Chereads / DEVIL BRIDE [MILEAPO FANFICTION] / Chapter 2 - BAB 2: KONTRAK JIWA IBLIS

Chapter 2 - BAB 2: KONTRAK JIWA IBLIS

BAB 2

Apo pun refleks berdiri. "Kenapa?" Dia nyaris menggampar Mile, tetapi tangannya sudah ditangkap dengan remasan kasar.

PLAKH!

"Karena orang-orang mati itu ingin aku muncul di depan orang yang disayangi," kata Mile tegas. "Jadi, anggap saja barter. Ruh mereka adalah bayaran untukku jika mau menyampaikan pesan, paham?" (*)

(*) Barter adalah bertukar barang. 👀 Jadi, Bible membiarkan Mile memakan ruh matinya asal Mile mau menunjukkan diri di depan Apo. Bible punya pesan untuk Apo.

"Brengsek! Jadi kau memakan ruh Bible juga-"

"YA!"

Apo pun tersentak kaget saat tubuhnya digebrak ke dinding.

BRAKHH!!

"Argh!"

"Semua karena kau bertindak tolol!" bentak iblis itu jengkel. "Kenapa menyakiti diri sendiri? Bible tidak suka kau terus menerus di tempat ini! Jadi, pulanglah! Hidup! Kerja dengan baik! Lalu temukan kekasih baru agar bahagia lagi--"

"Tidak! Tidak!" teriak Apo histeris. Dia mencoba memukul-mukul, tetapi iblis itu terlalu kuat hingga seperti tak merasakan apa pun.

Plakh! Plakh! Plakh!

"Tapi itu yang Bible harapkan!"

DEG

"..."

"BIBLE SUDAH MATI, OKE? Tapi ruhnya masih memikirkanmu sebelum pergi. Dan kau malah menyia-nyiakan usaha terakhirnya?" bentak Mile.

Wajah Apo pucat pasi kali ini. "A-Aku ...."

"Pernah dengar ruh orang mati masih menunggui tubuhnya beberapa hari?" tanya Mile. Apo pun mengangguk pelan. "Itu fakta. Karena mereka ingin melihat kondisi orang-orang tersayangnya sebelum pergi. Dan bila kau belum tahu, malaikat maut memberi batasan waktu sebelum menjemput." (*)

(*) Malaikat maut: setelah pencabutan nyawa, dia memberi waktu 7 hari untuk para ruh berpamitan kepada orang-orang terkasih.

Apo rasa dia tahu bagaimana kelanjutannya. Bible pasti memberikan ruhnya kepada Mile. Fakta sang kekasih begitu mencintainya tak pernah sesakit ini.

"Kau benar-benar memakannya, ya ...." Mata Apo kini meneteskan air bening lagi. Lelaki itu tersenyum miris. Dia ingin marah, tetapi mungkin tak berbeda bila Bible dijemput si malaikat maut. Bagaimana pun sang kekasih sudah mati. Dia takkan kembali selamanya.

"Aku ingin bersamamu," pikir Apo. Senyum tampan Bible tergambar jelas di kepalanya. "Tapi, kenapa kau mempersulitnya, Bib? Aku ingin menemanimu di langit sana--"

"Senang?" kata Mile, yang tiba-tiba berubah jadi Bible lagi.

DEG

Jantung Apo serasa berat saat wajah Bible kembali muncul di depannya. Ah, iblis ini pasti sengaja mendistraksi agar pikiran-pikiran negatif tentang bunuh diri berhenti. Memang, sepenting apa kontrak jiwa diantara Bible dan Mile?

Apo sungguh ingin tahu.

"Tadinya, tapi maaf tidak lagi." Apo pun mendorong dada si iblis. "Malahan aku harus membencimu. Karena kau ... dia kini benar-benar hilang."

"Hmph."

Apo kira, Mile akan mengatakan sesuatu ketika dirinya keluar. Ternyata tidak. Mile justru hanya diam, menatapnya, dan membuat Apo rindu kepada Bible lagi.

"Ha ha. Menemukan kekasih baru katamu?" gumam Apo sepanjang jalan. Dia tertawa-tawa di trotoar seolah masih ada sang kekasih yang mendengarkan. "Kau pikir itu mudah? Main pergi-pergi saja. Yang berat itu aku, Bib! Aku! Aku yang masih hidup ini harus ingat semuanya."

Orang-orang di sekitar menoleh padanya. Mereka mungkin berpikir Apo gila. Persetan lah. Toh tak ada satu pun yang paham bahasa ibunya yang Thailand.

Malam itu, Apo menyusuri jalan sesuka hatinya. Kemana pun kakinya melangkah, dia tak peduli. Terkadang pemandangan pasangan di sekitar membuatnya jengkel. Namun, mereka hanya mendumal saat dimaki-maki olehnya, tetapi ada juga yang malah tertawa-tawa. Mungkin aksen bahasa Thailand Apo jadi penghiburan. Hah! Mereka tak tahu apa yang Apo alami selama ini.

"Iya, iya!"

Apo juga sempat berdebar keras saat berhenti di sebelah kafe. Dari dinding kaca, terlihat seorang gadis yang berseru senang karena pacarnya melamar. Pipinya merah, wajahnya cerah, senyumnya pun sumeringah. Apo jadi membayangankan ... kemungkinan seperti itu juga ekspresinya saat Bible memberikan cincin ini.

"Aku harus apa, Bib?" gumam Apo sendirian. Dia bukan tipe lelaki yang suka mabuk saat stress. Tidak, bahkan saat dulu putus nyambung dengan beberapa mantan. Baginya, cinta adalah ketika kau sampai tahap serius dengan pasanganmu. Jadi, bila masih sekedar pacaran, Apo anggap itu bukan apa-apa.

Buruknya, memang baru Bible yang menyisakan kenangan sebegini dalam.

"Aku ini tidak sekuat yang kau bayangkan ...." lirih Apo sembari tertawa-tawa, dia berlari tanpa arah hingga bertemu dengan sebuah gedung. Entah apa nama gedung itu, yang pasti cat-nya dominan putih. Hasrat ingin mati membuatnya langsung masuk untuk mencari lift menuju ke lantai yang cukup tinggi.

_________

Aku harus mati hari ini. Aku ingin menyusul dia segera. Ha ha ha ha

___________

Apo tahu, di belakang ada beberapa orang yang berteriak memanggil. Ah, biar. Mungkin mereka penjaga yang usil seperti di rumah duka. Apo pun terus mencari lift lain dan menabraki orang-orang di sekitar.

BRAKH!! BRAKHH!! BRAKHH!!

"HA HA HA HA HA HA HA!!"

Tawa Apo makin tak terkontrol saat menemukan sebuah balkon. Dia berteriak di sana. Naik-naik hingga berdiri tegak di ambal, lalu memandang keramaian jalan raya di bawah dengan senyuman lebar.

"HA HA! HA HA!"

Percayalah, Apo tak pernah merasa sepuas ini dalam melakukan kegilaan.

"Lihat aku, Bible! Jangan pikir harapanmu bisa membuatku langsung patuh!" batin Apo bangga. "Lagipula buat apa pesanmu kulakukan kalau tidak membuatku bahagia? Bodoh sekali, kan? Aku justru ingin pergi ke tempatmu, Bible!" Angin yang menerpa membuat air matanya mengering begitu cepat. Tak hanya itu, long coat dan rambutnya juga tersisir ke belakang karena terpaannya begitu kuat. "Marahlah! Pukul aku! Tak apa jika nanti kita sudah bertemu-"

"ORANG ASIA ITU DI SANA! KEJAR!! JANGAN BIARKAN DIA BUNUH DIRI!"

DEG

Ah, sial. Pasti para petugas itu sudah menemukan jejaknya. Apo pun melihat lampu-lampu kota yang berkerlip sekali lagi. Dari gedung, dari jalan, dari kendaraan, dari ponsel-ponsel pejalan kaki-dan masih banyak lagi.

Apo bahkan bisa melihat gedung Kastil Sforza dan Teatro Alla Scala dari sini. Bagunannya yang tinggi mencakar langit, berwarna khas cokelat susu, memanjang, dan berpintu-pintu membuat Apo bersemangat. Semuanya megah! Semuanya indah! Apo rasa tidak buruk bila menghabisi nyawanya di tempat ini- (*)

(*) Yang pertama ini Kastil Sforza. Yang kedua Teatro Alla Scalla ya gaes. Aku suka banget Italia karena itulah sering bikin FF dengan lokasi sini.

"ITU DIA!"

Semakin dekat para petugas, Apo justru makin tenang. Senyumnya juga manis saat melompat sambil memejamkan mata.

"Aku datang, Bible ...."

"BERHENTI!"

"BERHENTI!"

Apo kira, semua teriakan ribut itu merupakan hal terakhir yang didengarnya sebelum mati. Ternyata tidak. Satu gerombol memang berasal dari tujuh petugas. Satunya lagi kini begitu dekat dengannya.

SRAAAAAAKHHHHHH!!!

BRAKKKHHHHHHH!!!

"JANGAN MATI!!"

Mendadak, ada sesuatu yang menyambar tubuh Apo. Menggendongnya. Memeluknya. Lalu melesat hingga hilang dari semua jangkauan mata.

SRAAAAAKHH!!

Para petugas pun bingung karena tidak ada seorang pun yang terjun dari gedung itu.

"Kemana orang tadi pergi?"

"Kemana?"

"Tidak tahu! Tadi ada di sini!"

Mereka mencondongkan tubuh hingga menilik lantai-lantai di bawahnya. Aneh. Hanya suara klakson mobil yang terdengar bersahutan dari arah jalan raya.

TIIIIIIINNNNN!!! TIIIINNN!!! TIIIINNN!!! TIIIIIIIIIINNNN!!

Semua masih normal-normal saja. Tidak ada bunyi "gedebuk!" atau semacamnya jika tubuh Apo memang menghantam aspal di bawah.

"Tidak mungkin ... apa kita tadi hanya sedang berhalusinasi?"

Mereka saling bertatapan.

"Coba kita cek dulu di bawah!"

Bersambung ....