~ DEVIL BRIDE ~
BAB 1
"Pengantin Sang Iblis."
by Ren
***
Bangkok, Thailand.
Dua tahun lalu, Apo tak pernah membayangkan akan menikah dengan siapa pun selain kekasihnya, Bible Wichapas Sumettikul. Gambaran pernikahan yang Apo bayangkan juga sederhana. Selain resepsi indoor di sebuah gedung kecil di Milan, dia tak berharap punya moment bulan madu. Model sederhana pun tidak. Dia tahu Bible sudah sangat berusaha saat melamar di alun-alun Sanam Luang, Bangkok.
"Kau suka, Phi?"
Apo memandangi jari manis yang kini bertakhta cincin. "Wah ...." Yang tadinya fokus pada pertunjukkan kembang api di langit, dia jadi teralihkan pada sang kekasih.
"Maaf lama." Bible mengusap pucuk hidung. "Aku tak mau merasa kurang pantas saat melakukan ini. Jadi, rumahnya harus jadi dulu. Begitu pun kerjaan baruku. Aku tak bisa tenang jika pindah ke luar negeri tanpa rencana yang matang."
Apo pun mengulas senyum tipis. Dia kehilangan kata-kata untuk beberapa detik. Antara Bible dan dunia ini, Apo merasa bingung memperhatikan mana karena terlalu bahagia.
Keramaian di sekitar jadi pudar. Parade apa pun yang melintas, Apo abai dengan semuanya. Dia hanya mengikuti isi hati, sementara Bible terkejut saat mendapat pelukan darinya. Brugh!
"Kalau begitu, iya!" kata Apo antusias. "Dan kau selalu dimaafkan, Bible. Pasti."
Mereka sudah memimpikan ini sejak lama. Tepatnya 4 tahun, sejak bertemu di bangku kuliah King Mongkut's Institute of Technology Ladkrabang. Waktu itu, Bible adalah mahasiswa semester 4, sementara Apo merupakan dosen magang. Butuh waktu dan usaha lebih untuk pemuda itu untuk mendekatinya. Mulai dari rajin mengerjakan tugas-tugas, merepotkan Apo dengan beberapa pertanyaan, dan selalu bilang kebetulan saat mereka bertemu di perpustakaan.
Awalnya, Apo ragu Bible juga tidak lurus sepertinya. Bagaimana pun, pemuda itu cukup tampan untuk digandrungi gadis-gadis seumurannya. Namun, setelah Bible mencuri ciumannya diantara rak-rak buku ... Apo sadar motif jujur darinya.
Bagi Apo, Bible merupakan pilihan yang besar. Sejak setuju berhubungan, dia tak berpikir dua kali untuk pindah jenis pekerjaan. Apo juga tak masalah dengan kehidupan samar masa depan. Sebab melihat Bible serius berusaha setiap hari, dia senang.
Apo tahu sang kekasih merencanakan sesuatu. Jadi, meski harus bersabar, dia sungguh menunggu Bible mengatakan segalanya hari itu.
"Aku akan bantu Phi pindah pekerjaan juga." Bible memeluk pinggang sang kekasih seeratnya. Dia tak peduli lagi dengan orang-orang di sekitar. Toh keramaian yang ada terlalu heboh untuk sekedar peduli pada mereka. "Kita urus semuanya sama-sama. Paspor, anggaran pindah, resepsinya ...."
"Iya, tentu," kata Apo sekali lagi. "Pasti akan kubicarakan dengan boss-ku besok pagi. Kau pun tak boleh menanggung terlalu banyak. Kita 50:50, oke?"
"Tapi, Phi--"
"Ssst. Kali ini kau harus menurut padaku," sela Apo. Dia mencubit punggung Bible hingga pemuda itu meringis. "Tidak ada yang boleh sok hebat lagi. Bukankah kita sudah sampai di tahap ini?"
"Tetap saja, kan--"
"Aku tak pernah seyakin ini," cengir Apo. "Lagipula persiapanmu sudah mewah. Jadi, kendaraan dan resepsi biar aku saja yang menanggungnya."
Malam itu, Bible yang tak pernah terlihat lemah bahkan menangis dan tertawa haru di bahunya. Sang kekasih seperti baru memenangkan sesuatu. Dia berhasil! Dia sungguh mewujudkan segalanya dengan sukses! Namun, Apo tidak tahu momen bahagia itu akan berakhir dengan cepat setelah mereka pindahan.
BRAKKKKKHHHHHHHHH!!!!
"KECELAKAAN!" teriak seorang warga Italia lokal. Pria itu sampai menyemburkan hot dog yang dikunyah saat menunjuk-nunjuk sebuah arah.
Di sana, Bible benar-benar terkapar. Tubuhnya berlumuran darah, menimbulkan kemacetan tengah jalan, dan mobil-mobil yang terburu pun berputar arah agar menemukan jalur lain.
TIIIIIINN!! TIIIN!! TIIIIIIIIIIII!!!
Entah apa yang terjadi saat dia pamit mengambil ponsel ketinggalan di kafe, yang pasti dunia Apo runtuh saat itu juga. Mereka bahkan baru dua hari di negara asing ini! Jadi, selain rumah baru dan barang-barang yang belum selesai ditata, Bible tidak meninggalkan apa pun kecuali kenangan yang hitam kelam.
"Kau harus pulang, Apo. Biar kami menemanimu di sini," bujuk Namtan di telepon. Sepupu Apo itu sungguh gigih meski tetap menerima penolakan. "Tapi, dia sudah tidak ada. Dan aku cemas jika kau tetap tinggal sendirian seperti ini."
Apo pikir, dia memang melakukan hal sia-sia. Namun, perasaannya pada Bible masih sangat kuat. Dia tetap tak percaya sang kekasih sudah kehilangan nyawa, meski nyata-nyata tubuh itu kini terbaring di peti.
"Kau ini hanya tertidur, kan ...." bisik Apo. Senyum lelahnya terpatri di wajah. Dan dia berharap kedua mata Bible terbuka lagi jika esok nanti tiba. Seperti sebelumnya. Seperti biasanya. Apo tak pernah serindu ini dengan sentuhan hangat Bible hingga sekarang. "Tapi, kau dingin sekali. Dan harusnya luka fatal itu tidak ada."
______________
______________
Atau seharusnya aku saja yang mati.
____________
____________
Apo pun tertidur di tempat kremasi malam itu. Tiga hari tiga malam, dia tak mau pergi meski didera oleh kelaparan. Baginya, kejadian dramatis seperti kecelakaan sebelum menikah hanya ada dalam film. Sayang tidak. Hal itu memang menimpanya, bahkan sebelum Apo tahu mereka akan menikah di gedung apa.
"Phi, aku senang kita sampai ke sini."
Apo memimpikan hal yang sama beberapa kali. Adalah saat mereka baru turun di Badar Udara Internasional Subarnabhumi, Thailand. Bible menggenggam tangannya begitu erat.
"Aku juga."
Mereka saling berpandangan saat itu. Mata bertemu mata. Senyum bertemu senyum. Lalu bibir bertemu bibir.
"Terima kasih sudah jadi kekasihku selama ini."
Apo pun tertawa kecil.
"Apa-apaan. Kau pun harus berterima kasih aku mau jadi kekasihmu selamanya."
Biasanya Bible akan menciumnya lebih ganas jika mengatakan hal manis seperti itu. Anehnya, tidak. Sang kekasih hanya diam, mendengus gemas, lalu mengajaknya melanjutkan perjalanan.
Selama ini Apo berupikir, moment mirip berpamitan oleh seseorang yang akan mati itu hanya mitos. Toh hal-hal seperti itu magis sekali jika dibayangkan. Jadi, untuk manusia yang standar dalam menjalani kehidupan sepertinya, itu sungguh sulit dipercaya.
"Aku benar-benar ingin mati," batin Apo pada pagi buta. Itu adalah hari ketiga dia tertidur di lantai rumah duka, tanpa mau diganggu siapa pun. Kedua matanya mungkin terkatup, tetapi hatinya sering terbangun beberapa kali dengan begitu lelahnya. "Aku ingin menyusul atau menggantikan dia. Ke mana pun. Atau apa pun pilihannya. Aku tidak mau menetap atau meninggalkan negara ini. Terlalu sakit, tapi dia ingin bersamaku di sini-" (*)
(*) Rumah duka: sebutan di kawasan Milan untuk tempat kremasi.
"Kau akan membusuk jika terus seperti itu," kata seseorang tiba-tiba. Suaranya berat, dekat, dan Apo bisa menghirup aroma hujan dari tubuhnya. "Bangun, pulang sana. Tempat ini bukan untuk orang hidup, Bodoh." (*)
(*) Petrikor: aroma alami yang dihasilkan saat hujan jatuh di tanah kering. Anggaplah ini aroma khas asli Mile si iblis 😂
Awalnya, Apo mengabaikan sosok itu seperti kepada penjaga rumah duka yang coba membangunkannya. Namun, kali ini bulu kuduk Apo berdiri karena sesuatu.
"Siapa?"
Apo yakin dia tidak mendengar suara langkah kaki sebelum membuka mata. Jadi, jika memang ada orang yang menemani, pasti sekarang dia ada di dalam ruangan ini. Tapi kenapa--
"Kau mencariku?"
DEG
Apo pun mengucek mata yang lengket dan bengkak. Dia duduk, lalu berkedip beberapa kali demi melihat apa pun lebih jelas.
Sosok itu tampak nyaman, meski Apo yakin memakai cravat bisa membuat lehernya geli. Ada benang-benang emas yang menjadi motif bordiran elegan di sana-sini. Namun, dengan mata kuning keemasan, kulit pucat, dan senyuman tidak beres membuat Apo yakin sosok itu bukan lagi manusia. (*)
(*) Cravat: Dasi ikat leher pada abad ke-17. Kalian lihat foto Mile di bawah ini. Di lehernya itu cravat, Kawan-kawan.
"Ah, apa aku masih bermimpi?"
"Kau memang masih hidup rupanya," cibir sosok itu merendahkan. "Baguslah. Aku tak perlu repot-repot menyeretmu keluar dari wilayah kekuasaanku."
"Eh?"
Apo pun menatap enigma itu lebih jelas.
"Kenapa?"
Apo menoleh ke guci kremasi Bible yang masih berdiri di tegak di lemarinya. "Aku ini sudah bangun?"
"Tentu saja. Apa perlu kujelaskan lagi?" dengus sosok itu. "Orang-orang memang sering tolol jika sudah ditinggal mati. Cih."
Apo pun meraih tangan sosok itu sebelum berdiri meninggalkannya. "Tunggu, kau bilang ini di wilayahmu?" tanyanya dengan mata berkaca.
"Benar."
"Jadi, kau tahu dimana ruh kekasihku? Namanya Bible. Bible Wichapas Sumettikul."
Apo tahu, dia mungkin mulai tidak waras. Sayangnya Apo memilih sinting jika untuk menemukan Bible lagi. Persetan ini nyata atau mimpi. Apo akan menempuh jalur apa pun untuk melihat kekasihnya sekali lagi.
"Bible? Itu nama pasanganmu?"
"Iya."
Sosok itu mendadak berubah penampilan. "Apa dia terlihat seperti aku?" (*)
(*) Jadi, di sini Mile adalah iblis yang bisa menjelma jadi seseorang. Dia sekarang memakai penampilan Bible di depan Apo.
DEG!
"BIBLE!" Refleks Apo pun berdiri dan memeluk sosok itu. "Oh, ya Tuhan! Bible!" jeritnya hingga didorong beberapa langkah ke belakang.
"Jaga jarak, Bodoh! Kelakuanmu ini benar-benar-"
Apo tetap maju untuk memeluk kembali. Dia tak peduli geraman menolak di sisi telinganya. Dia rindu. Dia ingin memeluk sang kekasih lebih lama, tetapi tubuh itu sudah kembali seperti semula.
"Aku bukan kekasihmu. Minggir."
Apo pun mendongakkan wajah. Dia menghadapi sosok tampan itu tanpa takut samasekali.
"Kumohon. Berubahlah lagi jadi dia ...." Air mata Apo kini mengalir hingga membasahi pipi. "Aku sangat butuh dia. Aku akan menikah dengannya bulan ini. Tolong ...."
Sosok itu kini terdiam.
Mile sang iblis mungkin paham jenis kemelut hati manusia. Sebab jika ini memang wilayahnya, Bible tentu bukan orang mati pertama yang dibakar di sini. Semuanya rancu. Selama ini dia tak pernah ingin peduli kepada manusia, tetapi Apo beda. Dia sungguh tampak mengagumkan meski dalam kondisi terburuk hatinya. Tidak seperti manusia-manusia lain yang melayat kemari, mereka sangat buruk rupa waktu menangis dengan wajah berantakan seperti itu.
"Kumohon ... hanya sekali lagi saja." Apo meremas kerah indah itu. Perlahan, dia merosot berlutut, lalu duduk menekuri diri. "Bible ... Bible ...."
"Kau sangat mencintai lelaki itu?"
Apo menutup wajahnya dengan telapak tangan. "Aku tak pernah seperti ini pada siapa pun."
"Tapi sia-sia jika kuturuti permintaanmu." Sosok seperti tak punya ampun. Rautnya keras, dan dia tetap menjulang di hadapan Apo tanpa rasa belas kasih. "Aku ini iblis. Tidak seperti dirimu. Jadi, kekasihmu takkan kembali meski aku berubah seperti dia."
Apo menjawab lirih. "Aku tahu. Maaf, otakku sedang penuh. Aku hanya sangat merindukan dia."
Mereka kini berpandangan.
Apo tak peduli ini fakta atau bukan, tetapi dia sungguh takjub melihat iblis itu berubah lagi. Jadi wajah pria Italia, perempuan berlipstik ungu, bocah akil balig yang membawa permen, orang tua renta yang cara berdirinya mirip veteran, lalu menjadi lelaki muda Asia.
"K-Kau ...."
"Sekarang percaya perkataanku?"
"...."
"Mereka yang baru kau lihat, aku sudah memakan ruhnya dengan sukarela."
"A-Apa?"
"Termasuk milik kekasihmu itu."
Bersambung ....