"Kenapa diam?" tanya Jessy dengan nada sama dinginnya seperti tadi. Tak ada nada bersahabat apalagi senyuman untuk seorang Angga. Ia sudah terlampau kesal, sangat kesal, kenapa Radit tak datang-datang? Kemana Radit? Apakah Radit sengaja mempermainkannya seperti ini?
"Ah? Eh? Tidak kak, aku akan tetap disini temani kak Jessy. Nanti kalau aku pergi dan masuk kamar, kak Radit pasti akan memarahiku." sahut Angga menggunakan Radit sebagai alasan. Tak ada lagi yang bisa ia jadikan alasan selain Radit kan?
"Kenapa Radit harus marah padamu? Memangnya kamu pembantunya Radit?" tanya Jessy menahan emosinya agar tidak meledak-ledak sekarang. Ia sungguh tak paham dengan jalan pikiran Angga, apa yang di pikirkan laki-laki di depannya ini? Kenapa sangat menyebalkan?
"Temannya kak Radit kak." sahut Angga tersenyum manis menanggapinya. Dalam hati sebenarnya kesabarannya hampir habis berbicara dengan perempuan Ice seperti Jessy ini. Namun entah kenapa ia ingin menemani perempuan Ice ini hingga Radit benar-benar datang di hadapannya. Setidaknya perempuan Ice ini tidak kesepian sendirian disini.
Jessy tak menjawab lagi pernyataan dari Angga. Ia malas meladeni Angga. Ia ingin Radit cepat-cepat datang, namun Radit tak kunjung muncul batang hidungnya. Kemana sih Radit itu? Kesalnya dalam hati. Ia hanya bisa merasa kesal di dalam hatinya, tak bisa mengeluarkan unek-uneknya. Sama sekali tak bisa, kenapa? Karena ada Angga Wiguna disini.
10 menit kemudian...
Jessy berdiri dari duduknya dan menunggu dengan tak sabar. Ia benar-benar kesal sekarang. Radit benar-benar menguji kesabarannya kali ini. Kenapa Radit tak datang-datang juga sih? Apakah Radit berniat menipunya? Bilang mengantar tapi tidak? Apakah ia dikerjai oleh seorang Radit?
Bersamaan dengan itu Radit muncul dari kejauhan, dengan santainya Radit berjalan dengan gayanya ia memasukkan kedua tangannya di kedua sakunya. Radit tersenyum tipis menatap Jessy yang berada beberapa meter dari tempatnya berdiri. Ada apa dengan Jessy kenapa wajahnya terlihat begitu kesal? Ia beralih menatap Angga, ada Angga juga disana. Apakah Angga yang membuat Jessy sekesal itu? Atau keterlambatan dirinya yang membuat seorang Jessy menunggu sehingga menampakkan raut wajah sekesal itu?
Radit berjalan dengan santai namun pasti, hingga ia berada di depan Jessy hanya selat beberapa senti.
"Kamu kenapa Jessy?" tanya Radit membuka pembicaraan dengan sangat ramah dan menampakkan senyum termanisnya untuk seorang Jessy Stephanie.
"Ayo berangkat." ucap Jessy dengan kedua mata yang menatap Radit dengan tajam. Apakah Radit sengaja membuatnya kesal dengan pura-pura tak menyadari kesalahannya? Sungguh menyebalkan sekali. Ia tak habis pikir kenapa bisa ada laki-laki semenyebalkan Radit? Dan kenapa Radit bisa memiliku pacar, padahal sifatnya sangatlah menyebalkan?
"Sekarang?" tanya Radit terkejut. Baru saja ia ingin rebahan sebentar. Toh kota Denpasar tidak sejauh itu kan? Istirahat satu jam tidak akan membuat Jessy terlambat, pikirnya. Tapi jika Jessy ingin sekarang, ia akan lakukan demi sahabatnya. Sahabat kecilnya.
"Tidak! Tahun Depan! Yaiyalah sekarang Radit." ucap Jessy menahan emosinya agar tidak benar-benar meledak. Bagaimana pun ia harus menahan emosinya, ia yang meminta tolong disini pada Radit, jangan sampai ia membuat Radit kesal dan membatalkan niat baiknya untuk mengantarkannya ke kota Denpasar sekarang. Kalau Radit membatalkan niatnya, siapa lagi yang bisa menolongnya? Tak ada, bahkan Jessy tak punya teman dekat selain Radit.
"Tidur bentar ya? Satu jam saja. Boleh kan?" tanya Radit memancing kesabaran Jessy. Ia ingin mengetes kesabaran sahabatnya ini. Apakah masih seperti dulu? Atau sudah berubah menjadi lebih sabar lagi. Ia tidak bermaksud membuat Jessy kesal, hanya saja ia merasa benar-benar lelah pagi ini. Tak bolehkah ia tidur sebentar saja sebelum menuju perjalanan ke kota Denpasar. Ia sudah siap menjadi sopir pribadi Jessy hari ini, ia sudah mengosongkan jadwalnya hari ini demi Jessy dengan cara dadakan.
"Tidak Radit. Kita sudah kesiangan. Nanti terlambat. Berangkatnya sekarang saja." sahut Jessy tak habis pikir dengan permintaan Radit. Bagaimana mungkin Radit ingin tidur di jam yang sangat genting begini? Apakah Radit sedang bercanda? Sungguh! Ia sangat ingin meledak sekarang. Namun ia tak mampu meledakkan emosinya, karena keadaannya sekarang ia sedang meminta tolong pada Radit.
"Tapi aku ngantuk dan lelah Jessy. Sebentar saja, 30 menit saja? Yayaya?" tanya Radit lagi sambil menahan tawanya. Ia tidak benar-benar lelah dan mengantuk sebenarnya. Ia hanya menguji kesabaran Jessy. Hanya kesabaran Jessy yang ia butuhkan sekarang. Ia ingin Jessy tidak seperti dulu lagi. Setidaknya di umurnya yang sudah ke 23, Jessy harus bisa lebih sabar lagi. Tapi apakah Jessy bisa menjadi seperti apa yang ia inginkan?
"Ya sudah kamu tidur saja, tak usah antarkan aku." ucap Jessy dengan nada ketus. Ia hendak pergi dari hadapan Radit sekarang juga. Ia sungguh kesal dan menyesal telah menunggu Radit sejak tadi. Jika tahu begini akhirnya lebih baik ia menyewa sopir pribadi di kantornya sehari. Ia sungguh kecewa dengan sikap Radit yang seperti ini. Namun ia tak bisa berbuat apapun selain pasrah. Ia bisa apa jika dihadapkan dengan orang yang sedang mengantuk dan lelah? Jessy tak bisa memaksa.
"Dih ngambek... Sini dulu. Jangan ngambek-ngambek nanti jelek." ucap Radit merangkul Jessy dengan santainya. Ia tahu Jessy sangat marah padanya dan kecewa tentunya. Tapi ini hanyalah sandiwara. Ia tak benar-benar ingin tidur. Ia hanya berniat menguji Jessy, itu saja. Ia ingin Jessy lebih sabar lagi.
"Aku mau pulang saja Radit. Kamu tidur sana, katanya ngantuk dan lelah." ucap Jessy menepiskan rangkulan lengan Radit. Ia berniat pergi dari hadapan Radit sekarang juga. Tak ada gunanya menunggu Radit kan? Toh juga ia tak akan diantarkan oleh Radit. Jadi apa gunanya ia menunggu Radit? Mungkin Radit memang sedang kelelahan, ia tak dapat memaksa keinginan Radit.
"Tunggu Jessy." ucap Radit refleks menahan lengan Jessy agar tidak pergi. Rupanya ia sudah sangat keterlaluan membuat Jessy kesal. Ya, ia tahu Jessy sangat kecewa padanya. Jessy pasti sudah menunggunya sejak tadi. Dan sekarang ia malah mengatakan ngantuk dan lelah ingin istirahat, tentu saja Jessy marah, namun Jessy tak dapat meluapkan kekesalannya. Ia tahu bagaimana sikap Jessy. Ternyata sifat Jessy tidak berubah, masih sama seperti dulu.
"Apa?" tanya Jessy menatap Radit dengan tatapan tak suka. Ia benar-benar kecewa setengah mati terhadap Radit. Radit benar-benar tak punya hati. Apakah Radit tak melihat perjuangannya yang menunggu Radit datang? Apakah sebegitu tidak pedulinya Radit terhadapnya? Kenapa Radit berubah? Tidak seperti dulu, saat mereka masih bersahabat. Dan saat itu Radit belum memiliki kekasih. Jujur ia merindukan Radit yang dulu. Tapi Radit telah berubah sekarang, Radit sama sekali tak peduli terhadapnya.
"Maaf Jessy." ucap Radit mencengkram pergelangan lengan Jessy lebih erat. Ia tidak ingin Jessy marah padanya. Ia tidak mau Jessy berpikir yang tidak-tidak terhadapnya. Ia hanya berniat bercanda. Tapi apakah sebegitu besar kesalahannya? Sehingga Jessy terlihat sangat marah padanya. Awalnya ia hanya tertawa di dalam hatinya melihat wajah Jessy yang kesal begitu, namun lama-kelamaan ia merasa bersalah juga. Ia sudah keterlaluan kah? Semoga saja Jessy memaafkannya. Ia sudah sangat lama tidak bertemu Jessy, sekalinya bertemu ia malah mengecewakan Jessy seperti ini.