[NB: "Siam" adalah nama negara Thailand sebelum tahun 1900-an]
3 Jam Sebelumnya ....
"Selamat datang di Alphamart. Selamat belanja!" kata Mile dengan senyum manisnya. Pria itu mengurus belanjaan konsumen di meja komputer tanpa mengabaikan pelanggan baru. Dia dikenal sebagai karyawan berkompeten 6 tahun ini, walau januari depan harus pensiun. Batas usia untuk bekerja di sini tinggal dua bulan, Mile sudah siap-siap pergi karena profesional. Dia membidik part-time baru sebagai pegawai kafe. Hitung-hitung malam bisa menghasilkan uang. Sebentar lagi Mile lulus S2, walau universitasnya tidak bergengsi. Mile harap mendapatkan pekerjaan lumayan sebelum menikah, sebagai (mantan) anak panti sudah biasa hidup sendiri. Rancangan rumah dan tabungan dia persiapkan untuk masa depan. Berharap nanti dapat istri yang cantik menawan--atau minimal bisa diajak berjuang lah. Mile memang pria dengan gaji UMR saat inia, siapa tahu setelah lulus lebih baik? Dia ingin berhasil sebagai hakim atau pengacara. Sayang siang ini mimpi-mimpinya terjatuh.
"Mama! Mama! Aku mau permen itu!"
"Oh, mana, Sayang?"
"Ituuuuu! Yang ada bonekanya, Ma! Aku suka sekali Keroppiiiiii."
Mile ingat detik-detik sebelum dirinya mati, yakni mengambilkan gadis kecil lolipop yang diinginkan. Mereka pamit setelah membayar, keduanya berjalan di trotoar dan sang ibu menggandeng anaknya erat. Mile pikir situasinya normal meski Alpamart agak sepi. Meskipun begitu dia senang karena target penjualan Rotisari tercapai. Mile cukup tenang menghadapi pergantian shift. Pria itu tersenyum saat rekannya datang untuk bertugas.
"Aahhh, bagus. Bisa makan siang lebih cepat!" kata Mile penuh semangat. Dia mengambil Vespa hijau kesayangan, lalu turun ke jalan dengan warna helm senada. Pria itu baru saja naik motor, tapi jeritan gadis kecil tadi mendistraksinya.
"MAMAAAAAAAAAAA!! HUAAAAAAA!!"
Rupanya ibu-ibu tadi salah menggandeng bocah. Mungkin karena penyeberang jalannya banyak sekali. Dia pun panik saat dimarahi ibu-ibu lain. Lebih panik lagi saat anaknya masih di zebra cross. Motor dan mobil yang lewat pun menekan klakson. Orang-orang di sekitar kaget. Mereka menoleh, tapi gadis itu hanya terkaku berdiri. Dia menangis sambil memeluk permen dan boneka. Lalu ada mobil pick up bermuatan beras yang melintas cepat dari ujung.
"HUAAAAAAAAAAA!!! MAMAAAAAAA!!" jerit si bocah makin kencang.
BRRRRMMMMMMMMM!!
TIIIIIN! TIIIIIIIIIIIIIIIIINNN!
Mile yang paling dekat pun langsung membanting motor. Dia berlari. Lalu menyambar si gadis kecil dalam pelukan. Sayang langkah kakinya tidak secepat itu. Tubuh Mile pun dihantam pick-up hingga terlempar ke pinggir jalan. Kepalanya terbentur trotoar. Tubuhnya bersimbah darah, tapi si bocah selamat. Dia menangis tak henti-henti. Orang-orang datang, tapi keributan apapun tidak bisa Mile dengar lagi di sekitarnya.
Kepalanya pusing.
Pandangannya kabur.
Mata Mile meredup perlahan-lahan.
Semua gelap dan terasa kosong. Mile kesepian. Dia tidak menemukan siapa pun di tempat itu.
"Hei, aku ini--"
... sudah mati?
Mile pun meraba dadanya yang tak memiliki detak jantung. Namun dia hanya sebentar di sana. Ruang hitam itu berubah menjadi lorong terlalu cepat. Dia sampai bingung melihat semua warna maze-nya. Mile merasa kecil diantara raksasa-raksasa puzzle. Tapi cahaya dan angin kencang kini menyadarkannya. Mile terlolong bengong karena ruangnya pindah lagi ke sebuah kamar, tapi anehnya tempat itu terombang-ambing.
Rasanya seperti kau berada di dalam lift, mau mabuk, bahkan perabotan dindingnya bergoyang-goyang.
"Hei, hei, hei ... Ada apa ini? Gempa?" gumam Mile.
Pemikiran itu hilang setelah aroma laut tercium tajam. Mile pun keluar tempat itu dan menyadari dunianya sudah berbeda.
"SELAMAT PAGIIIIII, YANG MULIAAAA!"
"HALOOOOOO, YANG MULIAAA!"
"SELAMAT HARI SELASA YANG CERAAAAAAAAAH!" seru para awak kapal Mile. Mereka tampak bekerja dengan senyuman, bedanya tidak dibuat-buat seperti pegawai Alpamart. Ada yang menarik suar, ada yang mengangkat jangkar, ada yang meminyaki kapal, ada yang mengawasi dengan teropong, ada yang mengangkut batu bara ke bawah, ada yang menyiapkan makanan, ada juga yang menyetir kapal sebagai nahkoda--hei ... apakah dia si kapten sekaligus? Pakaian dan topinya keren sekali.
"Haloooo, Yang Mulia ... pagiiii!" sapa si kapten dengan wajah yang dia kenal.
"Hah? Bible?"
"Ya, Yang Mulia?"
"Kau bukannya sudah pindah ke kota lain? Kenapa ada di sini?"
Bible pun mengernyitkan kening. Kapten itu tampak bingung, apalagi saat didatangi Mile. "Apa maksud Anda, Yang Mulia? Hamba kan sudah bersumpah untuk mengabdi kepada Anda. Apa Anda sendiri lupa?"
"Oke?"
Mile memastikan detak jantungnya kembali setelah yakin ini nyata. Dia bisa merasakan semua sensasi aneh di sini, bahkan kalau dilihat-lihat penampilannya begitu mewah. Pantas saja orang-orang memanggilnya "Yang Mulia".
"Bible, boleh ingatkan aku sebentar? Kita ada di tahun berapa?"
"Huh? 1620?"
"Apa?"
"Kenapa, Yang Mulia?"
"Berarti zaman Ratu Elizabeth 1?" kata Mile mencoba mengingat. "Hei, bukan. Ini sekitar 17 tahun setelah dia meninggal. Jadi ... jadi ... jadi ... Thailand masih bernama Siam ...."
Bible pun heran melihat sang raja mondar-mandir. Dia tadinya mau bertanya apa maksud perkataan Mile, tapi ya sudahlah biarkan saja. Sebagai kapten yang merangkap nahkoda dia harus fokus menyetir kapal. Bila tidak ombak bisa mengalahkannya. Setidaknya Bible mau bertahan hingga nahkoda aslinya sembuh. Sebab Jeje habis makan ikan beracun saat mereka bakar-bakar di pulau sebelumnya.
"Bible," panggil Mile lagi.
"Ya, Yang Mulia?"
"Bisa beritahu kita akan kemana?" tanya Mile segan. Dia benar-benar tak terbiasa dihormati begini, apalagi jadi raja mereka. Demi Tuhan! Mile itu bercita-cita jadi hakim saja. Bukan menempati posisi singgasana tinggi begini. "Ha ha ha ... maksudku, mungkin tidurku lama sekali? Aku sampai lupa segalanya."
Bible pun menjawab keingin tahuan Mile. "Ke negeri seberang, Yang Mulia. Kerjaan Marley yang dipimpin oleh Poseidon VII," katanya. "Anda akan menikah begitu sampai di sana."
"APA?! MENIKAH?!"
Siapa yang tidak syok di situasi begini?
"Kenapa, Yang Mulia?"
"What the fuck! Tunggu, tunggu, tunggu ... aku perlu menjernihkan otakku dulu," kata Mile. Dia meninggalkan Bible begitu saja, lalu masuk ke kamar lagi. Anehnya saat melihat tumpukan undangan di meja dia paham bahasanya, padahal ini aksara entah negara mana.
Jangan bilang ini alfabet Kerajaan Marley yang disebut Bible ...
Di sana tertulis namanya sebagai calon suami, tapi bagian bawahnya tak pernah dia kenali.
[Your Majesty]
King Mile Phakphum Romsaithong
&
[Noble Consort]
Prince Apo Nattaline Marley
"Namanya feminim sekali ...." batin Mile.
"Padahal dia lelaki kan? Sebutannya saja "Prince" lho." Dia membolak-balik undangan itu, lalu gagal fokus ke lukisan merman cantik pada dinding. Ada wajahnya juga di sana, tapi pose mereka berbeda. Dia berdiri, sementara si merman duduk di tepian kolam. Calon istrinya tampak manis dengan senyum itu. Hanya saja Mile terpana karena dia memiliki ekor biru yang indah. Warnanya mengkilat seperti kristal. Bibirnya kemerahan. Tapi KENAPA JUGA DIA MENIKAHI MERMAN?!
Apa karena perjanjian negara? Rasanya tidak karena wajahnya tersenyum di sana.
"Ya ampun aku mungkin harus tenang dulu ...." batin Mile sambil duduk di sofa. Dia hanya begitu sampai sejam lebih, mencoba menerima bahwa tubuh dan nyawanya kini sudah berpindah. "Jadi aku adalah Mile juga. Aku raja, dan hidupku di masa lalu," gumamnya ke diri sendiri. "Terus apa yang terjadi tadi siang? Aku benar-benar mati? Ya ampun orang sepertiku harus apa di sini ...." Mile pun meremas rambut demi melampiaskan kalut. Namun begitu tenang pandangannya terdistraksi lagi.
Ada lukisan lain di sisi meja kerjanya. Yakni (Mile tebak) anggota Keluarga Marley. Mereka memiliki kaki selayaknya manusia, termasuk Apo Nattaline. Semuanya berdiri berjejeran. Mungkin itu situasi lamaran atau semacamnya. Mile pun paham kehidupannya di sini lebih baik. Hanya saja ... hei ... kalau melihat gambar bocah-bocah ini (dan pasangan sesama lelaki yang teramat mesra di dalamnya) apakah ini seperti dunia fantasi?
Mereka bisa memberikan anak walaupun lelaki?
Mile betul-betul butuh termenung lagi.
"Yang Mulia? Apakah Anda di dalam?" panggil seorang wanita dari balik pintu. Dia mengetuk menggunakan cara kuno, yakni besi pada pintu yang diayun-ayun.
"Ya? Kenapa?" sahut Mile.
"Sarapan Anda sudah siap, Yang Mulia. Hamba menyajikan arak juga hari ini."
Wah ... sial. Enak juga ya dilayani begini? Aku tidak perlu beli mekdi kalau lagi lapar.
"Oh, masuk-masuk. Silahkan," kata Mile.
"Terima kasih ...." kata pelayan tersebut. "Permisi ...."
Pagi itu, Mile pun menikmati seafood kaya rasa, walau pengolahannya tradisional. Namun Mile suka karena cocok dengan lidahnya, seolah si juru masak sudah paham seleranya.
Oh, tentu saja. Siapa sih yang tidak tahu favorit raja?
.... Mile sudah menjadi orang nomor satu di Siam.
Namun, momen enak itu tidak bisa lama-lama. Sebab usai sarapan, kapal Mile sudah tiba di tujuan. Dia harus keluar usai teriakan Bible terdengar. Pertanda jangkar diturunkan ke pantai yang begitu ramai. Rakyat Kerajaan Marley menyambut dengan musik dan pesta pora. SEMUA tersenyum, melambai, dan mengelukan namanya dengan bendera.
"SELAMAT DATANG YANG MULIAAAA!"
"SELAMAT DATANG DI TANAH KAMIIII!"
"SELAMAT DATAAAAAAAANG!"
Mile pun melambai juga ke mereka, padahal dia tak yakin apakah begitu cara menyapanya. Mile hanya mengikuti tata krama secara basic, mirip yang orang modern lakukan.
"Yang Mulia, apakah Anda sudah siap?" tanya lima pelayan yang bertanya dari belakang.
"Apa? Siapa yang siap?" tanya Mile. "Memang aku harus apa di sini?"
"Eh?"
Kelimanya membawa perlengkapan mandi serta baju mewah lain untuk Mile.
"Bukankah Anda harus dandan dulu, Yang Mulia? Nanti kalau sampai Istana Marley kan langsung resepsi."
Oh, fuck. Benar juga kata mereka ....
"Baiklah."
Meski tidak paham detail, Mile pun mengangguk dan masuk kembali. Sebab dia merasa tidak boleh mengacaukan dunia sini dengan tatanannya damainya. Mile pun ikut untuk bersih-bersih, lalu cukup berdiri setelah memakai dalaman bertumpuk dua. Pelayan-pelayan itu membantunya memakai kemeja, korset khusus lelaki, dasi, rompi, bahkan mereka menunduk untuk sepatunya. Mile masih disuruh memakai jubah luaran bertumpuk dua. Lalu dia bertopi dengan bulu merak di bagian samping. Tunggu, apakah Siam jaman 1600-an terpengaruh budaya barat? Kenapa pakaiannya begini? Mile jadi merasa di film-film.
"Lewat sini, Yang Mulia," kata Bible mempersilahkan. Rupanya orang-orang penting kapal dan barisan pasukan Mile juga ganti baju. Bahkan mereka membawa benda hantaran yang tadinya tersembunyi di dek bawah. Mile naik kereta begitu pun anak buahnya. Lalu mereka diantar ke Istana Marley. Perjalanan itu cukup heboh karena rakyat berteriak seperti fans artis. Sementara Mile merasa harus senyum kepada mereka.
Hmm ... lihatlah wajah-wajah baru ini.
Mereka yang sebelumnya asing, tapi tampak begitu mencintainya, padahal Mile tak paham kenapa. Apakah hanya karena dirinya seorang raja? Wah, ternyata ada tugu besar serta patungnya di gerbang masuk. Usut punya usut itu dilakukan karena "King Mile" adalah pahlawan negara. Dimana dia menyelamatkan sang pangeran merman dua bulan lalu. Tepat saat ada perjalanan ke negeri lain. Mile (dengar-dengar) melawan kraken dibantu awak kapalnya, padahal waktu itu Apo Nattaline sudah dibeliti tentakel dan nyaris dimakan.
Cerita singkat ini bisa dijelaskan lewat patung lain yang terpanjang, dan akhirnya sang pangeran merman bisa selamat. Pada kaki patung ada kisah yang bisa Mile baca cepat. Sebab aksaranya diukir dengan ukuran besar. Dari situ dia tahu bahwa "King Mile" sakit usai menyelamatkan. Membuat Kerajaan Marley menawarkan si pangeran merman untuk dinikahi. Sebagai hadiah, sebagai pertanda hubungan baik, dan alasan politik lainnya. Yang pasti Mile kacau saat mereka dipertemukan. Karena si pangeran cantik sekali.
Dia berada di kolam bunga. Sedang berenang kesana kemari dengan ekor mengkilatnya. Apo Nattaline tampak istimewa karena berdandan dengan kain organza. Di mata Mile tampak seperti rok yang transparan, dan kepalanya dihiasi mahkota emas yang mungil. Sekitar kolam penuh oleh anggota keluarganya. Namun mereka menyambut Mile dalam wujud manusia.
"Selamat datang, Yang Mulia."
"Salam sejahtera untuk Anda dan Kerajaan Siam."
"Haloo, Mile ...." sapaan beda itu datang dari si merman cantik yang berenang ke tepi kolam. Dia tampak siap dinikahi tanpa gugup sedikit pun. "Selamat datang juga dariku ...." Suaranya manis sekali.
Hei, sebenarnya aku mimpi apa semalam?
Kenapa berkahnya besar sekali? Maksudku istri ... keluarga ... dukungan ....
Di sini aku punya semuanya ....
"Hai ...." kata Mile.
Mana mungkin kusia-siakan yang seperti ini? Ha ha ha ha ha ha ....
Keluarga Marley pun senyum-senyum. Lalu menggiring sang pengantin pria ke tempat ikrar. Mile dinikahkan memakai adat Kerajaan Marley, dan ternyata sumpahnya beda dari Thailand modern. Para tetua menulis ikrarnya langsung. Sementara Apo Nattaline naik kolam untuk menghampirinya. Merman itu mengibaskan ekor di tepian lalu berlari dengan kaki rampingnya. "Apakah aku terlambat?" tanyanya. Sayup-sayup Mile mendengar gaung nama calon istrinya di kejauhan, membuatnya yakin merman ini dipanggil "Natta".
"Belum."
Kain organza yang membelit kaki Natta jadi gaun yang pas badan (Heh ... terserah saja) Membuat Mile tak peduli lagi dengan keajaiban di dunia ini. Apakah itu sihir, atau kekuatan asli merman. Mile hanya ingin fokus ke wajah sang calon istri.
"Hihi ... asyik. Makasih sudah menunggu!" kata Natta. Dia menggandeng lengan Mile dengan manja. Lantas mereka berikrar mulus. Merman itu beraroma khas lautan. Namun (anehnya) makin harum saat didekati.
"SELAMAT ATAS PERNIKAHANNNYA, YANG MULIA!"
"SELAMAT ATAS PERNIKAHANNYA, PRINCE NATTA!"
Setelah prosesi, Mile pun mengulurkan tangan untuk diraih. Namun dia salah kira mereka boleh berciuman. Para tamu terkikik karena dia mendekat, bahkan anak buahnya sendiri.
"Mau apa, Mile? Belum ...." kata Natta sambil menginjak kaki Mile. Sang suami pun menyengir. Lalu melambai untuk rakyat Kerajaan Marley sebagai pasangan suami istri.
"Oh, ha ha ha ... ternyata harus hormat ke Raja Poseidon VII dan ratunya dulu," Batin Mile begitu diarahkan dayang ke spot khusus. By the way soal "Poseidon", ternyata itu hanya julukan turun temurun. Nama asli sang raja ada sendiri. Mile rasa dia harus belajar begitu acara selesai, bukannya memikirkan hal yang tidak-tidak.
Yakin?
"Untuk yang pertama tak boleh dilihat orang. Malu tahu ...." kata Natta sambil menggandeng Mile ke kamar. Tempat itu ternyata bukanlah ranjang, melainkan kolam renang dengan air yang begitu jernih.
"Tunggu, tapi--kita tidurnya di sini?"
"Iya. Apa Mile tidak suka?"
Mile pun memandang kelopak mawar yang bertebaran di dalam.
"Bukan begitu, hanya saja ... aku tidak punya ekor sepertimu."
"Oh ... iya ya."
Bertolak dengan ucapannya, Natta justru meluncur ke dalam sambil tertawa. Dia menimbulkan suara air yang berisik. Bahkan menciprat keluar semua. Merman itu kembali berekor dengan gaya renang yang semangat. Lalu berkelok-kelok semakin jauh tapi keluar lagi dadakan.
"Puaahhh!! Ha ha ha ha ha ha ... segarrr. Apa Mile tak mau ikut?" tawarnya.
Natta tak tahu saja betapa erotis omongannya barusan.
"Aku tidak bisa berenang."
Mile pun berjongkok di tepi kolam. Dia meraih dagu Natta untuk menikmati keindahannya, tapi masih sulit percaya. Bangun-bangun dapat istri yang se-clingy ini, Mile bahkan tak perlu memusingkan persiapan mahar. Hmm ... tapi Natta sudah menyukainya atau belum sih? Mile malah ragu karena kisah heroiknya cuma didengar telinga. Mile tak ingat pernah menolong Natta di tengah laut, melainkan menyambar gadis kecil yang nyaris tertabrak pick-up.
.... atau semua ini balasannya?
.... ini ganti hidupnya ya?
Mile sebaiknya bertanya dulu agar tidak salah paham.
"Tapi kan Mile--"
"Natta, aku ingin tahu sesuatu," sela Mile.
"Huh? Apa?"
"Usiamu sekarang berapa."
"Aku?" Natta menunjuk hidungnya sendiri. "Aku baru 17," jawabnya kalem.
"Apa? Serius?" kaget Mile.
"Aku memang masih kecil ... hi hi ...." cengir Natta. "Tapi suka kok ... kalau menikahnya dengan Mile. Ibunda bilang tidak perlu lama kalau suaminya baik. Mile pasti bisa menjagaku ...." katanya percaya diri. "Seperti saat di laut. Seperti saat di darat ...." Dia kesana kemari dengan liukan tubuh yang bagus. "Kata siapa Mile tak bisa berenang? Mile itu hero untuk Natta ...." katanya. "Mile tusuk-tusuk kraken itu buat Natta."
Mile malah merona sendiri. Dia berdebar saat Natta menangkup tangannya penuh kebanggaan. Lalu si merman terpejam cantik. "Apa?" tanyanya bingung.
"Sekarang sudah boleh cium. Natta mau," kata Natta. Jantungnya berdebar juga. "Senang sekali dinikahi King Mile tampan."
Kata-katanya menunjukkan sisi polos tanpa pertahanan. Mile jadi sungkan menyentuh. Karena pada dasarnya dia sendiri baru 24 tahun. Selama hidup Mile menghabiskan waktu untuk mengejar impian. Dia tidak punya pacar sekali pun, karena meski pernah naksir, semua itu cuma dipendam sampai lupa.
"Bibirmu indah sekali ...." puji Mile. Perlahan dia pun terbius pemandangan itu. Tiada ragu lagi kala mereguk sang kekasih yang telah berikrar janji.