Surabaya salah satu kota yang terkenal padat merayap saat jam kerja telah aktif kembali. Padatnya jalan raya mengakibatkan Vina terjebak macet kendaraan untuk menuju ke perusahaannya.
Tin...tin...tiiiinnn.
Bunyi klakson saling bersautan satu sama lain sebagai tanda meminta pengendara lain segera melajukan kendaraannya. Akan tetapi, tiba-tiba musibah datang pada Vina ketika ia merasakan mobilnya tidak enak digunakan. Perlahan Vina meminggirkan mobilnya untuk menepi demi kelancaran pengguna yang lain.
Dengan satu tarikan, seat belt yang melingkar pada tubuh Vina terlepas dan ia turun untuk mengecek kondisi ban pada mobilnya.
Saat Vina menundukkan kepalanya dan melihat keadaan ban mobilnya, dugaan Vina ternyata benar, salah satu ban belakang mobil matic berwarna merah miliknya tertusuk paku payung yang membuat angin didalamnya habis total.
"Wah benar rupanya ban mobil bocor sebelah. Ah, sial banget sih hari ini. Udah bangun kesiangan, kena macet, ban bocor!" Omel Vina menggerutu sambil tengok kanan dan kiri melihat keadaan sekitar untuk meminta bantuan. "Aduh, udah jam sembilan. Harus interview karyawan baru pula, gimana dong ini?"
Vina kebingungan, sebab ia sudah ada janji dengan salah satu karyawan perusahaannya untuk perekrutan karyawan baru.
Sebagai pemimpin sekaligus pemilik perusahaan, Vina harus bertanggung jawab dan profosional dalam bekerja. Ia adalah pemimpin yang selalu on time dalam hal waktu.
***
Vina nur febriani, seorang wanita muda berusia 35 tahun lulusan S2 ekonomi dan bisnis di salah satu perguruan tinggi di kota Surabaya. Lulus dengan predikat cumloud membuat Vina dipercaya untuk memegang perusahaan ayah tirinya selepas ayahnya meninggal.
Saat ini Vina hanya tinggal bersama maminya yang sudah berusia senja dan memiliki riwayat penyakit jantung. Demi sang mami, Vina bekerja keras mengelola perusahaan yang bergerak dibidang eksport impor makanan milik keluargnya. Perusahaan itu adalah aset satu-satunya, sebagai sumber mata pencaharian Vina sekaligus tempat penghasil rupiah untuk mengobatkan sang mami keluar kota.
Vina tumbuh dan kembang baik dari didikan kedua orang tuanya. Walaupun ayah kandungnya sudah meninggal sejak ia berusia lima tahun karena kecelakaan.
Aditama setiawan yang merupakan ayah sambungnya, beliau dapat mendidik dan menyayangi Vina layaknya anak kandung sendiri. Ia menyayangi dengan cinta yang tulus sampai Vina berhasil menjadi seorang wanita yang sukses.
Saking sayangnya kepada orang tua, Vina rela mengorbankan kebahagiaan masa mudanya untuk bekerja dan bekerja. Sebagai bentuk rasa balas budi kepada orang tuanya yang selama ini telah membesarkan dirinya.
Baginya, orang tua adalah segalanya untuk Vina. Bagaikan nyawa dan semangat Vina menjalani kehidupan.
Diusianya yang sudah dibilang matang, Vina tidak sempat terfikirkan untuk menata hidupnya pada jenjang rumah tangga. Semenjak pernah tersakiti oleh seorang pria yang menghianati dirinya dimasa kuliah dahulu. Kini dirinya telah disibukkan oleh aktivitas di kantor untuk berkarir dan mengurus perusahaan peninggalan ayah tirinya. Sudah tidak ada waktu bagi wanita mandiri itu untuk memikirkan perihal pria apalagi hal cinta.
***
"Wah, gimana dong pak? Mobil saya harus ganti ban nih. Kalau masalah ban sudah ada di bagasi mobil. Masalahnya saya tidak bisa hal beginian." Kebingunan Vina dipinngir jalan.
"Maaf mbak, bengkel kami kebetulan hari ini tutup karena ada sedikit permasalahan." ujar dari sebrang sana, pegawai bengkel langgananya setiap kali service mobil.
Bruuukk...
"Aduh, kalau jalan hati-hati dong mas!" ucap Vina dengan suasana hati dan fikiran sedang bingung memikirkan masalah mobilnya.
Seorang pemuda tidak sengaja menabrak Vina yang sedang sibuk berdiri disamping trotoar sambil menelfon pegawai bengkel langganannya.
"Aduh maaf mbak, saya tidak sengaja. Saya harus terburu-buru karena ada interview." Jawab pemuda itu dengan nada rendah dan merasa bersalah telah menabrak Vina.
Vina hanya mengangguk sambil menunduk seraya memikirkan bagaiamana nasib ban mobilnya itu.
Melihat wanita yang didepannya tidak marah tetapi malah kebingungan, pria itu berniat untuk membantu kesulitan yang dialami Vina.
"Mbak maaf, kalau boleh tahu kenapa ya ban mobilnya?"
"Iya nih mas, mobil saya terkena paku." jawab Vina dengan menyelipkan sedikit rambutnya seraya berdiri didepan pria yang menabraknya tadi.
Setelah mengamati kendala yang dialami Vina, dengan keahlian serta pengalaman yang ia punya, pria itu lalu memberanikan diri untuk menawarkan bantuan kepada Vina.
"Jika mbak izinkan, bolehkan saya membantu untuk mengganti ban mobil mbak? Kebetulan saya pernah bekerja di bengkel. Ya, walaupun bukan bengkel besar, setidaknya saya faham tentang otomotif. Saya kebetulan juga lulusan SMK otomotif." Ujarnya. Sedikit lama Vina berfikir, "Tetapi jika mbak tidak mengizinkan, saya tidak memaksa. Saya hanya berniat membantu saja. Kalau begitu, saya permisi cari kerja dulu ya mbak."
"Eh boleh kok. Kalau kamu bisa silahkan ganti ban saya. Ban dan peralatan yang lainnya ada di bagasi belakang." Jawab Vina, yang awalnya ragu dengan pria tidak dikenalnya itu. Tetapi ia hanya berfikir mengejar waktu perjanjian dengan kerabat kantornya.
Dengan sigap dan cekat, pria itu mulai melakulan pergantian ban pada mobil Vina. Sementara Vina menunggu dibawah pohon mangga dengan duduk sembari mengamati kecekatan si pria tersebut.
"Tidak merepotkan nih? Bukannya kamu harus datang interview? Gimana kalau kamu terlambat? Yang ada nanti malah kamu gak keterima di tempat kamu melamar kerja itu."
"Tenang saja mbak, rezeki sudah ada yang ngatur. Bukannya kita sesama manusia harus saling tolong menolong? Ya walaupun sebenarnya saya butuh sekalk pekerjaan untuk membantu ibu saya yang sedang sakit." jawab pemuda itu mulai melepaskan satu persatu kuncian pada ban.
"Memangnya kamu mau melamar kerja dimana?"
"Di....."
Saat pemuda itu menjawab,Tangan Vina seketika menghentikan jawaban pria itu. Karena Vina dikagetkan dengan ponselnya yang berdering. Tunggu dulu, saya harus angkat telepon."
Vina sedikit menjauh dari suara kebisingan kendaraan pengguna jalan supaya terdengar jelas seketika mengangkat telepon dari HRD di kantornya.
.
.
.
.
Tidak lama kemudian, Vina kembali memantau ban mobilnya yang sedang dikerjakan oleh seorang pria yang berjiwa penolong itu.
Vina sempat heran dengan sikap pria tersebut. Disela ia harus datang interview, tetapi malah menyempatkan diri untuk membantu seseorang yang kesulitan. Ia lebih memntingkan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri.
Vina tidak lengah dari penglihatannya memantau pria tersebut. Walaupun ia hanya berpengalaman bekerja di bengkel kecil, tetapi Vina mampu menilai kinerja pria itu yang cekatan dan rapi. "Ini sama persis mekanik di bengkel mobil langgananku." Gumam Vina melipat kedua tangannya diatas perut.
Sampai melamun hingga tidak berkedip, Vina mengamati pria tersebut. Hingga pria itu menyelesaikan pekerjaannya saja, Vina tidak sadar.
"Mbak, mbak. Ganti bannya sudah selesai. Saya pergi dulu ya, harus segera interview." kata pria tersebut bergegas memakai kembali tas ranselnya dan pergi meninggalkan Vira.
"Eh mas, tunggu! Ini imbalan buat kamu!" ujar Vina sedikit berteriak kepada pria yang sudah sangat jauh lari. "Yah, gak keburu kasih imbalan. Heran deh, masih ada orang dizaman sekarang yang sebaik dia."
Ban mobil sudah terganti, Vina melanjutkan perjalanannya menuju kantor.
Sesampainya dikantor, dengan langkah terburu-buru sembari memberikan kunci mobil pada satpam untuk memarkirkan mobilnya, Vina bergegas menuju lift untuk naik ke ruang kerjanya.
"Maaf ya, saya terlambat. Ada sedikit kendala saat saya menuju kesini. Gimana, apakah kandidat pelamar sudah datang semua? Jika sudah, tolong minta mereka satu persatu masuk keruang saya!" Seru Vira pada karyawan perekrut diperusahannya.
Berjalan dengan langkah cepat masuk kedalam ruangannya. Tidak disangka, ia telah ditunggu beberapa pelamar yang telah berjejer duduk didepan ruangannya.
"Selamat pagi, semua. Semangat ya." Sapa Vina ramah kepada mereka.
"Selamat pagi juga bu." Jawab calon karyawan bersautan.
Lalu Vina berbalik badan dan masuk kedalam ruangannya.
"Maaf bu, saya terlambat." ujar seorang pria dengan nafasnya terengah-engah.
Saat Vina hendak masuk keruangan kerjanya, Suara itu tidak asing ditelinga Vina. Suara yang baru ia kenal ketika melakukan perjalanan menuju kantor.
"Apakah suara itu, adalah pria yang tadi?"