"Ayah bisa mengusahakannya Nak." sahut Ayah Angga berusaha mengembangkan senyumnya, ditengah-tengah kegundahan hatinya kini. Bagaimana tidak bingung, ia tak memegang uang sama sekali, ditambah biaya kuliah Angga setiap semesternya tidaklah sedikit. Namun ia tidak akan menyerah, Tuhan pasti akan memberikannya jalan untuk menyekolahkan putranya, putra semata wayangnya.
"Bagaimana caranya Ayah? Angga tahu ekonomi keluarga kita sekarang sedang kesusahan kan? Ayah tak bisa melaut, sedangkan penghasilan keluarga kita hanya dari hasil melaut saja." ucap Angga merasa tak enak hati. Sungguh! Ia benar-benar merasa bersalah karena telah memaksakan keinginannya. Apakah ini sudah jalan dari Yang Maha Kuasa? Apakah sebaiknya ia berhenti kuliah saja dan memilih untuk bekerja seperti Yudi?
"Itu urusan Ayah dan Ibu, Nak. Kamu fokus saja belajar yang giat supaya nilainya bagus dan bisa banggakan kami. Urusan biaya, Ayah akan usahakan untuk kuliahmu, supaya kamu bisa kuliah sampai kamu menyandang gelar sarjana." ucap Ayah Angga meyakinkan putranya bahwa semua akan baik-baik saja. Walaupun ia sendiri tidak yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Angga bingung yah, Angga tahu kalau Angga terlalu maksakan kehendak Angga untuk lanjut kuliah ini. Apakah sebaiknya Angga berhenti kuliah saja ya yah? Apa sebaiknya Angga kerja saja bantu Ayah seperti Yudi bantu Ayahnya? Angga ikhlas yah, kalau harus berhenti kuliah." ucap Angga memupuskan harapannya sendiri. Ia benar-benar ikhlas sekarang jika memang ini jalan yang terbaik, mau bagaimana lagi? Mungkin memang sebaiknya ia tamat SMK saja. Ia sungguh ikhlas jika ini memang jalan dari Tuhan. Ia taka pa jika harus menjadi nelayan juga sama seperti Ayahnya.
"Loh kenapa kamu menyerah begitu? Ini hanya masalah biaya, Nak. Kamu tidak dikeluarkan dari kampusmu, kenapa kamu harus memilih berhenti? Ayah bisa usahakan dengan meminjam hutang dulu. Ayah punya banyak teman yang ekonominya jauh lebih mampu daripada keluarga kita. Ayah bisa pinjam disana dulu untuk biaya kuliahmu. Nanti jika cuaca sudah membaik, Ayah akan cicil bayarnya perbulan." ucap Ayah Angga memberitahu solusi terbaik untuk keadaannya saat ini. Ia baru kepikiran jika ia mempunyai teman-teman yang tergolong mampu. Pasti mereka akan mau meminjamkan sedikit uang mereka untuk keluarganya ini. Semoga saja Tuhan memberkati usahanya untuk menyekolahkan putranya.
"Terlalu banyak yang Ayah korbankan untuk Angga. Angga tidak ingin lagi repotkan Ayah dan Ibu, lebih baik Angga berhenti saja kuliahnya yah. Angga tidak apa-apa. Angga sudah ikhlas jika Angga harus berhenti kuliah sekarang. Angga tidak mau keluarga kita banyak hutang dan berhutang dimana-mana gara-gara biaya kuliah Angga." ucap Angga dengan raut wajah sedihnya, hatinya begitu hancur mengatakan itu. Bagaimana tidak? Ia harus mengubur impiannya dalam-dalam. Ia sadar, mungkin ia tak pantas kuliah, ia hanya anak dari keluarga nelayan kan?
"Tidak, Nak. Ayah tidak setuju jika kamu berhenti kuliah. Lanjutkan saja kuliahmu itu, masalah biaya itu adalah urusan kami sebagai orang tua. Sudah kewajiban kami memberikan yang terbaik untukmu, Nak. Sekarang kamu istirahat dulu di kamarmu, besok pagi Ayah usahakan uangnya sudah ada ya…" ucap Ayah Angga tersenyum kecil pada putranya. Hatinya sedikit melega sekarang, karena sepertinya ia sudah mendapat jalan keluar dari kesusahan putranya. Semoga saja semuanya benar-benar baik-baik saja. Ia tidak ingin putranya berhenti kuliah, itu saja.
"Ayah yakin? Ayah serius? Ayah mau Angga tetap lanjut kuliah?" tanya Angga dengan mata berkaca-kaca karena terharu dengan keputusan Ayahnya. Entah kenapa berita ini seperti menjadi anugerah besar di hidupnya. Bagaimana tidak? Ia sangat bahagia. Ia tidak jadi harus berhenti kuliah karena kekurangan biaya, Ayahnya siap mengusahakan yang terbaik untuknya. Ternyata benar kata Yudi, kalau orang tuanya tidak mungkin membiarkannya putus sekolah. Ternyata Ayah dan Ibunya sangatlah sayang padanya. Ia berjanji dalam hatinya kalau ia tidak akan pernah mengecewakan orang tuanya, semoga saja ia bisa menepati janjinya ini.
"Iya Ayah sangat yakin dan sangat serius, kamu harus lanjut kuliah, Nak. Ini demi masa depanmu yang lebih cerah, agar tidak seperti Ayah dan Ibu. Kejar terus cita-citamu, kejar setinggi langit, Nak." ucap Ayah Angga menyemangati putranya agar tidak bersedih lagi seperti tadi. Ia tidak ingin melihat putranya bersedih, kasihan… Itu akan buruk untuk kesehatan mental putranya. Ia tidak ingin membuat putranya merasa tertekan hanya karena masalah ekonomi.
"Iya Ayah, pasti. Angga tidak akan kecewakan Ayah dan Ibu. Angga sayang banget sama Ayah dan Ibu. Sebisa mungkin Angga akan buat kalian bangga karena sudah sekolahkan Angga. Doakan Angga ya semoga Angga lancar kuliahnya." sahut Angga tersenyum sumringah. Sejak tadi ia hanya bisa menampilkan raut wajah sedihnya. Namun sekarang ia sudah bisa tersenyum, entah kenapa harapan itu kembali ia genggam di kedua tangannya. Ia bisa menggapai takdirnya yang lebih indah nantinya, Angga yakin itu.
"Tanpa kamu minta pun kami akan selalu doakan kamu, Nak. Kamu belajar yang giat saja, jangan pikirkan biaya kuliah, itu tanggung jawab kami. Sekarang kamu istirahat di kamarmu ya, besok katanya harus balik ke gianyar lagi. Biar tidak terlalu lelah di perjalanan." ucap Ayah Angga tersenyum kecil pada putranya. Ia sedikit lebih lega sekarang karena melihat raut wajah putranya yang sudah kembali cerah lagi, itu tandanya putranya sudah tidak bersedih lagi kan? Setidaknya ia berhasil membuat putra satu-satunya tersenyum lagi seperti biasanya dan tentunya lebih semangat menjalani kuliahnya.
"Iya Ayah. Kalau begitu Angga istirahat dulu ya di kamar. Kebetulan Angga lelah banget hari ini, memang sedang butuh istirahat. Ayah dan Ibu juga jangan lupa istirahat yang cukup supaya tetap sehat. Angga tidak ingin dan tidak mau jika Ayah dan Ibu sampai jatuh sakit karena masalah kuliahnya Angga ini." ucap Angga mengingatkan Ayah dan Ibunya sambil tersenyum. Ia merasa sangat beruntung karena memiliki orang tua seperti ini, sangat peduli dan sangat sayang padanya. Entah kenapa ia merasa Tuhan memang sangat baik padanya.
"Iya Nak. Silahkan istirahat. Ayah dan Ibu nanti akan menyusul. Ayah dan ibu mau bekerja sampingan dulu di kebun tetangga. Setidaknya kami bisa makan dari penghasilan itu walaupun tidak melaut karena cuaca sedang sangat buruk sekarang." ucap Ayah Angga mengatakan yang sejujurnya darimana mereka mendapatkan uang untuk makan selama tidak pergi melaut. Angga harus tahu itu, karena Angga sudah besar, setidaknya Angga tahu semuanya, walaupun mungkin nantinya akan menjadi beban untuk Angga sendiri.
"Ayah kerja di kebun tetangga? Kerja apa yah? Kok Ayah tidak beritahu Angga? Kenapa Ayah baru jujur sekarang. Kehidupan ekonomi keluarga kita sangat susah ya yah sampai sebegitunya Ayah dan Ibu berusaha untuk mencukupi kebutuhan Angga di rantauan dan untuk makan Ayah dan Ibu dirumah." ucap Angga merasa terkejut sekaligus prihatin. Ternyata Ayahnya sudah mengusahakan yang terbaik untuknya di rantauan, namun masih tetap saja kekurangan biaya. Setidaknya Ayahnya sudah sangat bertanggung jawab sebagai kepala keluarga, dan Angga sangat menghargai itu, usaha Ayah dan Ibunya.