Chereads / Awan dari Masa Lalu / Chapter 7 - Masih Tentang Sebuah Tanya

Chapter 7 - Masih Tentang Sebuah Tanya

Anna. Kenapa? Karena ia itu sempurna dihatinya. Anna punya semua kriteria yang diinginkan. Cantik, baik, ramah, cerdas, dan pendiam.

Kak Nafis ingin mengetahui semua hal tentang Anna melalui sepupunya yaitu Lala. Tetapi masih menahan diri.

Setiap pagi kak Nafis selalu bertemu dengan Anna, di Laboratorium atau pun di persimpangan jalan depan kelas ini. Selalu, dan hampir dengan wajahnya yang sama. Sayu, Anna bahkan hampir tak jarang senyum pada siapa saja yang melihatnya, yang bertatapan denganya. Entah dari mana berasal senyuman semanis itu selalu hadir dalam bibirnya. Yang jelas saat kak Nafis melihat dari kejauhan. Namun, senyuman itu sampai pada lubuk hatinya.

Bahkan, pada saat hari minggu wajah Anna selalu terngiang dalam pikiran kak Nafis, saat ia berjalan mengelilingi Laboratorium. Tetaplah ada Anna, meski raganya tak ada. Dan Anna masih saja betah duduk di sana di kursi yang sama. Nyatanya ia telah menyimpan Anna dalam lubuk hatinya.

Beberapa kali matanya bertatapan dengan matanya, tetapi Anna tak bicara apa-apa. Hanya pandangan kosong yang sendu, yang ia berikan pada dirinya. Kadang kak nafis juga bingung harus menggunakan cara apa untuk menyapa perempuan itu. Hanya senyum kecil sekadarnya yang bisa ia hadirkan.

Pernah seketika kak Nafis bermimpi usai tertidur di ruang Laboratorium Kala itu.

Pagi yang mendung di sebuah ruangan yang syahdu, dalam mimpinya ia mencoba memberanikan diri untuk duduk di sampingnya. Mengikatkan sebuah ucapan yang dipenuhi rasa canggung. Ia hanya diam saat dirinya mulai duduk di sampingnya. Tak ada reaksi apa pun.

Anna masih saja diam. Matanya menatap jalanan yang masih sepi di hadapannya.

"Boleh aku berbicara denganmu, Ann?" Tak ada respon sama sekali.

"Maaf, jika aku mengganggumu. Aku hanya ingin mengenalmu lebih jauh lagi. Sudah lama aku melihatmu betah sekali menunggu seseorang, setiap pagi." dirinya ikut menatap ke arah jalan yang sepi di hari ini. "Kamu menunggu seseorang?" tanya kak Nafis.

Anna menolehkan wajahnya padanya. Menatapnya sendu. Lalu menganggukkan kepala. Pertanda ia membenarkan apa yang ada di pikiran dirinya. la sedang menunggu seseorang.

Waktu terus berjalan, ia hanya diam di sebelahnya yang juga terus diam. Lama dirinya dan Anna tak saling melanjutkan.

Doarrr ...

Kak Nafis terbangun ternyata hanya mimpi buruk ....

***

Pagi itu Anna berjalan menyusuri ruang tamu menuju kursi panjang yang terletak di teras depan rumah.

Tempat ia biasa menyendiri dan merenung. Tentang banyak hal.

Keluarga, kuliah, cinta, dan akhir-akhir ini ... hatinya.

Ia duduk di atas kursi, menatap lepas ke pepohonan yang ada di sekitar yang usai tersiram air hujan sejak tadi malam seraya mengembuskan napas dan menghirup aroma tanah yang berbau kenangan, tapi ia suka. Tanpa terasa sebentar lagi ia menyelesaikan tahun ketiga kuliah. Cepat sekali waktu berlalu.

Banyak hal yang terjadi dalam hidup… juga hatinya.

Tidak terpikir akan berada dalam keadaan seperti ini. Sejak dulu ia tidak pernah dekat lagi dengan lawan jenis. Jangankan berdekatan, membalas pesan laki-laki yang mencoba mengambil hatinya pun sangat lah jarang, hanya sekedarnya saja.

Anna belum merasakan jatuh cinta lagi selain dengan Awan, hingga detik ini pun. Mengagumi seseorang hanya sebatas kagum saja. Tapi entah akhir-akhir ini sedikit berbeda. Ia tidak tahu bagaimana rasanya.

Ia membuka map yang sedari tadi ia pegang dan mengeluarkan beberapa laporan adik tingkat nya yang harus ia koreksi. Jumlah laporan tidak banyak, tetapi isinya cukup membuat Anna merasakan denyutan kepala sebelah kanan, terlebih hatinya sedang tidak baik-baik saja.

Awan. Begitu Anna menuliskan nama itu di lembaran kertas laporan.

Ia menarik napas perlahan dan meraba dada yang detaknya selalu berbeda setiap mengingat lali-laki berkulit sawo matang itu.

Debar halus selalu muncul di hati Anna.

Ia sangat mengagumi sosok Awan. Ia selalu merindukannya.

Sekarang perasaan itu berubah menjadi sesuatu yang lain. Anna merasa sejak dulu sampai sekarang Awan tidak memiliki rasa yang sama dengannya, Anna terlalu takut dengan kenyataan yang akan menghampirinya, lalu terbersit dari hatinya, Lala benar untuk apa ia bertahan dengan perasaannya sedangkan Awan tidak membalasnya sedikit pun, dan mungkin hanya menganggapnya sekedar teman biasa yang pernah ada dalam hidupnya. Tidak terlalu istimewa.

Anna tersenyum sendiri ketika mengoreksi laporan yang berisi nama Awan itu di dalamnya. Jantungnya berdebar pelan ketika nama Awan disebutkan dalam tulisannya. Merona dengan perhatian yang diberikan. Anna ingat ketika masa SMA saat duduk berdua di ruangan kelas yang kosong, hanya ada mereka berdua, entah yang lain pergi kemana, Anna dan Awan tak menghiraukannya.

"Ann, sedang apa?" Awan menghampiri Anna yang sedang sibuk menulis di mejanya

"Aku sedang menulis catatan mata pelajaran kemarin yang belum sempat aku tulis."

"Mau pinjem bukuku, tidak?"

"Tidak usah wan, sebentar lagi selesai."

"kau sungguh?"

"iya."

"Kalau begitu butuh bantuan tidak. Tulisan aku lebih bagus Ann." tanya Awan sambil tertawa jail.

"Tidak apa-apa, sebentar lagi selesai." Anna tersenyum ke arah Awan.

"Aku biasanya membuat catatan materi hanya yang penting-pentingnya saja, jadi tidak terlalu banyak untukku baca ."

"Terima kasih tips nya, nanti aku coba."

"Lain kali bilang kalau lagi butuh bantuan, Ann!"

Perhatian Awan membuatnya gerimis. Hatinya seakan terbang menjelajahi surga yang penuh dengan bunga berbentuk hati. Rasa ini perlahan tapi pasti semakin memenuhi sanubari, dan ia tidak kuasa menghentikan.

Anna Sedang di fase ini mencintainya saja, tanpa ingin siapa-siapa.

Anna juga tidak mengerti mengapa ada perasaan sedalam itu. Perasaan yang membuatku buta akan adanya kebahagiaan lain. Anna tidak bisa menatap rasa dari orang lain, sebab dalam pikirannya hanya Awan. Bahkan sekadar berteman saja Anna enggan. Jangankan membuka hati, mengetahui seseorang memiliki perasaan kepadanya saja, aku akan segera menjauhinya. Begitulah Anna ingin menjaga perasaan ini kepada Awan. Baginya tidak ada cinta lain selain cinta kepada Awan.

Namun, Anna sangat takut dan kembali teringat masa lalunya, keadaan perasaan itu menghempaskannya. Ternyata Awan Kala itu tidak memiliki impian yang sama dengannya. Bukan dirinya saja orang yang Awan inginkan. Awan pernah melepaskannya dengan pelan pelan, tanpa Anna sadari. Sudah sejauh itu saja Awan menjauh. Dan menemukan yang baru. Membuat semua yang sudah Anna bangun di kepalanya runtuh. Anna hampir saja kehilangan akal sehat. Merasa hidupnya tidak berarti lagi. Bertanya pada dirinya sendiri, dengan siapa ia hidup nanti? Perasaannya terlanjur ia serahkan kepadanya seluruhnya. Remuk sudah semua doa. Bahkan Anna sempat berpikir, kenapa sekejam ini Tuhan menciptakan akhir kisahnya yang penuh dengan harapan?

***

________________

To ... Be ... Continue ....