Banten, 12 Mei 2019
"Sudah sakit mengagumi dalam diam?
Hanya bisa memendam, tanpa bisa bersuara. Hanya bisa menatap, tanpa bisa ditatap. Hanya bisa diam, tanpa bisa menyapa Lalu apa lagi? Ingin melanjutkan atau berhenti dan melupakan?"
Suasana gelap menyambut Anna saat pulang dari kampus. Jam menunjukkan pukul 6 sore, ia membuka pintu kamar, menandakan Lala tidak ada di rumah, mungkin belum pulang dari rumah teman kelompoknya. Anna melempar tas dan pakaian yang ia kenakan di kasur, seraya melangkah menuju meja belajar. Berbagai kertas lembaran kecil baru memenuhi buku dairynya, Anna baru menyadari beberapa hari ini, ia seringkali membuat catatan-catatan kecil yang berisikan ungkapan hatinya dikala rindu sedang melanda. Lalu bergegas mandi bukan membaca rentetan catetan manis itu.Tetapi Anna mulai mengabaikannya. Dia lapar, Anna pergi ke dapur untuk membuat nasi goreng kesukaannya. Selang beberapa menit nasi sudah tak tersisa di atas piringnya.
ketika mendengar pintu depan dibuka.
Lala?
Anna duduk di kursi makan, menghadap ke jendela, ia langsung menyapa Lala yang baru masuk rumah, dengan sapaan biasa!
Gadis itu, Lala, memutar bola matanya dengan kesal. "Kau meninggalkan aku makan?"
Anna mengangkat bahu, sambil tersenyum jail, kembali menghadap jendela sambil makan.
Lala bergegas ke kamar untuk menyimpan tas, sambil melepas kerudung yang ia kenakan dalam seharian ini. Setelah makan, Anna langsung menghampiri Lala yang sedang mengerjakan laporan di kasur. Dan tanpa basa-basi Lala langsung menanyakan perihal hubungannya dengan Awan.
Anna mengendus, selang beberapa detik langsung keluar ucapan darinya,
"Aku tak tahu sudah sejauh mana hubungan antara aku dan Awan berlangsung. Apakah ini hanya sebatas pendekatan dan saling lempar kode, aku sama sekali tak tahu, satu yang kutahu aku masih sangat mencintainya."
***
Terdengar helaan napas kasar Lala, entahlah apa yang ada dalam benak Gadis itu, mungkinkah dia akan kecewa dengan jawaban Anna. Jika benar seperti itu, rasanya perang dingin akan di mulai lagi. "Bisakah kamu tidak mengatur urusanku ini?"
Entah, mendapat keberanian dari mana Anna begitu berani bertanya, seperti itu hingga mendapatkan tatapan aneh dari Lala.
Tapi bukannya marah, Lala malah mangulas senyum tipis menatap Anna, "Ini semua aku lakukan karena untuk kebaikanmu, Ann. Aku sungguh menyayangimu sebagai sahabatku, aku tak ingin kamu salah memilih."
Mendengar ucapan Lala, Anna yang sedari tadi diam, menatap tajam mata Lala.
Srekk.
Suara meja belajar bergeser milik Anna mengalihkan kedua pandangan nya.
"Aku mau nyari angin dulu ke depan rumah." ucap Anna.
"Ann!" seru Lala.
Tanpa memperdulikan seruan Lala, Anna berlalu dari kamar menuju teras rumah, menutup rapat pintu depan agar tak diusik oleh Lala.
Malam sudah mulai larut, menunjukkan pukul 22.00 WIB. Lala terbangun, memandangi suasana luar dari balik jendela. Ia mendapati sosok Anna yang masih duduk di teras dan masih sibuk dengan teleponnya.
Anna masih di posisi yang sama, bersandar di depan teras rumah sambil sibuk dengan teleponnya. Sesekali, senyum tipis sendiri dan seakan menahan kegirangan yang tak terukir di sana.
Lala melirik ke arah Anna, sambil menggelengkan kepalanya dengan aneh. masih dengan senyum lebar di wajahnya.
Lala yang terus memperhatikan Anna yang tak kunjung masuk ke dalam kamar.
Lala kembali menarik bantal menutupi kepala. "Apa lagi yang dilakukan
Anna,? Sudah malam tapi belum masuk kedalam rumah," gerutu Lala.
Mengingat cahaya yang masuk ke kamarnya masih remang.
Kedinginan di luar berlangsung selama kurang lebih lima menit, sebelum akhirnya sosok sahabatnya telah berdiri di ambang pintu kamar, dan mengambil posisi untuk tidur. kembali hening, walaupun Lala masih penasaran apakah Anna sangat marah padanya perihal ia yang terlihat tidak setuju hubungannya dengan Awan, Lala tahu dia tidak akan bisa terlelap lagi kalau sudah terbangun, apalagi karena rasa bersalahnya kepada anna. Lala menyingkirkan selimut, turun dari kasur dan pergi ke kamar mandi.
***
Saat membuka pintu kamar, Anna melihat Lala berkutat di dapur, lalu tersenyum padanya dan menawarkan makanan miliknya.
Anna menyandarkan bahu di ambang pintu, mengamati Lala sambil melipat tangan di depan dada. Anna masih
mengenakan baju tidur dan rambutnya yang terurai menyentuh leher, tampak
berantakan, ditahan dengan bandana hitam. Anna memmbalas senyuman Lala. Sekilas mereka berbaikan, dan memasak bersama untuk sarapan.
Anna berbalik untuk meletakkan hasil masakannya di meja makan. Sontak langsung melihat pesan yang ia dapat dari Fira teman SMA nya yang beda kampus.
Anna mendongak, "Aku kira pesan dari Awan," pandangan Anna dan Lala bertemu.
Seketika sayup-sayup hening menyelimuti wajah Anna, ia menahan diri tetap diam. Terlihat raut wajah kesal dengan isi pesannya, Anna tersadar, Lala tak berhenti memandanginya dan seolah Anna ingin terlihat baik-baik saja. Dengan tetap menolehkan senyuman pada Lala. Benar-benar sulit, ketika Lala menyunggingkan senyum tipis penuh kecurigaan. Setahu Anna, Lala selalu tahu tentang segala rasa yang ditunjukkan olehnya. Sudah tak aneh karena mereka sudah saling mengenal sejak lama. Lesung pipit di wajah menunjukan rasa sebal dan kecewa, di balik itu Anna sedang berjuang lebih keras menahan diri agar tidak terlihat sedih.
"Kenapa?"tanya Lala. Ia membawa piring berisi nasi goreng, menghampiri Anna "Sarapan!"
Anna menganggukan kepala, masih dengan senyum tipisnya, seraya berjalan menuju ruang tamu. Lala mengikutinya.
Anna meletakkan piring di meja dekat jendela, dengan dua kursi makan. Tirai jendela sudah dibuka, menampakkan pemandangan pagi yang kelabu.
yang penuh dengan rasa kekecewaan. Sunrise tampak mengintip dengan rasa amarah, sementara tetes embun masih membasahi kaca jendela di samping mereka dengan letih.
Lala memandangi meja yang sudah diatur Anna. Tak jauh darinya, Lala melihat telepon Anna yang berdering dan terdapat sebuah notif pesan dari Awan. Tak seperti biasanya, Anna tak menghiraukan pesan itu. Lala penasaran apa yang terjadi pada Anna.
***
Siang itu jam menunjukkan pukul 11.00 WIB. Anna langsung membuka pesan dari Awan dengan hati penasaran, tapi ia tidak membalasnya. Tiba-tiba kedipan matanya terhenti di depan layar handphone miliknya, seolah tidak percaya, dan memastikan bahwa pesan itu dari Fira. "Sungguh aku merasa bingung dengan apa yang terjadi." ungkapnya lirih.
Ini adalah jenis cinta yang membuatnya berangan-angan panjang, melambung dan berharap, merasa nyaman, tak ingin
pergi maupun lepas. Sayangnya, Anna tak bisa seperti ini lagi. Sesederhana itu, Namun diam-diam, di tengah
gelapnya malam, saat Anna sendirian sebelum tidur, ia merasa ada yang mengganjal di hatinya. Semacam rasa rindu yang tak tertahankan menyembul dan lama-lama menyebar, melingkupi seluruh hatinya. menjadikan dadanya sesak.
Namun, tidak semudah itu. Dan perasaannya seperti berdiri di penghujung tebing dengan mata tertutup. Hanya ada satu langkah yang tersisa. Dan, Anna tak tahu mana keputusan yang lebih tepat.
Ingin melepaskannya, namun terlalu khawatir dia akan pergi untuk selamanya.
***
___________________
To ... Be ... Continue ....