Chereads / Awan dari Masa Lalu / Chapter 18 - Cara yang Sederhana

Chapter 18 - Cara yang Sederhana

Semarang, Maret 2019

Awan mengerjap beberapa kali, berusaha membuka pelupuk yang terasa berat. Silau. Ia kembali menutup matanya. Batinnya, tubuh terasa remuk redam, usai perjalanan dengan mengendarai kereta yang menghabiskan waktu kurang lebih seharian. Ia menyingkap mata perlahan. Kepalanya terasa pusing, punggungnya terasa kaku. Pikirannya langsung tertuju pada salah satu wanita yang sedang ia rindukan.

Awan mencoba menggerakkan kepala, tetapi merasakan sesuatu yang mengganjal. Sulit digerakkan. Apakah ini sebuah perjuangan untuk menuju kesuksesan? tanya Awan dalam hati.

Tidak lama pintu terbuka, sosok laki-laki berperawakan tinggi muncul di ambang pintu kamar.

Awan kaget dan dengan cepat menghampiri sahabat kecilnya, Doni yang sudah memberikannya tempat tinggal selama di Semarang. "Wan. Alhamdulillah, kau sudah bangun, bagaimana keadaaanmu?" Doni menepuk pundak sahabatnya kecilnya.

"Don, makasih kamu sudah memberi tempat singgah selama aku disini," bisik Awan lemah. Ia merasa sudah sangat merepotkan sahabatnya itu.

"Nggak apa-apa, santai kamu sahabatku dari kecil" sahut Doni sambil tersenyum....

Awan berusaha menarik kedua sudut bibir yang terasa kaku. Kepalanya terasa berputar, padahal ia sedang duduk saja.

"Sudah, istirahat lagi, besok mulai pamerannya, kan?" Doni mengkhawatirkan sahabatnya.

"Don, kamu dulu kampusnya di Banten, kenapa bisa pindah ke Semarang?" tanya Awan penasaran, sembari mengingat bahwa Doni satu kampus dengan Anna.

"Ada satu alasan yang belum bisa aku jelaskan, Wan." jawab Doni sambil mengernyitkan keningnya.

Awan menoleh ke arah sahabatnya itu. "Kenapa?"

"Entah sebenarnya aku malu menceritakan hal itu, karena sangat memalukan, hanya saja aku yang membuatnya rumit sendiri, tapi aku bersyukur, sekarang sudah mulai bisa mengikhlaskan,"

"Baiklah, tidak apa-apa, ku tunggu kau siap untuk bercerita saja, ngomong -ngomong kuliahnya gimana?" seru Awan untuk mengalihkan pembicaraan dengan suasana yang mulai canggung, karena rasanya ia terlalu berlebihan sudah bertanya privasi sahabatnya itu.

"Alhamdulillah lancar, sekarang aku lagi sibuk magang di salah satu perusahaan textil." jawab Doni sembari menyembunyikan rasa gugup dan malunya, Doni berharap Semoga ia telah melakukan hal yang benar. Ia hanya ingin melupakan masa-masa itu, toh sudah menjadi keharusan ia bangkit dari keterpurukan yang akarnya adalah sebuah percintaannya yang tak terbalas oleh seseorang perempuan. Doni mencari pembenaran untuk sikapnya, ia hanya takut ditertawakan oleh sahabatnya itu. Ia segera menutup pembicaraan dengan Awan sembari menepuk pundaknya lagi "Selamat istirahat, Wan!"ia bergegas keluar kamar yang ditempati Awan, kebetulan kamar satu kos dengan Doni lagi kosong, dan Doni berinisiatif untuk memberikan penginapan yang berbeda kamar untuk Awan selama di Semarang dengan harapan Awan merasa nyaman dan istirahat yang cukup, mengingat kasur yang ia miliki hanya cukup untuk tidur seorang diri.

"Oke, kau juga istirahat, don!" seru Awan dengan masih menyimpan rasa penasaran dengan sahabatnya yang telah menggantung sebuah rahasia.

Awan menutup pintu perlahan. Netranya langsung menangkap telepon yang sedari tadi ia charger diatas meja belajar, dengan gesit ia mengeceknya, itu karena bukan tak mungkin ia sedang menunggu kabar dari seseorang. Alhasil hanya ada pesan dari Fira yang sedang menanyakan kabar hari ini. Namun pesan dari seseorang yang ia tunggu tak kunjung hadir. Sebenarnya ia sangat tidak antusias untuk membalas pesannya karena sudah bisa di tebak Fira akan terus menghantuinya dengan banyak pertanyaan yang tidak penting sehingga ia merasa terganggu. Benak Awan dalam hati.

Waktu menunjukkan pukul delapan malam, Awan pun berniat untuk segera mematikan telepon untuk kembali istirahat, namun selang beberapa menit setelah menutup percakapannya dengan Fira ia mendapat notif pesan dari salah satu nama kontak yang selalu berhasil membuat hatinya merasakan getaran aneh, seolah sedang menunggu keajaiban.

"Assalamu'alaikum," salam Anna melalui pesan singkat.

"Wa'alaikumussalam." Awan dengan sangat cepat langsung membalasnya, dengan detak jantung yang tak karuan.

"Maaf mengganggu, kamu udah sampai di Semarang?"

"Oh, iya. Alhamdulillah sudah sampai, dan perjalanannya lancar," balas Awan dengan perasaan tak menentu, hingga tak sadar sedari tadi ia terus menggigit bibirnya, dengan perasaan membuncah. Awan Semakin penasaran untuk kedua kalinya Anna mengirimkan pesan terlebih dahulu.

Anna dan Awan mulai merasa canggung, selang 5 menit belum ada balasan dari keduanya, karena mereka bingung untuk melanjutkan pesan yang sudah mulai kehabisan topik pembicaraan.

"Kamu belum tidur, Ann. Sudah malam lho, apa masih sibuk?" pesan pun terkirim kembali ke Anna.

Selama berbincang lewat WhatsApp hampir tidak berani Awan melemparkan kata pujian yang umumnya di keluarkan oleh sosok laki-laki yang sedang mengagumi perempuan. Ia lebih meperhatikan percakapan perihal yang penting di bahas saja yaitu tentang keadaan di Semarang, kegiatan pameran, dan diselingi ia menanyakan kuliah dan kegiatan kampus pada Anna. Mereka larut dalam percakapan yang sangat mereka nantikan dan membuat mereka merasakan dunia hanya milik berdua saja.

Anna tersenyum sedikit. "Alhamdulillah." dalam hatinya.

Mereka berbincang cukup lama. Untuk pertama kalinya sampai larut malam.

"Wan, sudah malam ... aku permisi tutup pesan, ya." balas Anna.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat menunjukkan pukul sepuluh malam, Anna menutup percakapannya dengan Awan karena ia harus mengerjakan laporan yang teetunda kemarin.

Awan memberikan salam penutup yang berkesan dan berhasil mengantuk lubuk hati Anna paling dalam.

" Ya ... sudah, kamu istirahat, Ann. Jangan begadang, jaga kesehatan, semoga langkah dan gerakmu di permudah sama Allah. Semangat."

Anna ngeri membayangkan hatinya terasa tertusuk oleh pisau berbentuk hati, membuat senyumnya melebar ketika sedang membacanya.

"Kamu juga istirahat dan semangat untuk besok pamerannya, semoga lancar." jawab Anna sembai mengontrol jarinya mengetik suatu hal yang tak pantas ia tulis, rasanya ingin sekali mengirimkan sebuah emotikon berbentuk love, tapi sekuat tenaga ia berhasil menahannya.

Awan sangat yakin Anna membalas pesan dan menyemangatinya tidak terpaksa, ini sebuah ketulusan. Tanpa terasa hatinya berbunga, mendapat perhatian sebesar itu dari sosok perempuan yang sudah mengisi hatinya.

Awan menutup Matanya, sampai sebegitunya? Dalam benaknya sambil menata detak jantungnya untuk kembali stabil.

Ia mulai terlelap dan sakitnya berkurang dengan kehadiran pesan dari Anna. Keadaan hatinya sangat bahagia malam itu. Sungguh sudah lama ia tak pernah merasakan kebahagiaan itu. Selayaknya seseorang yang sedang kasmaran.

***

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

"Sedang sibuk, Ann?"

"Nggak, baru pulang dari kampus."

"Ooo ...." Pola itu kembali berulang. Setelah seminggu di Semarang, Awan kembali ke bandung untuk melanjutkan kuliahnya. Ia mengabari Anna lewat telepon. Sudah satu minggu sejak di Semarang, ia tak pernah absen untuk berkabar kepada Anna perihal kegiatannya disana. Ia tidak pernah membayangkan betapa bahagianya jika sudah bertemu langsung dengan Anna. Hanya Anna yang ia jadikan sebagai tempat untuk pulang, meskipun hanya lewat pesan singkat dan telepon saja. "Bagaimana kegiatan hari ini, lancar?"tanya Awan.

"Alhamdulillah lancar dan sudah hampir mau selesai periode praktikum dalam semester ini."

"Alhamdulillah, semoga di lancarkan!" balas Awan.

"Kamu udah sampai Bandung?" tanya Anna

"Alhamdulillah, sudah satu jam yang lalu baru sampai," jelas Awan.

"Alhamdulillah." Anna tidak basa-basi ketika mengatakannya.

Bertambah satu lagi kekaguman Awan pada Anna yang selalu menunjukkan perhatiannya, melalui sebuah pesan singkat.

- Ini tentang dia, seseorang yang memberikan kebahagiaan sederhana.

Aku ngerasa dia adalah ....

orang yang tuhan berikan untuk menjadi sumber kebahagiaanku kali ini perihal kenapa aku mencintai dia, itu karena dia adalah orang yang bisa membuatku tertawa dan tersenyum dengan cara yang sederhana.

Jika sudah terlalu nyaman dan menyayangi, maka sejauh dan seingin kita meninggalkannya. Pasti nanti kita akan tetap kembali kepadanya lagi.

Kadang kita hanya ingin berbagi impian dengan seseorang, membagi cerita tentang rencana-rencana yang ingin kita wujudkan. Tentang hal-hal yang kita perjuangkan demi hidup yang lebih baik. Kita berharap mendapat dukungan, atau setidaknya masukan yang baik. Agar kita punya pertimbangan yang matang dan yakin. Maka, kita pilih seseorang untuk membagi cerita dan impian itu. " benak Anna.

***

________________

To ... Be ... Continue ....