Chereads / Awan dari Masa Lalu / Chapter 12 - Kamu Berbeda

Chapter 12 - Kamu Berbeda

Banten, Februari 2019

Besoknya Anna tiba di kampus, momen tadi malam dengan cepat ia hempaskan. Laboratorium biologi memiliki sekretariat yang berada di depan, berdekatan dengan masjid kampus. Antara ruang dipisahkan oleh tembok cat putih. Ketika rapat dimulai mereka hanya mendengarkan suara ketua umum Laboratorium. Apabila diperlukan, komunikasi detail bisa dilakukan dengan izin terlebih untuk menyanggah pernyataannya.

Suasana hening, hanya bunyi AC yang sedikit nyaring terdengar.

"Ehem."

Anna bertambah gugup mendengar suara kak Nafis yang sedari tadi mencuri-curi pandang padanya. sebagai wakil ketua umum Laboratorium Biologi, hari itu ia menggantikan peran kak Randy sebagai ketua umum. Anna sungguh tidak merasa nyaman.

"Bisa dimulai, kawan?"

Anna menarik napas panjang. "Insya Allah." Ia menata suara agar tidak gemetar.

"Baik. Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikumussalam warrahmatullahi wabarakatuh," jawab Anna lirih.

"Seperti yang kalian ketahui, saya dan kak randy ditugaskan oleh dosen pembina Laboratorium di divisi projek praktikum terbaru," jelasnya. "Rapat kedua ini untuk membahas program internal. Setelahnya kalian bisa membawa hasil pertemuan kedua praktikum untuk direalisasikan."

Anna mengangguk mengerti.

"Ini draft program dan modul yang sudah saya buat dan dibantu oleh Anna untuk semester ini. Silakan bisa kalian baca terlebih dulu."

Selembar kertas dan lembaran modul di arahkan ke anggota asisten lainnya melalui Anna. Ia meraih kertas dan memberikan kepada yang lainnya.

"Bagaimana, ada yang mau ditambahkan?"

Anna menggeleng. "Tidak. Insya Allah saya sepakat dengan program yang kak Nafis buat." Suaranya lebih rileks, dan lainnya mengikutinya.

"Baik, kalau begitu kita bahas per program."

"Baik."

Selama tiga puluh menit ke depan mereka membahas detail. Pikiran berbalas pikiran. Ide ditumpahkan merancang strategi praktikum ke depan.

"Saya pikir cukup dulu untuk hari ini. Insya Allah dua pekan lagi kita kembali rapat untuk evaluasi."

"Insya Allah."

"Baiklah. Kita tutup dengan mengucap hamdalah, dan doa penutup majelis."

"Subhaanakallhumma wa bihamdika asyhadualla ilaahailla anta astaghfiruka wa atuubu ilaiik," doa Anna lirih.

"Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikumussalam warrahmatullahi wabarakatuh."

Anna mengembuskan napas lega. Akhirnya selesai juga. Ia sempat deg-degan awal tadi. Untunglah semua berjalan lancar.

Ia tidak menyangka takdir selalu mempertemukan mereka kembali. Apalagi setelah menjadi Asisten beberapa waktu lalu dan sesuatu yang tidak ia harapkan terjadi.

Anna masih menyimpan rasa ingin tahu tentang perihal perasaan dirinya sendiri, di sisi lain dia masih sangat mengharapkan Awan, tapi di sisi yang lain pula kak Nafis sudah sangat tulus mengaguminya sejak ia menjadi mahasiswa baru, tapi sayangnya kak Nafis selalu memilih diam dan tidak mengungkapkannya, apa memang semua laki-laki sperti itu, begitu pun dengan Awan tak ada bedanya. Pikir Anna dalam benaknya.

Ketika itu mereka tengah bersiap untuk memulai praktikum kedua mata pelajaran Bioteknologi di Laboratorium Biologi berlangsung.

"Siapa yang memimpin praktikum kali ini, Ann.?" ledek Lala sembari berpura-pura melongok ke arah kak Nafis.

Anna mencebik. "Shhh ... sudah mau mulai." Tidak dipungkiri ia semakin tidak merasa nyaman jika berdekatan dengan kak Nafis.

Semua praktikan di kondisikan dengan rapih dan disiplin. Duduk bersama dengan masing-masing kelompoknya. Tidak memberikan toleransi kepada praktikan yang terlambat. Anna ikut menjadi kedisplinan praktikan agar praktikum berjalan dengan lancar.

"Bismillahirrahmanirrahahiiim."

Seketika hening. Praktikum di mulai membuatnya terhanyut dalam praktikum yang sangat ia sukai. Tanpa terasa sudah di pertengahan jam praktikum. Ia hampir tidak merasa lelah sedikit pun.

***

Selesai praktikum, Lala yang sedari tadi menunggu sahabatnya di Masjid, dan akhirnya mereka pergi ke arah kantin untuk makan siang. Ketika sedang menyuap nasi, tanpa sengaja ia mendengar perbincangan salah seorang praktikan dengan temannya di ruang makan kantin.

"Nel, tadi aslab siapa yang jadi pemimpin praktikum?"

"Kenapa, kok kepingin tahu?"

"Nggak, mau tahu aja. Kakak yang baik bukan? Nggak nyangka sampai ada yang baik banget begitu. Senyumannya juga masya Allah."

"Iya, beliau memang sering jadi rebutan. Waktu pertama praktikum juga aku diarahkan dengan baik olehnya. Sering menjadi pujaan kaum hawa"

"Ooo ... siapa tahu kak Nafis itu masih jomblo."

"Setahu ku dia menyukai seorang Aslab juga kok."

"Ooo ... tadinya mau aku pepet." terdengar suara tawa yang amat riang.

Anna menajamkan pendengaran. Nampaknya adik tingkatnya itu akan menyebutkan namanya.

"Siapa?"

Jantung Anna berdebar pelan.

"Aku juga belum tahu"

Deg!

Ia masih memroses informasi yang baru diterima. Belum percaya banyak sekali pemuja rahasia kak Nafis, sedangkan ia selama ini tidak meresponsnya sama sekali.

Anna tersentak ketika Lala menyenggol bahunya pelan. Sahabatnya itu juga mendengar pembicaraan barusan. "Beneran, kan. Sepupu aku itu ... Pangeran?" ejek Lala pada Anna.

Anna mengangkat bahu, ia sendiri masih belum yakin. "Iya, kali."

Lala tersenyum simpul. "Wah, jodoh banget sama kamu, Ann. Sama-sama

Asisten."

"Shhh...." Anna meletakkan telunjuk di bibir. Jangan sampai terdengar yang lain.

Sahabatnya itu tertawa kecil sembari menutup mulut.

Anna menarik napas pelan mengingat hal itu. Sekarang ia sudah tahu perihal kak Nafis banyak penggemarnya. Bukan hanya itu. Ia penasaran apakah yang di kagumi kak Nafis seorang asisten adalah benar dirinya?

Ia tidak berharap banyak, hanya saja memang benar kode- kode itu mengarah padanya, apalagi kisah cokelat yang diberikan olehnya.

Ketika tahu Anna bertugas sebagai Asisten laboratorium, Lala sempat berkomentar.

"Ya ampun, Ann. Kamu sama Kak Nafis Cocok lah...," candanya dengan senyum dibuat memelas.

Sebenarnya bukan tanpa alasan sahabatnya mengatakan hal itu. Kak Nafis memang terkenal baik, bijaksana dan tegas. Laki-laki dengan alis tebal itu sangat kalem pula. Awalnya Anna sempat khawatir bagaimana bila seiring berjalannya waktu sering bertemu dengan kak Nafis kelak. Tetapi setelah rapat barusan, tidak begitu buruk. Ia mengagumi sikap gamblang yang ditunjukkan.

Seharusnya laki-laki memang seperti itu. Tidak mencla-mencle.

Setelah memastikan barangnya tidak ada yang tertinggal, Anna dan Lala beranjak berdiri dan keluar dari kantin. Setelah ini ia langsung pulang karena tidak ada kelas.

Saat melewati pintu Laboratorium yang terbuka sedikit Anna tergoda untuk melirik.

Tetapi dienyahkan keinginan itu. Ingat, Anna. Jaga hati, ada Awan. Batinnya.

Anna menarik napas dan melanjutkan langkah. Sepertinya ia harus mempercepat langkahnya agar hatinya tetap lurus.

Lala memicingkan senyumannya pada Anna, ia yang terus memperhatikan tingkah aneh sahabatnya, sembari menebak-nebak apa yang terjadi pada Anna setelah menengok ke arah Laboratorium.

Belum sempat melempar pertanyaan, dalam hati Lala bertanya-tanya melihat rona merah muncul di wajah sahabatnya itu.

"Ada apa dengan Anna?" gumam Lala tak henti sambil kembali memandang Anna dari samping, dan dahinya makin berkerut melihat rona yang semakin muncul di pipi Anna. "Mukamu kenapa sangat merah? tanya Lala.

Anna memalingkan wajahnya dengan kecepatan kilat, seraya berkata. "Berbeda ...," ucapnya dengan suara teredam

***

________________

To ... Be ... Continue ....