di lain waktu. Namun semoga saja tidak sampai seperti itu. Ia berharap Radit masih tinggal di kosan yang sama seperti dulu, agar ia bisa meminta tolong pada Radit untuk mengantarnya ke kota Denpasar siang ini.
Ia mengingat-ingat jalan kosan Radit semampunya, semoga suasana sekeliling tidak berubah hingga ia masih dapat mengenali yang mana kosan Radit dan nomor berapa kamar Radit.
Jessy mengendarai mobil BMW-nya dengan kecepatan sedang menuju kosan Radit yang terbilang cukup jauh, kira-kira memakan waktu sekitar 20 menit dari rumahnya.
Untuk kesekian kalinya ia mendapat kesialan di pagi ini, jalan besar yang di laluinya mendadak macet dan mobilnya tak dapat bergerak. Padahal biasanya ia lewat sini sama sekali tidak macet. Apakah Dewi Keberuntungan tidak berpihak padanya kali ini?