Seketika itu juga Jessy terkaget-kaget mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Bu Dewi. Ia terdiam tak bisa menjawab. Jessy seakan-akan membeku ditempatnya dan berubah menjadi patung saat itu juga. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, kenapa Bu Dewi menanyakan masalah pribadinya begitu cepat? Sedangkan ia sedang tak ingin membahas masalah itu karena pikirannya sedang bercabang-cabang sekarang memikirkan tentang bagaimana caranya membujuk Radit dan ia harus keluar kota siang ini. Belum lagi sekarang ia terjebak dalam keadaan dimana ia tidak ingin menjawab dan tidak tahu harus menjawab apa. Apa yang harus ia jawab? Otaknya berpikir keras, namun ia tak kunjung menemukan jawabannya.
Jessy sudah membuka mulutnya dan ingin menjawab karena Jessy sudah menemukan jawaban dari pertanyaan itu, tetapi tiba-tiba Bu Dewi langsung menyanggah dan berkata,
"Eh? Kok Ibu jadi tanya itu ya? Maaf ya nak Jessy ibu buru-buru. Ibu pergi dulu ya nak Jessy. Sukses terus nak Jessy untuk karirnya." ucap Bu Dewi tersenyum canggung dan pergi saat itu juga dari hadapan Jessy tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi.
Jessy hanya terbengong-bengong karena tiba-tiba ditinggalkan begitu saja oleh Bu Dewi. Ia tahu Bu Dewi sudah bicara sebelumnya bahwa akan menjemput anaknya yang di vaksin. Tapi ia tak menyangka jika Bu Dewi akan meninggalkannya secepat ini. Lalu sekarang ia benar-benar sendirian dan tak kenal siapapun disini.
Setelah kejadian itu Jessy tak ingin mengambil pusing, Jessy memilih berbalik arah dan menuju kamar nomor 4 di kost-an tersebut, menuju kamar Radit Aditya, sahabatnya yang ia beri nama Raditya Sapi di ponselnya. Sampai sekarang ia tidak ingin mengubah nama itu. Anggap saja itu adalah nama panggilan kesayangannya untuk Radit.
Sesampainya ia di depan kamar nomor 4, ia menarik nafasnya pelan dan berdoa semoga kali ini ia tidak sial lagi. Pagi ini ia sudah cukup banyak mendapatkan hadiah kesialan. Semoga kali ini Dewi Keberuntungan berpihak padanya.
Jessy mengetuk pintu kamar Radit dengan sopan beberapa kali namun tak ada jawaban. Ia mulai kesal karena tangannya pegal mengetuk pintu namun sepertinya tak ada tanda-tanda kehidupan di dalam sana. Ia benar-benar memastikan sekali lagi bahwa benar-benar di dalam kamar Radit tak ada siapapun. Kemana Radit pagi-pagi begini sudah tidak ada di kamarnya? Apakah Radit memang tak tidur di kamarnya malam tadi? Jessy hanya bertanya-tanya dan menatap kosong pintu kamar nomor 4.
Sungguh benar-benar tak ada jawaban ketika ia mengetuk pintu kamar Radit. Radit sebenarnya ada tidak di kamar sih? pikirnya dalam hati. Apakah Radit belum bangun tidur atau di kamar ini memang kosong? Jika Radit memang belum bangun dengan ketukan pintunya yang berkali-kali ini maka apakah ia harus mengganti nomor ponsel Radit di ponselnya menjadi Raditya Kerbau? Sungguh kesabarannya benar-benar diuji saat ini. Kenapa kesialannya tak henti-hentinya datang pagi ini? Mimpi apa ia semalam hingga mendapatkan kesialan berturut-turut pagi ini?
Jessy benar-benar tak sabar, ketukan pintu yang awalnya tenang itu berubah menjadi tak sabar lalu menjadi gedoran keras. Ia menggedor pintu kamar Radit dengan kencang,
Dor… dor… dor… dor…! Gedornya dengan sangat kencang. Ingin sekali ia menendang pintu kamar Radit hingga jebol saat ini juga. Ia heran masa sih ada orang yang tidur seperti orang mati begini? Atau perkiraannya memanglah benar bahwa di dalam tidak ada orang? Argghh sungguh kesal Jessy saat ini, kekesalannya benar-benar memuncak dan ada diujung tanduk.
Baru saja ia ingin menendang pintu kamar Radit, tiba-tiba sebuah suara mengentikan kakinya yang sudah melayang di udara. "Halo kak, cari kak Radit ya?" tanya suara itu dengan nada yang sangat ramah.
Seketika itu juga Jessy membalikkan badannya dan ia menemukan ada seorang laki-laki berparas tampan yang tersenyum manis kearahnya. Dari tatapannya sih sepertinya ia adalah orang baik. Tapi cover bukanlah jaminan untuk orang berhati baik atau tidak kan? Jadi ia tidak mau tertipu dengan senyuman manis dari laki-laki di depannya ini dan sapaan ramahnya.
"Iya. Kamu siapa?" tanya Jessy dengan nada dinginnya, sangat jutek dan tak ingin meladeni laki-laki tersebut.
"Perkenalkan kak nama saya Angga Wiguna." ucap laki-laki tersebut menyodorkan tangannya sambil menampakkan senyum ramahnya
Ramah sekali laki-laki ini. Aku harus hati-hati, siapa tahu dengan mengenal laki-laki ini aku sial lagi pagi ini.
"Ya, saya Jessy Stephanie." sahut Jessy dengan nada dinginnya tanpa membalas juluran tangan laki-laki bernama Angga itu.
Angga menatap juluran tangannya yang tidak dibalas oleh perempuan bernama Jessy ini. Dengan senyum canggung ia menurunkan tangannya yang melayang di udara sejak tadi. Dingin sekali perempuan ini, pikirnya dalam hati.
"Iya kak Jessy, kak Jessy cari kak Radit ya?" tanya Angga mengulangi pertanyaannya sekali lagi memastikan bahwa Jessy memang mencari temannya. Tapi siapa perempuan ini? Apakah pacar baru Radit? Ia hampir mengenal semua pacar Radit. Radit sama playboynya dengan dirinya. Tapi ia tak pernah melihat Jessy sebelumnya.
"Saya sudah jawab pertanyaan itu tadi. Jika tak ada kepentingan tolong pergi dari hadapan saya." ucap Jessy semakin menunjukkan ketidaksukaannya terhadap laki-laki bernama Angga ini. Ia hanya takut sial lagi, itu saja.
Angga yang diperlakukan begitu hanya bisa terkejut mendengarnya. Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya ada perempuan yang mengusirnya dengan cara sedingin itu. Padahal ia hanya berniat membantu, namun ia malah mendapatkan respon yang kurang baik.
Angga berusaha menetralkan senyumnya dan kembali berkata, "Kak Raditnya libur hari ini kak, dia tidak ada di kamar. Setahu saya dia keluar tadi pagi-pagi buta. Tapi saya tidak tahu jelasnya kak Raditnya kemana." ucap Angga menjelaskan dengan kesabaran penuh. Ia tidak boleh terbawa emosi. Ia harus tetap menampilkan raut wajah tenangnya.
Oh jadi Radit libur hari ini, ada untungnya ia mengenal laki-laki bernama Angga ini. Ia jadi mendapatkan informasi baru sekarang. "Oh ya, terima kasih informasinya." sahut Jessy dengan nada yang sama juteknya.
"Coba di telepon kak. Kak Jessy ada nomor ponselnya kak Radit?" tanya Angga lagi tak henti-hentinya bertanya pada Jessy. Ia mulai merasa penasaran dengan sikap perempuan di depannya ini. Untuk pertama kalinya ia melihat ada perempuan sedingin ini.
"Sudah berkali-kali namun tidak diangkat." ucap Jessy dengan raut wajah yang semakin kesal. Kenapa laki-laki bernama Angga ini tidak kunjung pergi dari hadapannya? Tak bisakah ia membaca raut kesal yang Jessy tunjukkan sejak tadi? Jessy tak ingin di ganggu dan diusik.
"Apakah benar ini nomor ponselnya?" tanya Angga menunjukkan nomor ponsel Radit yang sudah ia cari di kontak Whatsapp-nya.
Jessy merogoh tas kerjanya dan mengambil ponselnya sendiri lalu mencocokkan nomor ponsel yang ada di ponselnya sendiri dengan nomor yang ada di ponsel Angga. Sial, ternyata nomornya berbeda. Ternyata benar Radit mengganti nomor ponselnya. Sial banget aku hari ini.
Langsung ia mengetikkan nomor yang ada di ponsel Angga ke ponselnya dan menghubungi Radit. Tak menunggu waktu lama teleponnya bordering dan langsung diangkat oleh Radit, "Halo? Ini siapa?" tanya suara dari seberang sana yang sudah menjadi ciri khas suara Radit. Ia sangat kenal suara ini, suara Radit.
"Jessy." sahut Jessy singkat, padat dan jelas, dengan suara yang begitu dingin dan menusuk. Sama sekali tidak ada nada bersahabat dari nada suaranya. Jessy sudah terlampau kesal pagi ini, kesialan benar-benar menimpanya berkali-kali tanpa henti. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, begitulah pepatah mengatakan.