Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Bukan Salah Rasa

SA_20
280
Completed
--
NOT RATINGS
93.7k
Views
Synopsis
Kisah anak-anak remaja yang beranjak dewasa, dimana masing-masing dari mereka memiliki masalah hidupnya masing-masing. Refan, Reisya, Ruri, Simon, Miko, Zahra, Nando, Nindy, Lucy, dan Gavin. Mereka semua memiliki kisah hidupnya masing-masing, dimana ego dan perasaan menjadi landasan dari sebuah perubahan besar dalam hidup mereka. Di saat hati sudah menguasai, apakah logika bisa melawannya? Baik sadar atau tidak, nyatanya perasaan lah yang selalu menang atas perdebatannya dengan ego. Anak muda adalah awal dari kisah mereka, setelah beranjak dewasa barulah mereka mengerti arti perasaan yang sebenarnya. Lalu jika masalah terjadi di antara kehidupan mereka, apakah rasa itu ikut bersalah? Hati seseorang tidak bisa di tentukan oleh kehendak orang lain, karna kekuasaan sepenuhnya ada pada si pemilik hati sendiri. Apakah ia menerima perasaan itu, atau malah membuang. (⚠️ Mengandung beberapa part 21+)
VIEW MORE

Chapter 1 - Refando Aliandra

Refando Aliandra, pria tampan itu masih bergelung dengan kasur kesayangannya. Ya, king bed berwarna dark blue itu adalah favoritnya.

Monalisa, ibu dari pria tampan itu kini berkacak pinggang melihat kelakuan putra bungsunya itu.

"Refan bangun! Apa kau tidak pergi ke sekolah, ini sudah pukul 6 lebih 30 sayang!" ucap Monalisa lembut sambil menggoyang-goyangkan tubuh Refando.

"ahh mah, bentar lagi" tolak Refando dan kembali bergelung dengan selimut.

"tidak Refan, kau harus bangun kau akan telat nanti! Lihat sudah pukul 7 sekarang!" kekeh Monalisa, sampai akhirnya Refando bangun terduduk lalu menatap jam dinding yang terpampang.

"astaga mom, aku terlambat!" kejut Refando lalu berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Monalisa hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah dari putra bungsunya itu.

"dasar anak itu"

Tidak membutuhkan waktu lama, Refando kini sudah tampan dengan seragamnya. Ia pun bersiap pergi ke sekolah, namun sebelum itu ia mengambil sepotong roti di meja makan lalu memakannya.

"Daddy dan kakak kemana?" tanya Refando pada ibunya yang sedang merapikan meja makan.

"baru saja pergi, kau kelamaan sih." balas Monalisa dengan senyumnya.

"hm, aku berangkat!" pamit Refando, lalu ia keluar dari mansion.

Refando terbiasa mengendarai mobil pribadinya ke sekolah, ya volvo metalic dengan desain khusus berlambangkan RA pastilah sesuatu yang luar biasa. Hanya Refando Aliandra saja yang memilikinya, tapi sayangnya di tengah perjalanan mobilnya kehabisan bahan bakar dan tidak bisa berjalan.

Kekesalan Refando bertambah kala tidak ada satupun taksi yang lewat, hanya ada satu bus yang melaju ke arahnya. Dengan amat sangat terpaksa, Refando naik ke dalam desakan penumpang bus itu. Refando terus terdorong sampai ia terjatuh si salah satu kursi kosong, yang di sampingnya sudah di tempati seorang gadis dengan wajah menyeramkan.

Refando pikir semua telah baik-baik saja, nyatanya gadis di sampingnya malah menambah kekesalannya berkali-kali lipat. Pertengkaran pun terus terjadi sampai akhirnya Refando mengalah dan membiarkannya mendapatkan keinginannya, keadaan pun kembali hening.

Bus sampai di halte depan sekolah, Refando turun dan melangkah memasuki halaman sekolah. Saat di parkiran, Nando teman baik Refando menyapanya bersama dengan Simon yang juga teman sekelasnya.

"selamat pagi kawan! Loh, kok jalan kaki?" ledek Nando saat melihat Refando keluar dari bisa umum.

"berisik! jangan bikin gw makin kesal deh." kesal Refando bertambah.

"gak gw sangka Refando bisa naik bus umum juga" celetuk Simon.

"cih, dasar menyebalkan" balas Refando lalu melangkah meninggalkan kedua orang yang tengah menahan tawa itu dengan kesal.

"hei Refan, tungguin dong!" teriak kedua temannya itu, namun Refando mengabaikan mereka.

Waktu semakin bertambah, Refando ada janji dengan gurunya sebelum kelas. Namun ia bangun terlambat tadi, jadi sepertinya pertemuan dengan gurunya itu akan terlambat.

Refando melangkah dengan cepat menuju lift, namun pintu lift itu mulai menutup. Sepertinya sudah ada yang mengisinya, tanpa berpikir lagi Refando mengulurkan tangannya membuat kedua pintu lift itu kembali terbuka.

Nyatanya orang dalam lift itu adalah gadis menyebalkan yang Refando temui di bus tadi, dan ya lagi-lagi dia mengatakan hal yang menyebalkan. Kali ini aku memilih untuk tidak terlalu memperdulikannya, namun tiba-tiba lift yang kami naiki bermasalah.

Sebuah guncangan terasa kuat, lalu lampu lift mati dengan sendirinya. Aku bahkan tidak bisa melihat dengan jelas, namun yang aku heran kemana perginya gadis jutek itu?

Refando terus mencoba memperjelas pandangannya, lalu tiba-tiba terdengan suara ringisan kecil dan seperti gadis menangis. Dan pandangan Refando pun mulai terlihat jelas, gadis bersurai hitam itu berada di pojok dan memeluk lututnya. Sepertinya ia takut dengan gelap, tubuhnya gemetaran.

Dengan langkah pelan Refando mendekat, lalu suara gadis itu terdengar. Jelas ia ketakutan, terlihat jelas dari suaranya yang bergetar dan raungannya yang memilukan. Sebenarnya ada apa dengannya?

Refando mencoba memeluk gadis itu, menyalurkan rasa tenang dan hangat untuknya. Semoga saja ia bisa membantu, walau hanya sedikit.

Dan benar saja, tangis gadis itu sudah mulai mereda. Hanya menyisakan getaran ketakutan saja di tubuhnya, aku mencoba untuk tetap membuatnya tenang.

"tenang saja, aku disini. Kalau kau takut, pejamkan saja matamu dan tetap di dekatku. Kurasa lift ini akan menyala sebentar lagi, jadi bersabarlah!" ucap Refando menenangkan.

Gadis itu diam, namun ia mendengarkan dan mengikuti instruksi Refando. Dan benar, ia lebih tenang lagi dari sebelumnya.

Sesaat Refando merasa heran, ada apa dengannya? Sejak kapan ia suka menolong orang seperti ini? Dan lagi, perasaan apa ini? Ia merasa nyaman di peluk oleh gadis ini? Bahkan kekasihnya saja tidak ia izinkan untuk memeluk seenaknya, Refando kau kenapa sebenarnya?

Akhirnya lampu lift kembali menyala, Refando segera melepaskan pelukan mereka. Gadis itu terlihat merona, sepertinya dia malu.

"te-terima kasih" ucap gadis itu gugup.

"ya, sama-sama. Hn, siapa nama lo?" tanya Refando penasaran.

"Reisya, kalau lo?" balas gadis yang ternyata Reisya.

"Refan, ya udah gw turun di lantai ini." jawab Refando, lalu ia berhenti di lantai 3 karna di sana adalah tempat dimana kelas elit berada.

"baiklah, terima kasih Refan" ucap Reisya lalu tersenyum sesaat, membuat Refando terpaku. Namun pintu lift tertutup perlahan, membuat pandangannya kini hilang.

"cantik"

.

.

.

Reisya sampai di lantai 5, ia keluar dari lift dan melangkah ke menuju kelasnya. Baru saja ia masuk ke dalam kelas, suara teriakan dari seorang gadis langsung membuat Reisya mengalihkan pandangannya malas.

"Reisyaaaa! Akhirnya lo datang juga." teriak Ruri, teman dekat Reisya.

"Berisik ih, ini masih pagi. Jangan bikin mood gw tambah rusak!" kecam Reisya tajam.

"memang kenapa? Tumben lo berwajah jelek begitu, biasanya datar!" heran Ruri pada wajah cemberut Reisya.

Reisya menghela nafas kesal, ia memang tidak pernah bisa mengelabuhi Ruri. Teman dekatnya itu terlalu peka sampai memahami semua ekspresinya, dan hanya dialah yang terus bersama dengannya saat semuanya menjauh pergi.

"gw bertemu pria menyebalkan dalam bus, dan itu bikin mood gw rusak!" jawab Reisya seadanya.

"eh tumben banget lo tertarik dengan pria?" ledek Ruri.

"boro-boro tertarik, jijik iya gw" elak Reisya tidak terima.

"hahaah, siapa ya pria itu? Jadi penasaran gw, siapa tau lo bakal jadian sama dia Sya" celetuk Ruri bercanda.

"dih, lo aja sana. Gw si big no!" tolak Reisya jelas.

"wkwk, udahlah jangan di pikirkan lagi. Nanti sore hangout kuy, gimana?" ajak Ruri sambil menaikturunkan alisnya.

"kemana?" tanya Reisya memastikan.

"kafe, gw mau coba kafe baru nih. Lo ikut ya?" jawab Ruri santai.

"boleh deh, gw juga bosen di sangkar terus." balas Reisya menyetujui.

Bel masuk pun berbunyi dan wali kelas mereka tiba, semua siswa kembali duduk ke tempat masing-masing. Dan pelajaran pun dimulai, dengan ketenangan.

.

.

.