Chereads / Awan dari Masa Lalu / Chapter 22 - Sisa Waktu untuk Menunggu

Chapter 22 - Sisa Waktu untuk Menunggu

Anna tersenyum simpul. "Nggak, aku sudah yakin denga Awan, La."

Lala ikut tersenyum. "Aku doakan kamu mendapat seseorang yang terbaik pada waktunya nanti."

"Aamiin." perkataan Lala tadi membuat Anna tertegun sejenak. Perempuan baik-baik untuk laki-laki baik-baik. Ia hanya perlu memperbaiki diri, insya Allah jodoh terbaik akan datang. Walau meski itu bukan Awan sekalipun.

"Oiya, Ann. Kamu sudah dengar berita yang santer beredar di kampus?" Lala beranjak masuk ke ruang kelas untuk mengambil tas dan bersiap-siap untuk pulang dan duduk sebentar di sana. Anna mengikuti.

"Berita apa?" Anna jarang mengikuti gosip yang beredar.

"Itu ... Doni, mahasiswa angkatan kita jurusan teknis industri, yang pernah satu kelompok sama kita, Ann."

Anna mengenal Doni sebagai salah satu orang yang pernah mendekatinya dan di kecewakan olehnya. Orangnya baik, manis dan santun. Ia pernah beberapa kali mengajak Anna untuk bertemu berdua, tapi Anna selalu menolaknya "Ada apa dengan Doni?"

"Kabarnya dia sekarang sedang kuliah di Semarang setelah dua tahun yang lalu memutuskan pindah kampus, dan pekan depan ia akan ke kampus kita untuk bersilaturahmi dan sekaligus akan mengadakan seminar produk baru usahanya" bisik Lala.

"Aku baru tahu kalau Doni pindah kampus, dan kenapa kabar ini begitu gencar tersebar di kampus, memangnya ia orang terkenal?" Mata Anna melebar dengan penasaran.

"Doni itu mahasiswa berprestasi, baik, ganteng, Ann. dan ia juga pernah dicalonkan sebagai ketua jurusan, tapi entah apa yang membuatnya pindah kampus secara tiba-tiba"

Anna terlihat cemas dan gugup, sontak ia teringat masa lalunya. "Aku sungguh tidak terlalu mengenalnya, padahal dulu aku sempat dekat dengannya."

"Yah ... Aku tahu itu, menyebalkan memang, padahal aku yang menantinya tapi malah mendekatimu, dan bukannya di otakmu hanya ada Awan saja," lirih Lala sambil mendengus pelan pada sahabatnya itu.

"Terus ... kapan Doni mau ke kampus?"

"Pekan depan, memangnya kanapa, Ann?"

Anna menarik napas panjang. Ia sedang menduga-duga alasan Doni pindah kampus, apakah karena ia kecewa akan penolakan yang di lontarkan oleh Anna dulu. Dalam benak Anna, ia menyesal karena dulu terlalu mengabaikan orang-orang yang ada di sekitarnya ataupun orang yang ingin mendekatinya. Ia lebih memilih menyendiri agar tidak terwarnai dengan lingkungan, dan terlihat seperti membenci semua orang.

Teringat ketika tahun pertama kuliah pernah melihat doni satu kelompok dengannya. Benar-benar tidak punya rasa malu, Doni mengungkapkan perasaannya di depan kelas Anna. Waktu itu ia langsung menegur Doni, sayangnya Doni itu tidak menggubris dan Terus menerus mengejar Anna. Malah semakin sering ia mengganggu Anna untuk mengajak bertemu dengannya. Anna seringkali berkata dengan nada tinggi pada Doni untuk mengurus urusannya sendiri, jangan mengurus urusan orang lain.

Anna berjanji dalam hati, ia harus meminta maaf pada Doni. Karena ia sudah bersikap tidak baik padanya.

Satu jam lagi menuju adzan magrib. Anna dan Lala bergegas untuk pulang dengan segera menaiki angkot secara bersamaan. Sudah satu minggu ia pulang magrib terus, karena aktivitas di Lab sangat padat, mengingat Anna sudah terpilih sebagai wakil ketua Umum Asisten Laboratorium, pengganti Kak Nafis.

Sesampainya di rumah, Anna dan Lala membuka bungkus gorengan yang dibeli Lala di dekat masjid sebelum menemui Anna di balkon Lab. Mereka sudah merasa lapar....

***

Doni menatap kursor yang berkedip-kedip di hadapan. Ia melirik kertas di meja yang penuh coretan tangan. Ide tulisan yang berisikan materi yang akan di presentasikan pada saat seminar nanti sudah ia tuangkan, tinggal mengembangkannya dalam bentuk tulisan.

Doni mulai mengetikan jemari di atas keyboard. Pikirannya berkelana ke masa tahun pertama kuliahnya di kampus yang ada di Banten. Mencoba menghadirkan suasana pada masa itu di hatinya.

Sejak rasa kecewa hadir dalam benaknya, Doni terlalu naif dan dulu ia harus berjuang untuk melupakan sosok gadis yang sangat ia kagumi, tentu dibantu dengan salah satu jalan keluarnya yaitu ia memilih pindah kampus. Hal itu cukup membuat semua orang yang ada di sekitarnya penasaran, apa yang membuat dirinya mempunyai keputusan untuk pindah kampus padahal Semua orang tahu dengan kemampuannya yang sangat luar biasa di kampus itu, ia tak pernah membuat masalah apa pun.

Namun sekarang Doni sudah menyadari tidak ada yang salah, hanyalah dirinya yang patut disalahkan karena terlalu berharap. Begitupun dengan Anna. Ia tahu betul dengan sosok gadis itu dirinya menganggap Anna adalah salah satu perempuan terbaik yang pernah ada dalam hidupnya, namun mungkin dirinyalah yang salah menempatkan perasaannya dan terlalu menunjukkan mungkin itulah yang membuat Anna merasa terganggu olehnya. Semesta meminta untuk melepaskan padahal belum digenggam sama sekali olehnya. Dan ia merasa yakin dengan pilihannya pada saat itu. Memilih untuk mengikhlaskan perasaannya demi berjuang menyelesaikan kuliahnya. Namun ia selalu merasa malu dan tidak percaya diri ketika ada yang bertanya perihal alasan dirinya memilih pindah kampus, karena alasan konyolnya itu ia selalu menghindar ketika ada yang bertanya, rahasia terbesar disimpannya rapat-rapat oleh seorang diri.

Ketika sedang asyik mengetik, tiba-tiba lintasan pikiran hadir di kepala. Sekarang tinggal menunggu hari, berkat ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan usahanya yang sedang ia rintis. Dengan masuknya jadwal seminra ke kampus-kampus, salah satunya kampus lamanya itu, apakah ... akan bertemu dengannya? Dan ... apakah Anna itu tahu dirinya akan mengadakan seminar?

"Maaf untuk rasa yang akhirnya kubunuh paksa. Raga yang akhirnya kularikan dari luka. Juga untuk kita yang belum sempat bicara. Aku memilih untuk meninggalkanmu bukan karena cintaku sudah habis. Bukan karena rindu telah terkikis. Namun, demi hati yang juga harus kutenangkan Dari sebuah kehancuran. Rasa yang tumbuh kian merimbun periahan membuatku kewalahan meladeninya sendiri. Membuatku hampir kehabisan tenaga menjaganya yang kian manjadi. Aku hanya tak ingin mati sia-sia dengan sisa-sisa rasa ini.

Sebagai manusia yang lemah, aku hanya ingin menyadari, bahwa apa pun yang lahir di mata pasti akan turun dan berlabuh dihati hingga menyisakkan luka didalamnya. menumpuk di dada hingga pada waktunya aku pun juga harus berhenti mencoba. Aku harus menghakimi diriku sendiri, karena telah berani menunggumu selama ini. Aku juga harus melepaskan apa pun yang sebenarnya tak semudah itu untuk kubiarkan pergi. Namun, cinta adalah perkara hati; bertahan sepi, memilih mati, atau berjalan sendiri. Karena memang tak ada bahagia yang kau tawari.

Jika suatu hari kau bertanya, atau mungkin hanya sekadar mengingat. Berapa besar cintaku padamu? Sebesar keberanianku yang akhirnya meninggalkanmu. Jika saja kau tahu, entah pada hari keberapa aku akhirnya " gejolak perasaan yang kini bersemayam di dalam hati Doni.

Doni menarik napas panjang. Jangan bermain api lagi. Sudah cukup ia merasakan penderitaan sakit menahan rindu. Ia tidak mau lagi. Bukan urusannya, Anna mungkin sedang sibuk. Bukan itu tujuannya pergi silaturahmi ke kampusnya yang menyisakan kenangan pahit.

Anna tetap akan menjadi sebuah kenangan indah. Seorang gadis yang pernah mampir dihatinya dan meninggalkan jejak cukup dalam. Hanya setakat itu.

Kini, Doni merasa Allah tengah menjauhkannya dari dirinya. Terbukti tidak pernah sekali pun bertemu dengan gadis itu lagi. Sampai sekarang.

***