Banten, 20 Mei 2019
Kertas- kertas yang dipenuhi tulisan, pensil warna, dan beberapa alat tulis lainnya terhampar di atas karpet tempat Anna yang berbaring menelungkup asyik menghiasi tugas laporan yang sedang digarapnya.
"Argh, kok nggak selesai-selesai," keluh Anna yang kini terperanjat duduk dan memijat tangannya yang pegal, Anna sepertinya sudah bosan mengerjakan tugasnya. Anna hanya tidur-tiduran dalam posisi menyamping sambil memainkan pensil warna yang bertebaran di sisinya, sembari menatap ke arah jendela kamar, ternyata diluar sedang hujan yang mana suara rintikan hujan terdengar semakin jelas di atas genting rumah. Anna berhenti mengerjakan tugas dan menghampiri jendela sambil menatap langit arah datangnya hujan. Anna memperhatikan tetesan-tetesan hujan yang sudah menyelimuti kaca jendela.
Tetesan air hujan itu mengingatkannya pada seseorang yang pernah mengatakan suatu hal yang bermakna. Konon katanya, saat hujan adalah waktu yang mustajab untuk berdoa, Allah akan mendengar hambanya yang meminta. Dengan sekilas Anna membayangkan kisah hidupnya yang pernah dilaluinya tak seindah manusia lain.
Hujan semakin deras, segera diraihnya selimut yang sempat sempat ia simpan di atas meja dan direkatkan pada tubuhnya yang mulai menggigil kedinginan. Dan selang beberapa menit tubuhnya sudah terbaring diatas kasur, jika hujannya tidak terlalu deras mungkin saja Anna akan menatap air hujan dibalik jendela sampai pagi nanti.
Tak jauh darinya, Anna melihat ponsel yang berdering, ada sebuah notif pesan dari Facebook. Tak seperti biasanya, Anna merasa penasaran sudah lumayan lama tak ada yang menghubunginya Melalui Facebook.
Malam itu waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB, Anna langsung membuka notif pesan dengan penasaran. Tiba-tiba kedipan matanya terhenti di depan layar telepon miliknya, seolah tidak percaya, dan terus mengulangi untuk memastikan bahwa pesan berasal dari nama itu, sungguh Anna mati kutu, perasaannya campur aduk entah senang, sedih dan ragu. "Benar, ini dari dari masa lalu." ungkapnya lirih.
***
Terdengar ketukan di pintu kamar. "Siapa?" tanya Anna.
"Lala." balas suara pelan dari balik pintu, sebelum pintu kamar itu dibuka. Seorang perempuan berperawakan tinggi, tetapi dengan tubuh yang terlalu kurus untuk ukuran tinggi badannya, muncul di ambang pintu.
Lala, sahabat dekat Anna satu-satunya, baru akan melangkah masuk. Lala melihat sosok Anna yang sangat aneh, tapi ia mengurungkan niat untuk bertanya mengenai tingkah sahabatnya yang tak seperti biasanya. Lala segera mengambil posisi di atas kasur dan tatapannya tidak berpaling menuju sahabatnya, Lala masih sempat menanyakan suatu hal tapi Anna tak menghiraukannya.
Mata sayu Lala makin menyipit ketika melihat ekspresi lerah di wajah Anna. Sejak tiba di rumahnya 15 menit yang lalu, setelah praktikum di lab selesai. Anna tak sedikit pun menghiraukan kehadiran Lala, hanya sekedar menyuruh nya masuk ke kamarnya.
Anna masih di posisi yang sama, bersandar di dinding pojok kamarnya sambil sibuk dengan teleponnya. Sesekali, senyum tipis sendiri dan seakan menahan kegirangan yang tak terukir di sana, membuat Anna membenamkan wajah dibantal dengan salah tingkah.
Lala tegur Anna "Hati-hati, Ann. kesambet jin ya, apa, kenapa, sih? dari tadi sibuk main handphone dan cengar-cengir sendiri. Aku mulai takut, Iho."
Anna melirik ke arah lala, sambil menggelengkan kepalanya.
Masih dengan senyum lebar di wajahnya.
Lala yang terus memperhatikan tingkah aneh sahabatnya, sembari menebak-nebak apa yang terjadi pada Anna.
Belum sempat kembali melempar pertanyaan, dalam hati lala bertanya-tanya melihat rona merah muncul di wajah sahabatnya itu.
"Kenapa tuh, anak?" gumam lala tak henti sambil kembali menghadap
Sahabatnya, dan dahinya makin berkerut melihat rona yang semakin muncul di pipi Anna. "Mukamu kenapa sangat merah? tanya Lala.
Anna kembali membenamkan wajahnya dibantal seraya berkata. "Masa laluku datang kembali" ucapnya dengan suara teredam.
Lala sontak ternganga. "Serius?" tanyanya tidak percaya.
"Bukankah kamu sangat membencinya, lalu kenapa sekarang kamu terlihat sangat senang" seru Lala kaget bercampur penasaran. Lala tahu kalau Anna masih mengharapkan Lelaki itu dari sejak lama.
Anna menatap Lala, sambil menunjukkan raut muka sedih bercampur haru, "Aku juga tidak pernah menyangka kalau rasa suka Itu akan mengalahkan rasa kecewa pada Awan yang pernah ada." serunya lirih.
***
Kemarin malam menjadi saksi hadirnya rasa sekuat dan selembut sutra kembali menghiasai hidup Anna. Sontak terkaget, mengapa Awan datang lagi dalam hidupnya? entah, hadirnya memang selalu dia tunggu sejak dulu. Rasa nyaman itu tetaplah sama meskipun Anna dan Awan belum pernah bertemu usai SMA, selain itu banyaknya kesamaan yang mereka miliki sehingga terus meyakinkan Anna untuk melanjutkan rasanya yang pernah ada, dan entah sampai kapan Anna bisa bertahan dengan rasa yang sama. Ia seringkali berfikir untuk menyerah dan tak mau lagi bertahan dengan kerumitan rasa ini, dan pada akhirnya Anna tetap lah menjadi manusia yang terus mengalir mengikuti jejak yang telah Allah berikan dengan ikhlas.
Ini Awan yanga kamu kagumi saat di SMA? "Ini Awan yang kamu lupakan, kan? Awan abdullah?
Anna mengangguk. "Emang ada Awan lain yang kita kenal?"
"Ya nggak sih, siapa tau ada yang lain." Lala mengepak jidatnya sendiri,
masih menatap Anna tidak percaya. "Jadi, apa yang terjadi?"
"Sejak kapan Awan menghubungimu?" tanya Lala, kali ini murni penasaran.
Anna lalu menceritakan kejadian tadi malam saat dia mendapat pesan melalui Facebook dari Awan, yang awalnya sapaan hangat perihal kabar, hanya obrolan ringan, tiba-tiba berubah menjadi obrolan yang nyaman seperti membahas perihal kehidupan masing-masing, Anna sungguh amat merindukan masa dimana mereka sering bercerita dan duduk berdua dikursi.
Reaksi Lala tentu saja kaget bercampur haru ketika mendengar pernyataan sahabatnya yang bercerita penuh dengan cinta. Anna bahkan sangat yakin kalau Awan sesempurna itu dimatanya.
Lala menjawab "it's oke, Ann. Kamu harus berhati-hati, yakin kalau laki-laki itu memang baik, dan akan menerima kamu suatu saat nanti."
Anna menundukkan kepalanya, lalu menjawab "Iya, tentu saja aku akan belajar ikhlas dan tak berharap lebih, setidaknya hanya untuk mengobati rasa rinduku saja, dengan bertegur sapa lagi sudah cukup bagiku insyaallah." tegas Anna.
Lala melongo beberapa saat, sebelum melepaskan tawanya.
"Ann, Bener-bener ya, kamu. Dari sekian banyak cowok di kampus yang tertarik sama kamu, bisa-bisanya malah balik ke masa lalumu, siapa namanya aku lupa. Menurutku cakepan kak Nafis si pengagum rahasiamu."
"Tapi ketahuan!" sontak Anna dan Lala sambil tertawa bersamaan.
Anna sambil geleng-geleng kepala. "Awan, teman SMA-ku. Tapi, aku juga nggak bisa membohongi perasaan aku, la. Awan berbeda, ia orangnya tenang, membuat aku jadi ikut adem dan nyaman kalau dekat dia, aku bersyukur telah mengenalnya meskipun hanya sebatas teman, dan dia tidak tahu kalo aku memiliki perasaan lebih untuknya. Jujur saja sebenarnya Awan gak pernah salah selama ini aku yang terlalu berharap, padahal Allah punya rencana baik untuk aku dan Awan."ungkap Anna.
"Yah, aku sih dukung aja, kalau itu pilihanmu untuk mengenal kembali pangeranmu yang dulu, semoga doanya di dengar sama Allah" ledek Lala.
Membuat wajah Anna semakin merah.
Dalam hati, Anna meng-Aamiini. Semoga Awan benar-benar yang terakhir untuknya dan menjadi imam pilihan Allah.
***
___________________
To ... Be ... Continue ....