"Iya Yudi, terima kasih sarannya. Saran yang kamu berikan sangat berguna bagiku yang sedang kebimbangan seperti sekarang. Terima kasih teman, kamu memang teman terbaikku." ucap Angga dengan suara yang sedikit melega daripada tadi. Setidaknya bebannya sedikit berkurang karena sudah berbagi dengan Yudi dan mendapatkan solusi terbaik dari Yudi. Angga sudah menetapkan hatinya bahwa ia akan membolos kuliah hari ini, ia ingin pulang kampung sekarang juga agar besok pagi ia bisa balik ke Gianyar lagi untuk kembali berkuliah.
"Iya sama-sama kawan. Jangan sedih-sedih lagi OK? Serahkan semua pada yang Kuasa, kita sebagai manusia hanya perlu menjalaninya." pesan Yudi untuk yang terakhir kalinya. Ia tak tahu kenapa ia bisa sebijak ini jika menasehati teman. Tapi jika untuk dirinya sendiri ia tidak bisa melakukannya. Apakah semua orang bijak seperti dirinya? Ia tidak tahu, yang jelas ia ingin mengusahakan untuk memberikan nasehat yang terbaik untuk sahabatnya.
"Siap Yudi, terima kasih. Aku matikan teleponnya ya? Bye." ucap Angga mengakhiri percakapan hari ini dengan Yudi, sahabatnya. Hatinya kini benar-benar lega. Setidaknya ia tidak sebuntu tadi. Ia tidak sebingung tadi. Akhirnya Angga merasa dirinya telah selamat dari tenggelam di lautan dalam.
"Bye Angga." sahut Yudi tersenyum kecil. Memang Angga tak dapat melihat raut wajah tersenyumnya, tapi tak apa, tak masalah. Ia hanya ingin tersenyum untuk dirinya sendiri, sebagai bentuk apresiasi dirinya yang telah berhasil menenangkan sahabatnya. Setidaknya ia telah berhasil menjadi orang baik hari ini. Karena menjadi orang baik atau berbuat baik jauh lebih sulit daripada menjadi orang jahat atau berbuat jahat kan?
TUTTT!
Angga langsung mematikan sambungan begitu mendengar jawaban dari Yudi yang mengiyakan untuk mengakhiri panggilan. Angga langsung bangkit dari duduknya dan mengemas pakaiannya menaruhnya di tasnya, tas khusus yang ia gunakan untuk pulang kampung. Setelah semua perlengkapan dirasa sudah masuk kedalam tasnya, Angga bergegas mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke Buleleng. Tak lupa berdoa dan memasang earphone di kedua telinga, Angga menancap gasnya dan mulai menikmati perjalanan.
Singkat cerita beberapa jam kemudian Angga sampai di kampung halamannya. Ia mengucapkan salam, dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah terkejut dari Ayah dan Ibunya yang menyambutnya. Tentu saja mereka terkejut, karena hari ini masih hari kuliahnya, pasti kedua orang tuanya bertanya-tanya ada apa anaknya pulang cepat. Angga merasa bersalah karena harus pulang dengan tujuan meminta uang untuk biaya kuliahnya, bukannya membawa kabar baik, ini pasti akan menjadi kabar buruk bagi orang tuanya. Harusnya ia pulang menunjukkan nilai semesternya yang memuaskan kan?
"Eh anak Ayah sudah pulang. Kok tumben pulangnya cepat? Tidak kuliah hari ini?" tanya Ayah Angga menyapa putranya yang baru saja datang. Angga terlihat kelelahan, ia melihat putranya langsung mendudukkan bokongnya di sofa sederhana milik keluarganya. Perjalanan dari Gianyar ke Buleleng memang lumayan melelahkan dan menguras tenaga.
Angga mencabut kedua earphonenya dari telinganya dan tersenyum kecil penuh rasa kacau. Orang tuanya terlihat baik-baik saja, padahal ia sudah tahu apa yang terjadi, semuanya. Berkat Yudi yang memberinya kabar bahwa orang tuanya tidak bisa melaut. Kenapa orang tuanya tidak berterus terang padanya? Kenapa harus terlihat baik-baik saja, padahal kenyataannya tidak sedang baik-baik saja?
"Iya yah, tidak kuliah, hari ini libur. Makanya Angga pulang lebih dulu. Tapi besok Angga harus ke Gianyar lagi ada acara kampus. Tidak apa-apa kan yah?" tanya Angga pada Ayahnya dengan senyuman palsunya. Orang tuanya saja bisa terlihat baik-baik saja, kenapa dirinya tidak bisa? Ia berusaha setenang mungkin dan tidak gugup supaya bisa menyampaikan dengan lugas apa maksud dan tujuannya pulang hari ini. Maaf, jika Angga berbohong, ucapnya dalam hati.
"Oh tentu saja tidak apa-apa nak. Yang rajin ya kuliahnya, supaya cepat wisuda dan bawa ijazah pulang. Buat orang tuamu ini bangga, nak." ucap Ayah Angga memberikan semangat untuk putranya agar tetap rajin bersekolah demi mewujudkan impiannya, agar tidak sepertinya hanya menjadi nelayan. Ia ingin Angga bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dan hidupnya lebih mapan.
"Siap laksanakan komandan." sahut Angga tersenyum kecil dan menempelkan telapak tangannya membentuk tanda hormat di bagian samping dahinya. Angga tersenyum miris ketika Ayahnya berbicara begini. Bagaimana bisa ia wisuda jika keadaan ekonomi keluarganya seperti ini? Akan sangat sulit baginya untuk melanjutkan kuliahnya jika tidak ada biaya. Apalagi Angga memiliki otak pas-pasan yang tidak memungkinkan dirinya mendapatkan beasiswa dari kampus, ditambah Angga tidak aktif dalam organisasi di kampusnya. Lengkaplah sudah penderitaannya.
"Ayah percaya anak Ayah hebat. Bagaimana kuliahnya lancar? Apakah ada masalah Angga dengan kuliahmu, sehingga kamu pulang?" tanya Ayah Angga menebak dari raut wajah cemas putra semata wayangnya ini. bagaimana pun juga ia seorang Ayah yang membesarkan Angga dari baru lahir hingga sebesar ini, tentu saja ia mengenali sifat putranya. Ia tahu bahwa putranya hanya terlihat baik-baik saja, lebih tepatnya pura-pura bahagia. Ia tahu jika putranya menyimpan masalah besar di benaknya, sangat kentara dari senyuman terpaksa yang diperlihatkan Angga sejak tadi.
"Jujur ada yah. Angga bingung banget mau cerita dari mana." ucap Angga mulai ingin berterus terang dengan masalahnya saat ini. Apakah tidak terlalu cepat ia jujur? Ia baru saja sampai rumah, harusnya ia istirahat dulu, tidak langsung bercerita. Tapi Ayahnya sudah terlanjur bertanya apa masalahnya, masa ia skip? Angga jadi bimbang sendiri sekarang, takut membuat kedua orang tuanya sakit karena kepikiran. Ia tidak ingin menyusahkan kedua orang tuanya, namun ia juga tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa uluran tangan dari orang tuanya.
"Ada apa nak? Kamu tidak melakukan hal-hal aneh yang harusnya tidak boleh dilakukan kan? Jangan bilang kamu membuat masalah di kampusmu?" kini giliran Ibu Angga yang membuka suara karena merasa khawatir dengan putra semata wayangnya. Sejak tadi ia hanya menyimak dan tidak ikut berbicara, tapi sekarang ia tidak tahan lagi ketika putranya mengaku memiliki masalah. Masalah apa yang dimaksud putranya itu?
"Tidak ibu, Angga tidak membuat masalah kok. Angga selalu jaga kepercayaan Ayah dan Ibu yang diberikan ke Angga sejak dulu. Angga tidak mungkin bisa membuat Ayah dan Ibu kecewa. Angga tak bisa lakukan itu." ucap Angga mulai gugup dan badannya mendadak terasa panas dingin, bagaimana tidak? Ia merasa seperti di interogasi oleh pihak kepolisian karena telah mencuri barang, ya ibaratnya seperti itulah perasaannya sekarang. walaupun ia sendiri belum pernah mencuri barang sama sekali.
"Lalu jika kamu tidak membuat masalah, ada apa nak? Terus terang sama Ibu dan Ayah sekarang." ucap Ibunya dengan nada khawatir. Ia merasa degdegan dengan gerak-gerik putranya yang terlihat mencurigakan. Apakah segugup itu putranya ketika harus berterus terang? Sebenarnya ada apa ini? Apa yang terjadi dengan putranya? Ia sudah dapat menebak jika ini bukanlah kabar baik, melainkan kabar buruk. Apakah ia siap sebagai Ibu mendengar kabar buruk dari putranya sendiri?