Banten, Februari 2019
Kak Nafis mengembuskan napas lega ketika Anna sudah tidak berada di sana. Sambil menyandar, wajahnya tertunduk sambil memainkan pulpen dan menatap notula rapat. Ia tidak tahu harus senang atau takut ketika mengetahui satu projek dengan adik tingkatnya itu. Ia tidak pernah merencanakan, tetapi perasaan sudah tidak terbendung lagi. Ini mungkin prosesnya apakah bisa mengejar dan menanti waktu seorang perempuan yang mencuri perhatiannya.
Tidak dipungkiri, raut ayu Anna terbayang selama rapat tadi. Suara Anna yang pelan dan tegas terdengar bagai alunan merdu di telinga. Kak Nafis hampir tidak konsentrasi tadi.
Ia khawatir hatinya tidak bisa menahan lagi. Hal ini tidak boleh terlalu berlarut-larut. Ia takut tidak bisa menerima jika perempuan itu tak memiliki rasa yang sama dengannya.
Kak Nafis berjanji dalam hati untuk tetap menunggu waktu yang tepat. Cara paling mujarab adalah memenuhi hati dengan dengan kesabaran sampai tidak ada ruang untuk yang lainnya.
Kak Nafis menarik napas panjang. Hati siapa yang hendak dibohongi? Ia menginginkan Anna.
Kak Nafis tersenyum sedikit. Ia menoleh ke arah jendela Laboratorium, sembari dalam hati dan pikirannya sedang mencari-cari sosok yang sedang ia nantikan.
Ketika masuk ruangan Alat Lab, ia langsung mengambil posisi duduk di kursi yang pernah Anna duduki. Ia membuka laci lalu mengeluarkan alat-alat yang waktu itu pernah Anna pegang. Ia membayangkan seketika hadir Anna tepat di depannya sedang membereskan alat-alat lab dan tersenyum padanya.
Sebentar lagi. Rasanya tidak sabar. Dua hari kedepan akan ada jadwal praktikum lagi yang akan mempertemukan mereka. Selain karena ingin aktif di projek lab. Bukan berarti tak lepas harapannya untuk selalu melihat sosok perempuan yang ia idamkan sejak lama.
Kak Nafis menarik napas panjang. Hatinya jujur penasaran. Ternyata ia sungguh mengagumi sosok Anna. Ia mendecak dan kembali mengoreksi beberapa laporan Asisten Laboratorium terkait berjalannya praktikum.
Namun perasaan semakin tak terbendung, semilir ingin mendengar suaranya begitu tak tertahankan.
"Mungkin, ini yang namanya nyaman. Berlama lama bersamanya. Tak melakukan apa apa. Selain saling diam menatap keheningan. Atau melihat satu Benda yang sama dan dalam ruangan yang sama. Menikmati momen diam yang lama. Kak Nafis tidak perlu apa apa lagi untuk merasakan bahagia, meskipun ia tak Tahu dengan rasanya Kala itu.
Berjam jam tanpa suara, masih bisa membuat keduanya berasal dalam waktu yang sama. Lelaki itu senang menatap seorang gadis tepat di depannya yang tiba-tiba menatap balik meski hanya hitungam detik. Dimatanya, kak Nafis terbayang selalu merasa lebih baik, ia tak pernah merasa sendiri, selalu punya teman, bahkan saat Anna sudah pulang. Di kepala Kak Nafis gadis itu diajak ke mana mana. Mendatangi tempat tempat tak terduga.
Itulah alasan, kenapa kak Nafis selalu ingin bertemu dengannya. Kak Nafis suka sorot matanya yang menenangkan. Atau sekadar meliriknya tanpa Anna tahu. Kak Nafis sudah Tahu seluruh raut wajahnya, Cara Anna tersenyum, cemburut, dan sedih. Lalu, Kak Nafis diam untuk waktu yang lama. Menikmati lamat lamat kebersamaan dengannya. Memandang hal yang ada di pandangan. Meski sibuk dengan pikiran masing masing. Namun, Ia tak pernah merasa resah ketika bersamanya.
Hingga hari ini, Kak Nafis masih suka melakukan hal yang sama. Selalu menerka nerka isi kepala. Tanpa pernah menuntut. Tanpa pernah membahas hal hal lain. Kak Nafis hanya menikmati suasana yang membuat dirinya dan Anna larut. Meski bisa saja kehilangan datang seketika, tetapi Kak Nafis tetap percaya. Rasa nyaman ini adalah bahagia. Lalu kenapa harus takut, kalau akhirnya dirinya dan Anna mungkin saja saling jatuh cinta? " peperangan dalam pikiran Kak Nafis sedang berlangsung.
"Untuk praktikum ketiga selanjutnya sudah siap?" tanya kak Randy yang tiba-tiba menghampiri nya dari arah ruangan strelisasi.
Mereka duduk melingkar di satu meja, membahas praktikum lanjutan yang sebentar lagi.
"Alhamdulillah ... Aku sudah menyusun modul ketiga hanya perlu revisi saja, ada perbaikan nanti aku kabarin lagi," jelas kak Nafis. Ia menjabat ketua bidang pembinaan di laboratorium. Mengadakan projek adalah salah satu program bidangnya.
"Anna gimana?" Kak Randy melirik Kak Nafis dengan senyuman jail pada temannya.
"Insya Allah doakan saja, kalau sudah jalannya, pasti dimudahkan. Sedang di usahakan," jelas kak Nafis sambil tertawa penuh harap.
"Aamiin, ayolah sangat cocok denganmu?"
"Insya Allah, semoga tidak ada halangan." sahut kak Nafis sambil tersipu malu.
"baiklah semoga takdir baik untukmu"
"Insya Allah." kak Nafis mengangguk.
Mereka membicarakan perihal program yang diselingi oleh topik sosok perempuan yang di kagumi Kak Nafis sampai tiga puluh menit ke depan. Setelah pembicaraan selesai, kak Nafis beranjak berdiri. Sebentar lagi kuliahnya dimulai. Ia pamit dengan kak Randy yang sedari tadi tak berhenti menggodanya perihal wanita pujaannya.
Selama perjalanan menyusuri koridor kampus ia menundukkan pandangan, fokus menatap jalan di hadapan. Beberapa teman satu jurusan menganggapnya kurang bergaul karena jarang ngobrol atau ngumpul bareng. Mungkin ada benarnya. Ia tidak terlalu suka membuang waktu untuk hal yang tidak manfaat. Ia lebih memilih menghabiskan waktu di Laboratorium, merencanakan program projek praktikum ke depan. Projek harus direncanakan dengan matang. Perlu ada pembaruan dan menyesuaikan dengan ketentuan dosen.
Sejak pertemuan terakhir, pandangannya sering menemukan bayangan Anna itu di penjuru kampus. Apakah itu tanda kalau ia sangat tergila-gila padanya? Atau mungkin hatinya terlalu berharap banyak?
Kak Nafis kembali beristighfar. Ia harus komitmen dengan keputusan. Jangan sampai mengutarakan isi hati dengan cinta yang belum waktunya.
Mata kuliah metodologi penelitian. Membantu Kak Nafis melupakan Anna.
***
Jam kuliah selesai, Kak Nafis segera bergegas untuk pergi menemui Lala sepupu satu-satunya itu untuk sekedar menanyakan perihal tentang Anna lebih dalam. Tiba-tiba telepon kak Nafis berdering. Ternyata dari Lala.
"Assalamualaikum ...,kak. Aku hari ini belum bisa ketemu," beritahu Lala pada kak Nafis di telepon. "Waalaikumsalam ... Baiklah tidak apa-apa."
Ia bersyukur memiliki sepupu yang sangat dekat dengan wanita idamannya bahkan sangat mendukung niatnya untuk mengenal Anna lebih jauh. Bukan tanpa alasan kak Nafis bersikap sangat baik pada Lala karena ia sangat membutuhkan Lala untuk memperjuangkan cintanya. Sejak dulu memang kak Nafis sudah menganggap Lala sebagai adik perempuannya, jadi sudah tak hiraukan lagi keakraban mereka, seringkali mereka pemuja rahasia ka Nafis dibuat iri oleh Lala. Ia tidak pernah menghiraukan yang lainnya selain mendukung sahabatnya dengan sepupunya kelak akan bahagia bersama.
Kak Nafis mendengus pelan. Ia memang niat untuk bertanya perihal masa lalu Anna beberapa waktu lalu. "Niat aku mau menanyakan masa lalu Anna padamu La. "
"Maaf, kak. Aku ada urusan," kilah Lala seraya tertawa pelan. Ia tahu sepupunya itu masih menyimpan penasaran. "Ya udah, sampai ketemu besok di kampus." kak Nafis dan Lala kerap bertemu di kantin untuk sekedar membagi makanan dan makan siang bareng.
"Insya Allah. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Setelah meletakkan telepon, Kak Nafis beranjak ke Lab lagi untuk menyelesaikan pekerjaannya.
***
________________
To ... Be ... Continue ....