"Jessy? Jessy siapa?" tanya Radit dari seberang sana. Suara Radit terdengar bingung. Ketika mendapati ada seorang perempuan yang meneleponnya secara tiba-tiba dan mengaku bernama Jessy. Sedangkan di foto profilnya tidak ada foto sama sekali. Bagaimana bisa ia tahu siapa ini?
"Jessy Stephanie." ucap Jessy dengan kesabaran yang sudah diujung tanduk. Apakah Radit melupakannya begitu saja? Atau Radit pura-pura lupa? Ia sungguh tak tahu, yang jelas ia kesal, sangat kesal.
"Ah? Jessy Stephanie? Siapa ya?" tanya Radit lagi pura-pura tidak ingat. Ia langsung ingat dengan nama itu. Tidak salah lagi ini adalah Jessy sahabatnya. Bagaimana kabar Jessy sekarang? Kenapa tiba-tiba meneleponnya? Ada keperluan apakah Jessy padanya? Ia sangat tahu bagaimana Jessy, Jessy tak akan membuang-buang waktunya untuk meneleponnya hanya sekedar untuk basa-basi.
"Jessy Stephanie. Kamu beneran lupa sama nama itu?" tanya Jessy dengan murka. Benarkah Radit melupakannya secepat itu? Semudah itukah Radit melupakannya? Menyebalkan sekali. Sungguh ia ingin mengamuk sekarang juga. Namun ia harus sabar, karena ia ingin meminta tolong pada Radit. Jika ia marah, Radit tak akan mau menolongnya kan?
"Oh Jessy. Jessy sahabat kecilku kan? Ingat, sekarang aku ingat. Aku tidak lupa, tadi aku hanya belum ingat saja." sahut Radit dengan nada suara yang begitu santai. Bahkan ia mendengar bahwa Radit nyaris tertawa. Menyebalkan sekali Radit ini. Ia heran kenapa ada orang semenyebalkan Radit?
"Iya Raditya Sapi." sahut Jessy dengan nada yang sangat memancarkan kekesalannya. Ia sungguh tak tahan lagi, kekesalannya sudah benar-benar ingin meledak saat ini juga. Ia sial berkali-kali sejak pagi tadi. Rasanya ia ingin menghilang dari bumi saat ini juga saking kesalnya.
"Hahahaha ingat juga dengan nama panggilan itu, aku kira kamu sudah lupa Jessy. Ada kepentingan apa menghubungiku Jessy? Aku yakin kamu tak akan membuang waktumu sia-sia untuk sekedar meneleponku hanya untuk basa-basi kan?" tanya Radit berapi-rapi. Tebakannya sangat tepat. Seorang Jessy tak akan melakukan itu.
"Tentu saja tidak. Aku ingin kamu mengantarku ke luar kota siang ini." sahut Jessy tanpa banyak berbasa-basi lagi. Waktu yang ia punya semakin mepet saja sekarang. Setidaknya ia harus berangkat sebelum jam 12 siang ini. Apakah ia akan sial lagi sekarang? Dengan cara Radit akan menolaknya.
"Apa keluar kota? Siang ini? Keluar kota kemana? Bertemu Klienmu?" tanya Radit yang merasa penasaran sekaligus terkejut. Ini begitu mendadak baginya. Di telepon tiba-tiba disuruh mengantar ke luar kota. Namun ia tak boleh menunjukkan ke gugupannya. Ia juga sudah tahu bahwa Jessy adalah seorang CEO wanita di perusahaan sukses miliknya.
"Iya, ke kota Denpasar." sahut Jessy seadanya dan mengatakan yang sebenarnya pada Radit. "Bisa tidak mengantarkanku? Kalau Hipertensiku tidak kambuh aku tidak akan meminta bantuanmu Radit. Ini aku minta tolong banget, mau ya mengantarku? kali ini saja, aku mohon padamu Radit." tanya Jessy lagi dengan nada memelas dan memohon pada Radit. Ia tidak berniat merayu Radit. Ia hanya ingin Radit mengasihaninya. Ia butuh Radit kali ini, sangat sangat sangat butuh.
"Baiklah, tunggu di kost-anku. Aku akan mengantarmu tapi setelah aku mengantarkan pacarku pulang ke rumahnya. Ini kami baru pulang dari berbelanja. Tenang saja, aku libur hari ini." ucap Radit mengucapkan janjinya bahwa ia siap mengantar Jessy ke kota Denpasar siang ini. Ia tak tega melihat sahabatnya dalam keadaan sakit harus menyetir mobil sejauh itu. Radit tak mau terjadi apa-apa pada Jessy. Bagaimanapun juga ia sangat peduli pada Jessy, karena Jessy adalah sahabat terbaiknya. Walaupun karakter Jessy tak seperti perempuan pada umumnya.
"Baiklah, terima kasih Radit. Aku tunggu kamu datang sebelum jam 12 siang. Kita harus berangkat sebelum jam 12 siang ini." ucap Jessy dengan perasaan yang sedikit senang, entah kenapa satu beban di hatinya menghilang. Satu beban sudah mendapatkan solusi, seketika rasa jengkelnya pun ikut melenyap di telan rasa haru.
Namun tanpa Jessy sendiri sadari sedari tadi ada yang menguping pembicaraannya dengan Radit. Siapa lagi jika bukan laki-laki bernama Angga itu? Ternyata laki-laki bernama Angga itu masih berdiri disana menatapnya dan memperhatikannya sejak tadi. Dengan perasaan yang kembali kesal ia mendenguskan nafasnya dan membuang muka menatap kearah lain, tak ingin memandang Angga. Kenapa sih laki-laki bernama Angga ini tidak mau pergi dari hadapannya? Kenapa masih disini? Jujur Jessy risih jika dengan orang yang baru di kenalnya. Ia ingin Angga pergi dari hadapannya, itu saja.
"Sudah telepon kak Raditnya kak Jessy?" tanya Angga membuka suara dan tersenyum sumringah dengan penuh rasa ramahnya. Ingat, catat! Angga hanya berniat baik, tidak lebih. Angga tidak modus, sama sekali tidak. Ia hanya ingin menemani temannya Radit saja, atau bukan teman... Mungkin kah Jessy ini adalah pacar Radit yang lainnya?
"Sudah." sahut Jessy seadanya dengan nada yang kembali dingin terhadap Angga. Ia benar-benar kesal dengan kehadiran Angga. Walaupun Angga tadi membantunya memberikan nomor ponsel Radit yang benar, tapi tetap saja ia pikir setelah itu Angga akan pergi dari hadapannya. Tapi ternyata tidak. Apa yang Angga mau? Apakah Angga menunggu imbalan uang?
"Apa kata kak Radit kak?" tanya Angga lagi masih berusaha mencairkan suasana yang dingin ini. Padahal ia sudah berusaha seramah mungkin. Ia sudah berusaha menampakkan senyum termanisnya. Namun perempuan bernama Jessy ini sama sekali tak menggubrisnya, apakah ini memang sifat Jessy yang sebenarnya? Dingin terhadap semua laki-laki yang baru di kenalnya? Atau Jessy lakukan ini karena memang ia tidak tertarik dengan dirinya? Untuk pertama kalinya ada perempuan seperti Jessy yang ia temui di dunia ini.
Jessy menatap Angga dengan tatapan kesal. Kenapa laki-laki bernama Angga ini terus-terusan bertanya padanya? Kenapa tidak pergi saja? Tadi ia sangat ingin menendang pintu kamar Radit hingga jebol, namun entah kenapa sekarang ia malah sangat sangat ingin menendang laki-laki bernama Angga ini ke Planet Merkurius agar gosong seperti roti gosongnya tadi pagi. Andai saja ia punya sihir, sudah ia lakukan itu sejak tadi. Namun sayangnya Jessy hanyalah manusia biasa yang tidak memiliki kemampuan itu.
"Kalau kamu ingin tahu, telepon saja Radit sendiri. Saya malas bicara." ucap Jessy dengan nada ketusnya. Ia benar-benar kesal sekarang. Kekesalannya semakin memuncak ketika melihat respon Angga yang bukannya pergi tapi malah tersenyum manis menatapnya. Apakah laki-laki ini tidak mempunyai rasa jengah? Padahal sejak tadi ia sudah bersikap dingin dan jutek, namun kenapa masih betah menemaninya disini?
"Kenapa malas kak? Baiklah saya akan temani kakak disini sampai kak Radit datang." ucap Angga memutuskan secara sepihak keinginannya.
Dan saat itu juga Jessy benar-benar merasa kesal, ia sengaja membuang nafasnya dengan kasar agar Angga mendengarnya bahwa sebenarnya ia merasa tak nyaman. Kenapa sih Angga ini menambah bebannya dan membuat hidupnya semakin ribet? Sekarang ia malah ingin menyihir Angga menjadi kodok agar berhenti mengoceh. Atau jadi batu sekalian agar tidak bisa berbicara. Sungguh kekesalannya benar-benar sudah diujung tanduk. Angga benar-benar mengusik ketenangannya. Seorang Jessy adalah perempuan yang tidak suka diusik.
"Tidak usah, terima kasih. Saya bisa tunggu Radit sendiri, tidak perlu ditemani oleh anda." sahut Jessy dengan nada dinginnya. Ia benar-benar tak tahu lagi harus bagaimana membuat Angga tak betah berada di dekatnya. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membuat Angga segera pergi dari hadapannya. Ia muak melihat wajah laki-laki yang sok baik dan sok tersenyum manis. Ia hanya berjaga-jaga takut tertimpa kesialan lagi setelah ini.