BAB 3
"SINTING! AKU TAK PERNAH MELIHAT MANUSIA SENEKAD DIRIMU!" bentak Mile setelah iblis itu berhasil menyambar tubuh Apo.
Apo pun langsung membuka mata. Sebab suara Mile familiar. Dialah iblis yang tadi menjelma jadi Bible, tetapi kini berwujud hewan seperti naga.
Mereka berhenti kabur dan iblis itu duduk memangkunya di sebuah atap. Mile mendengus, lalu memandang wajah merah Apo. Ah, lelaki itu pasti syok karena diajak terbang dengan kecepatan cahaya.
"Kau ... kau ini kenapa muncul lagi?" tanya Apo bingung.
"Tentu saja menyelematkanmu! Memang yang kau rasakan sendiri apa?" bentak Mile masih kesal.
Apo pun menoleh ke sekitar. Pemandangan malam gulita kini meliputi mereka berdua. Lokasi ini bukan di tengah kota Milan seperti tadi, melainkan sudut perbatasan entah mana. Tidak banyak lampu yang terpasang. Jalan-jalan bahkan hanya dilintasi beberapa orang, dan gedung yang berdiri memiliki aristektur membosankan.
"Tapi aku ingin mati!!"
"Dan itu merusak kontrakku dengan Bible," sela Mile marah. Dia tampak benci, tetapi tidak benar-benar bisa memukul Apo. Sebaliknya, kini tubuh Apo diturunkan di atas atap agar bisa berebah rileks. Kekasarannya berkurang dari saat pertama kali mereka bertemu. Malahan, kini Apo bisa melihat raut lelahnya begitu jelas.
"Aku benar-benar tak mengerti ...."
Mile kini menyusut. Dia berubah menjadi kucing kecil bulu hitam, lalu melompat di pangkuan Apo. "Pertama-tama, panggil aku Mile Phakphum mulai sekarang," katanya. "Dan aku akan sering menggunakan wajah Asia, berhubung harus membuatmu nyaman dengan keberadaanku." (*)
(*) Wajah Asia: Iblis memiliki wajah dan nama di tiap negara dan ras. Itu kemampuan untuk berkamuflase di antara manusia. Begitu pun Mile. Pada awal kemunculannya menggunakan wajah pria Italia yang mengenakan baju kerajaan.
"Hah?"
"Intinya aku tidak makan sembarangan jiwa," kata Mile. "Karena meskipun rumah duka itu wilayahku, aku masih pilih-pilih ruh yang pantas kuterima."
"Kenapa?"
Ajaib, amarah Apo pun turun sekejap karena melihat wujud kucing ini. Dia imut, matanya kuning jernih, dan mengingatkan Apo pada peliharaannya yang bernama Cattawin. Sayang, Cattawin sudah mati 3 tahun lalu.
"Ya karena aku iblis," kata Mile. "Kau tahu hukum fisika? Utara akan tertarik pada selatan. Begitu pun aku. Hanya suka jiwa-jiwa tulus di dunia ini. Jika ruh yang meminta bantuanku kemungkinan terasa seperti sampah, mana sudi aku memakannya."
Apo kehilangan kata-kata. Dari perkataan Mile, kini dirinya merasa begitu beruntung pernah menjadi kekasih pria sebaik Bible Wichapas.
"Dan aku hanya butuh makan sekali dalam satu dekade," kata Mile tadi. "Sebelum Bible, ada 15 jiwa mati yang kutolak. Mereka menjijikkan dan tak bisa kupercaya. Hanya saja, bicara sekali pun aku yakin, pacarmu memang orang yang mengangumkan."
"Aku tahu ...." kata Apo.
Mereka bertatapan lagi.
"Kau tahu, tapi masih bertindak sembarangan dari harapannya!" bentak Mile kesal.
"Kau kan tidak bisa kendalikan hati manusia," bantah Apo sama kesalnya. "Mungkin klien-mu yang lain memang baik. Mereka mau menuruti pesan yang kau bawa. Tapi, maaf saja. Semakin kau memberitahu kebaikan Bible, aku jadi lebih ingin bunuh diri lagi."
Mile pun mengepalkan tangan. "TOLOL! TAKKAN KUBIARKAN ITU TERJADI!"
Wujud manusia mungkin akan memancing emosi Apo, tetapi kucing yang memaki-maki? Apalagi warna matanya bisa berubah-ubah. Apo malah ingin mengelus pucuk kepala Mile seperti adonan tepung.
"Unyek unyek unyek unyek. Ha ha ha," batin Apo.
Mile pun langsung protes. "Hei-kau! Berhenti! Berhenti!"
"Tidak akan, ha ha."
"Geli, bodoh! Hei!"
BUSHH!!
Apo pun terbelalak ketika Mile kembali ke wajah Asia-nya. Mile juga tampak kesal tetapi tak berkomentar saat Apo merona hebat. Bagaimana tidak? Dengan postur tubuh bagus itu, Mile kini menindihnya di atap dengan mata tajam.
"Minggir." Apo lah yang ketar-ketir kali ini. Dia dorong Mile, lalu memeluk kedua lututnya sendiri. "Aku tidak bisa menerima perlakuan seperti tadi selain dari Bible, pacarku."
"Apanya?"
Apo pun memalingkan muka. "Jangan pura-pura bodoh. Bukankah kau tahu pacarku lelaki."
Mile bisa melihat jelas telinga merah Apo. "Baik, aku akan pakai wujud perempuan kalau begitu."
DDE
"Apa? Jangan—"
Mile pun urung berubah saat tangannya ditangkap. Dia melihat kedua mata Apo yang terlihat cemas, lalu bibir merahnya yang begitu dekat.
"Kau benci perempuan?"
"Umn, tidak benci juga sebenarnya." Apo pun melepaskan tangan Mule secepatnya. "Tapi, aku kurang nyaman di dekat mereka."
Mile pun diam sejenak sebelum menghela nafas panjang. "Baik, aku paham," katanya. "Mungkin lebih baik jika aku sering berubah menjadi kucing. Kau terlihat senang sekali beberapa saat lalu."
"Ah, iya. Kau mengingatkanku pada Cattawin," kata Apo. "Dia kucingku yang menggemaskan, tetapi pergi sudah lama."
"Oh."
"Daripada itu, bisa kau jawab pertanyaanku?" Apo mengerjap ke arah Mile. "Kau bilang, kematianku menyalahi kontrakmu dengan Bible. Memang apa pengaruhnya?"
Mile terlihat enggan, tetapi iblis itu tetap menjawabnya. "Dengar, jika kau pernah makan menu yang mahal, bukankah ada harga yang harus kau bayar?" katanya retoris. "Bible pun begitu. Jiwanya sangat murni, sampai permintaan tertingginya bisa kusanggupi. Bible mau kumakan karena harapannya aku menjagamu. Jadi, seandainya kau ingin bunuh diri, aku harus bertanggung jawab agar usahamu gagal total."
"Jadi, kau akan terus ikut aku sampai berubah pikiran?"
"Bukan."
"Lalu?"
"Misi ini hanya berlaku sampai satu dekade," jelas Mile. "Dan jika tetap gagal setelah selama itu, aku tentu saja mati." (*)
(*) Devil Realm: Dunia asal Mile hidup. Letaknya antah berantah dan terpisah dari manusia. Namun, karena tempat itu sudah makmur, para iblis diizinkan hidup di dunia manusia.
"Oh."
"Kematian iblis beda dengan manusia." Kali ini, Mile lah yang terlihat begitu muram. "Aku takkan masuk syurga seperti kalian yang berjiwa suci. Aku api, tetapi aku akan dibakar selamanya di palung neraka. Ha ha. Bukankah itu sangat menyedihkan?" (*)
(*) Neraka: Tempat para iblis musnah setelah kematian mereka. Hal ini menunjukkan perbedaan besar dengan manusia, yang mana Mile hanya hidup dari dosa para leluhurnya.
Apo pun meneguk ludah tanpa sadar. "Maaf."
"Untuk apa."
Mereka saling menatap lekat.
"Saat ingin bunuh diri, kau justru berjuang untuk hidup sampai begini."
"Itu bukan apa-apa," kata Mile. Kali ini, dia lah yang menatap bintang-bintang di langit sana. "Aku sama seperti makhluk yang lain. Diciptakan tanpa tahu akan terlahir sebagai apa. Harus menjalani kehidupan sebagaimana aturan yang ada. Lalu dapat siksa jika melampaui batas."
"Aku benar-benar minta maaf ...."
Keheningan pun melingkupi mereka berdua. Apo sendiri mendadak merasa menggigil. Tampaknya angin malam sudah menggerogoti kesehatannya sejak tadi, tetapi karena suasana yang ada begitu berat, sepertinya lelaki itu enggan memprotes.
Mile mungkin tidak bisa kendalikan hati manusia, tetapi dia tetap paham gerak-gerik mereka. "Mau kuantar kau pulang?" tawarnya. "Kau harus mulai istirahat dan tidur dengan benar."
"Tidak usah, terima kasih."
"Kenapa."
"Aku benci melihat rumahku," kata Apo. Tatapannya tampak nanar kali ini. "Maksudku, rumah baruku dengan Bible. Di sana ada barang-barang Bible yang bertebaran. Kami belum sempat menata semuanya, dan itu rasanya makin menyakitiku."
"Kalau begitu mau ke rumahku?"
DEG
"Apa?"
Bersambung ...