"Itu bukan masalah yang besar Jessy. Untuk sahabat kecil terbaikku, apa yang tidak bisa kulakukan?" tanya Radit menaik-turunkan alisnya sambil tersenyum manis menatap Jessy. Ia tidak ingin membuat Jessy semakin kecewa dengan hari ini, kasihan Jessy. Walaupun ia tak tahu apa saja kesialan yang menimpa sahabat kecilnya hari ini. Yang jelas jika wajah Jessy sekesal ini, pasti kesialan itu sangat menguras habis tenaganya hingga Jessy menampakkan wajah sepucat itu, apalagi penyebabnya jika tidak banyak pikiran?
"Terima kasih Radit, kamu memang sahabat terbaikku sejak dulu hingga sekarang. Terima kasih sudah membuatku senyaman ini berada di dekatmu." ucap Jessy tulus dan memberikan senyum termanis yang ia punya untuk Radit. Ternyata dari sejak dulu hingga sekarang, Radit tidak berubah. Radit tetap menjadi yang terbaik untuknya, dan selalu membahagiakannya. Dimana ia bisa menemukan teman sebaik Radit? Bukan kah Tuhan hanya menciptakan satu manusia dengan satu ciri yang khusus yang tidak akan bisa disamakan dengan manusia lainnya? Ia beruntung mengenal Radit, sangat beruntung.
"Sama-sama Jessy. Sekarang kita berangkat?" tanya Radit bersiap memakaikan jaket di tubuhnya sendiri. Jaket yang ia pakai tadi ketika keluar dengan pacarnya ia lepas, karena ia berniat mengerjai Jessy dengan berpura-pura akan beristirahat sejenak, Radit memang merasa lelah, namun ia tak berniat mengabaikan Jessy dengan beristirahat dahulu. Ia memang berniat langsung berangkat mengantarkan Jessy sekarang juga.
"Maunya sih iya, tapi apakah kamu tidak jadi istirahat dulu Radit?" tanya Jessy memastikan sekali lagi bahwa ia tidak sedang bermimpi. Entah kenapa hatinya begitu bahagia karena kesialan sepertinya tidak menimpanya kali ini. Ternyata kehadiran Radit mampu membuatnya tidak sial lagi. Semoga saja dengan hadirnya Radit, ia tidak mendapat kesialan selanjutnya. Ia sudah sangat menyerah dengan takdir sialnya hari ini.
"Tidak Jessy, aku memang lelah, namun aku tidak ada niat untuk beristirahat. Aku hanya bergurau saja tadi, aku hanya berniat mengerjaimu. Hanya itu, maafkan aku Jessy. Jangan marah lagi ya?" ucap Radit menyengir kuda dan menunjukkan kedua jarinya membentuk huruf V dan mengacungkannya tinggi-tinggi tanda ia ingin berdamai dengan Jessy, sebelum Jessy marah padanya.
"Hm, begitu. Iya aku tidak marah. Aku tak pernah bisa marah padamu Radit, entah kenapa hanya rasa nyaman yang kurasakan ketika ada di dekatmu, aku tak pernah merasa senyaman ini pada orang yang bukan keluargaku, bahkan dengan keluargaku saja terkadang aku merasa tidak nyaman." ucap Jessy jujur pada Radit mengutarakan perasaannya. Catat! Ini bukanlah perasaan cinta. Ia hanya menganggap Radit sebagai sahabatnya, tidak pernah lebih dari itu. Hanya sahabat, sampai kapan pun akan tetap seperti itu.
"Apakah ini kamu sedang mengutarakan cinta padaku Jessy? Aku akan menjadi laki-laki paling beruntung jika benar begitu." sahut Radit menahan tawanya agar tidak terbahak-bahak. Lucu sekali raut wajah sahabatnya ini ketika mengatakan itu. Ia tahu jika Jessy tidak mengutarakan cinta padanya. Seorang Jessy tak mungkin menyukainya, dan seorang Jessy tak mungkin jatuh cinta pada laki-laki manapun, termasuk dirinya. Ia sangat kenal bagaimana sifat Jessy, dan ia sangat tahu bagaimana isi hati Jessy.
"Tidak! Jangan salah paham. Kita hanya sahabat, tidak lebih. Dan itu sampai kapan pun tidak akan pernah berubah." sahut Jessy menatap Radit dengan raut wajah seriusnya. Ia tidak ingin Radit salah paham dengannya. Ia sungguh tidak memiliki perasaan apapun pada Radit, sampai kapan pun Radit akan menjadi sahabat terbaiknya.
"Aku tahu, aku hanya bercanda bertanya begitu. Aku tahu bagaimana seorang Jessy yang sangat ambisius di dunia bisnis, hingga tidak sempat jatuh cinta dengan laki-laki manapun. Ternyata kamu tidak pernah berubah Jessy. Sampai kapan kamu tidak akan memikirkan jodohmu?" tanya Radit dengan raut wajah tak kalah seriusnya. Ia benar-benar tak menyangka jika Jessy benar-benar tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan laki-laki manapun. Apakah Jessy tidak bosan dengan hidupnya yang hanya memikirkan bisnis dan bisnis saja? Ia saja membayangkan hidup Jessy yang hanya memikirkan karir dan karir saja rasanya sangatlah tidak mungkin jika ia menjadi seperti Jessy. Jessy bekerja keras begini, seperti seorang laki-laki yang sudah berumah tangga yang sedang mencari nafkah.
"Jangan bahas itu, aku sama sekali tidak tertarik dengan jodoh, Radit. Lebih baik kita berangkat sekarang jika kamu tidak ingin beristirahat. Sekali lagi terima kasih karena sudah bersediah membantuku. Aku sangat beruntung memiliki sahabat terbaik sepertimu." ucap Jessy mengibaskan tangan kanannya tanda ia tidak ingin membahas tentang jodoh yang ditanyakan Radit barusan. Ia belum berpikir sampai disana, dan ia tak pernah memikirkan itu.
"Baiklah, ayo kita berangkat. Tidak ada yang ketinggalan?" tanya Radit menanyakan sesuatu yang sekiranya ada barang yang tertinggal oleh Jessy. Biasanya perempuan sangatlah ribet hidupnya jika akan bepergian kan? Tetapi kenapa Jessy tidak? Tergolong sangat santai untuk seukuran perempuan yang selalu sibuk.
"Tidak ada. Kita tidak menginap Radit. Mungkin kita akan bermalam di jalan malam ini, tidak apa? Karena besok aku ada meeting di perusahaanku, jadi aku tak bisa meninggalkan itu." ucap Jessy memberi tahu Radit sebelum Radit menyesal mengantarnya. Ini akan menguras banyak tenaga Radit. Tentunya Radit besok pasti akan bekerja seperti biasanya. Dan itu bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi perannya disini hanya akan menyusahkan Radit saja. Semoga saja Radit tidak berubah pikiran.
"Tidak apa-apa. Apakah siap berangkat ibu bos?" tanya Radit menaik-turunkan alisnya dengan wajah tengilnya.
"Siap." ucap Jessy tersenyum senang. Ia sangat bahagia. Tahukah kalian bagaimana perasaan Jessy sekarang? Ibaratnya seperti anak kecil yang mendapatkan permen lollipop. Jessy tak pernah merasa sesenang ini sebelumnya karena orang lain. Biasanya pencapaiannya lah yang membuatnya merasa senang, bukan karena orang lain. Tapi kali ini Radit, seorang Radit yang membuatnya merasa sesenang ini dan sebahagia ini. Sungguh! Ternyata Tuhan sangatlah adil. Disamping memberinya kesialan, Tuhan juga menghadirkan Radit sebagai Dewa penyelamatnya.
Mereka berdua berjalan beriringan melintasi halaman kost Radit dan menuju parkiran, lalu memasuki mobil Jessy, siap untuk bernagkat keluar kota, yaitu menuju kota Denpasar untuk bertemu Klien penting Jessy disana. Hari sudah hampir siang, kira-kira saat itu pukul 11.00 WITA. Masih ada banyak waktu jadi Radit bisa menyetir mobil dengan santai menuju kesana. Karena perjalanan dari kota Gianyar ke kota Denpasar tidak membutuhkan waktu berjam-jam lamanya. Mungkin hanya beberapa jam saja.
Sepeninggal Radit dan Jessy keluar dari parkiran kost Radit, Angga mendengar itu. Angga tahu bahwa Radit dan Jessy telah berangkat ke kota Denpasar. Dibalik kebahagiaan Jessy itu, ternyata berbanding terbalik dengan perasaan di hati Angga. Angga sangat sedih, banyak yang ia pikirkan saat ini, salah satunya yang terberat adalah tentang biaya kuliahnya yang belum ia bayar. Bahkan uang jajannya hanya cukup untuk ia makan hari ini, lalu bagaimana dengan besok? Apakah ia harus menahan haus dan lapar? Apakah Angga harus berpuasa? Ia bimbang. Apakah ia harus pulang ke kampungnya hari ini sepulang ia kuliah?