Chereads / Awan dari Masa Lalu / Chapter 6 - Kalau Saja Aku Mampu

Chapter 6 - Kalau Saja Aku Mampu

Banten, 17 Mei 2020

"Anna!"

Perempuan berkerudung hitam itu menoleh ke asal suara Kak Nafis, di ruangan alat Laboratorium Biologi. "Kenapa kak?" tanya Anna nyaris tidak terdengar, tetapi ia yakin kak Nafis bisa membaca gerak bibirnya.

"Laporan sudah selesai?"

Anna menjawab "Belum selesai kak?" sambil tersenyum malu. Ia mengembalikan pandangan ke hadapan seraya membereskan alat Laboratorium yang usai dipakai oleh semua praktikan di Laboratorium.

suasana kembali hening, kak Nafis pergi meninggalkan Anna tanpa pamit.

Praktikum baru saja usai, Anna ada janji dengan Lina, teman kelasnya di Biologi. Mereka hendak membahas les privat yang akan dikelola oleh lembaga belajar.

Sejak kuliah Anna sudah mendapat uang saku dari hasil mengajar. Pendapatan biasa ia gunakan untuk keperluan kuliah dan jajan tambahan. Ia sadar diri, ayahnya yang seorang guru SD seringkali kurang tercukupi membiayai empat orang anak.

Ketika berhasil masuk kuliah lewat jalur SNMPTN dan mendapatkan beasiswa, Anna tidak pernah meminta uang jajan ke ayahnya. Hingga sekarang ia berusaha memenuhi kebutuhan kuliah dari hasil mengajar les privat.

"Ann, udah belum?" Tiba-tiba Lala duduk di kursi kosong di samping Anna.

"Udah." Anna membereskan catatan hasil diskusinya dengan Lina. "Kenapa?"

Lala cengengesan. "Ada yang mau ketemu sama kamu, Ann."

Anna beranjak berdiri. "Memangnya siapa?" Pertanyaan yang sudah bisa ia tebak jawabannya.

"Kak Nafis" rayunya seraya ikut bangkit.

Anna menarik napas pelan. "Bukannya tadi dia meninggalkanku tanpa pamit." Ia melangkah keluar ruangan.

"Yah ... Ayolah, Ann. Ini permintaan kak Nafis," kilahnya sembari menyejajarkan langkah.

"Aku nggak bisa kalau sekarang." Anna merasa risih, Lala terus mengikutinya ketika menyusuri koridor kampus.

" Yaudah kak Nafis ke rumah kamu aja pulang kuliah."

Mata Anna membulat menatap Lala. "Mau ngapain?"

"Ya ngambil laporan."

"Eh, nggak usah, bukannya laporan dikumpulkan besok kolektif."

"Terus gimana dong, ini amanah dari kak Nafis?" Lala memelas.

Ana merasa tidak tega. "Besok pagi-pagi sekali aku ke kampus."

Lala mendecak pelan, kecewa rencananya tidak berhasil, padahal berharap bisa membuat Anna dengan kak Nafis lebih dekat.

"Beneran pagi, ya?"

"Iya."

"Sip. Makasih, Ann." Lala tersenyum semringah sembari berharap besok pagi di Laboratorium hanya ada Anna dan kak Nafis.

Lala masih saja membuntuti Anna, beberapa pasang mata memperhatikan mereka.

***

Bukan tanpa alasan Anna menghindari Kakak kelas satu jurusannya itu. Beberapa temannya sudah mengingatkan agar tidak memberi perhatian lebih ke kak Nafis, karena laki-laki itu punya hati untuknya. Entah dari mana kabar burung itu beredar.

Ia memperlakukan Kak Nafis selayaknya kakak tingkat biasa, mereka dekat karena menjadi Asisten dan praktikan di Laboratorium. Hanya itu. Sama sekali tidak terpikir untuk akrab. Sekarang ia berusaha menjaga jarak agar kak Nafis tidak salah paham.

"Assalamu'alaikum." Pandangan Anna tertuju di depan pintu tepatnya dekat rak file.

"Wa'alaikumussalam." Kepala Kak Nafis menoleh ke pintu masuk. "Eh, Anna. Ayo duduk!"

Anna tersenyum kecil. Ada dua orang di sana. Selain kak Nafis ada kak Randy, anak Biologi satu angkatan dengannya. Sama-sama Asisten praktikum Biologi.

Anna duduk dan bergerak tidak nyaman di kursi. Agak risih, karena tatapan kak Nafis padanya selalu berbeda.

"Karena Anna sudah datang, kita langsung mulai saja." kak Nafis memimpin pertemuan kala pagi itu. "Kenalan dulu. Ini Anna, Biologi '17."

Anna mengangguk singkat ke Kak Nafis dan kak Randy. Kak Randy balas mengangguk.

"Ini kak Randy, Biologi'15, ketua Asisten praktikum Biologi.

Kak Nafis menjelaskan secara singkat tentang hasil laporan Anna yang selalu mendapatkan penilaian baik dari ia maupun Asisten laboratorium lainnya. Rencana kak Nafis dan kak Randy akan mempercayakan Anna untuk menjadi Asisten laboratorium untuk angkatan di bawahnya. Peluang tersebut disambut baik oleh Anna. Kak Nafis memimpin dan mengarahkan jalannya menjadi seorang Asisten laboratorium.

"Jadi bagaimana? Bisa, Ann?" Pandangan Kak Nafis beralih ke Anna dengan dipenuhi arti yang lain

"Insya Allah bisa, Kak."

"Baiklah, untuk pertemuan berikut akan kita bicarakan teknisnya," tutup Kak Nafis sambil menundukkan pandangannya.

Kak Nafis tahu ini kesempatan terakhir untuk mencuri pandang ke arah Anna, sebelum mereka berpisah.

"Terima kasih untuk kehadirannya," lanjut kak Nafis mendongak. Pada saat yang bersamaan, Anna melakukan hal serupa. Pandangan mereka bertemu.

Hanya satu detik sebelum masing-masing mengalihkan pandangan.

Dada Anna berdebar pelan. Entah kenapa tatapan Kak Nafis barusan membuatnya gugup. Mengingatkan kepada seseorang yang sedang ada dipikirannya. Segera ia beranjak berdiri dan mengucapkan salam. Matanya tidak berani menatap laki-laki yang berwibawa itu.

***

Kelas siang akan dimulai dua puluh menit lagi. Anna memanfaatkan waktu dengan membaca materi yang akan dipelajari di kelas. Kadang ia suka berkumpul dengan teman-teman satu jurusan di antara waktu kuliah. Kali ini ia tidak sendiri, ada satu teman sekelasnya yang bersamanya. Anna membaca dengan suara terdengar olehnya saja. Baru satu lembar tiba-tiba lisannya berhenti.

"Ann!" Lala mengagetkan nya dari arah belakang.

Anna terpaku. Ia memejamkan matanya. Memastikan memastikan kalo hatinya sudah tidak merasa kaget lagi.

Dadanya berdebar kencang. Ia menurunkan buku dan meletakkan di pangkuan. Ia beringsut mendekat ke arah dinding. Sambil menatap sahabatnya yang usil itu. Ia sudah terbiasa mendengar teriakan tidak jelas dari Lala.

***

Beberapa teman satu jurusan menganggap Anna kurang bergaul karena jarang ngobrol atau ngumpul bareng. Mungkin ada benarnya. Ia tidak terlalu suka membuang waktu untuk hal yang tidak manfaat. Dari pada nongkrong tidak jelas, ia lebih memilih menghabiskan waktu bersama temannya Lala, merencanakan program privatnya dengan Lina.

Ketika hendak masuk kelas, ekor matanya menangkap sesuatu. Ia melirik sekilas. Pandangannya tertuju ke seseorang laki-laki yang sedang berjalan Tiga meter di hadapan. Kak Nafis mengalihkan pandangan dengan desir halus merayapi hatinya. Ia langsung masuk ke kelasnya.

Anna berusaha mengenyahkan apa yang baru dilihatnya barusan.

"Anna ada apa denganmu, bukannya hatimu sudah tidak kosong, Awan gimana?" gerutu Anna dalam hati.

Sejak pertemuan terakhir, pandangan kak Hanif semakin mempunyai arti yang amat mendalam. Apakah itu tanda kalau ia sangat menyukai Anna? Atau mungkin hanya penasaran saja?

Mata kuliah konservasi dimulai. Membantu Anna melupakan tingkah kak Nafis lima menit yang lalu.

***

"Alhamdulillah." Lala sumringah. "Siapa tahu bisa ketemu sama jodohmu."

Anna mendengus pelan. Ia memang menceritakan ke sahabatnya itu perihal kejadian di laboratorium pagi tadi. "Niat aku mau jadi Asisten laboratorium, bukan yang lain." Meskipun ia berharap tidak ada niat lain dari kak Nafis yang tiba-tiba mengajak dirinya untuk menjadi Asisten Laboratorium.

"Bercanda, Ann." kilah Lala seraya tertawa pelan. Ia tahu sahabatnya itu masih menyimpan kebingungan. "Ya udah, sampai ketemu besok di kampus."Lala hari itu tidak menginap di rumah Anna, karena ada acara keluarga di rumahnya, sehingga ia memutuskan untuk pulang.

***

________________

To ... Be ... Continue ....