Seminggu sudah ibu Atika di rawat di rumah sakit. Dan kini keadaannya semakin membaik. Maka dari itu, dokter yang telah melakukan visit pasien, memberikam kabar baik untuk Vina bahwa mami kesayangannya itu sudah diperbolehkan untuk pulang.
"Dokter yakin, mami saya sudah diperbolehkan pulang?" Tanya Vina seakan belum percaya dengan apa yang disampaikan oleh pria berbaju putih kusus untuk dokter itu.
Dokter itu mengangguk membenarkan keraguan Vina. "Iya benar, semuanya sudah kami cek dan hasilnya normal." Jawab dokter menambah keyakinan Vina.
Sontak Vina tersenyum riang, dengan perasaan bahagia dan bersyukur. Akhirnya sang ibunda tercinta dapat keluar dengan rumah sakit. "Syukurlah. Mami sudah bisa pulang." Ujar Vina mendengus lega. Sebab di kantornya sudah banyak pekerjaan menunggu dirinya untuk ia selesaikan segera. Selama seminggi, Vina hanya fokus dengan kesembuhan mami tercinta tanpa memantau penuh pekerjaan dikantor.
"Segera mungkin ibu mengurus administrasi kepulangan bu Atika supaya bisa segera pulang." Seru perawat yang sedari tadi mendampingi dokter melakukan pemeriksaan.
"Baik sus, akan saya urus secepatnya." Jawab Vina disaat dokter dengan perawatnya hendak pergi meninggalkan ruang inap bu Atika.
Saat Vina mulai melakukan packing barang-barang maminya, ia teringat jika sopir pribadi maminya sedang cuti. Sementara sopir kantor sedang mengantar salah satu karyawan yang melakukan dinas luar kota.
"Oh ya mi,sopir tidak ada semua. Lalu bagaimana kita pulang? Atau kita pesan taxi online saja?" kata Vina.
"Jangan vin. Kamu lupa kalau mami seperti ini karena pesan taxi online. Ya sih memang tidak semua sopir online seperti ditemui mami saat itu. Tetapi, mami trauma akan kejadian itu."
Mami Atika menolaknya. Karena trauma yang dialami maminya, Vina dibuat bingung harus bagaimana mereka pulang.
"Bagaimana jika kamu minta tolong sama Bagas. Suruh dia bawa mobil kamu yang kantor kesini." Usul mami Atika.
"Ah, jangan Bagas mi. Vina tidak enak dengannya. Dia sudah sering membantu kita. Sampai dibela-belain meninggalkan pekerjaannya." Jawab Vina menolaknya.
"Lalu siapa lagi? Atau kamu mau minta tolong ke supervisormu itu? Ah mami tidak suka dengan pria itu. Tua bangka tapi sok masih muda!" Paksa mami Atika pada anaknya. Seolah wanita paruh baya itu memaksa Vina supaya berkenan mempertemukan dirinya dengan pria OB yang akhir-akhir ini akrab dengan keluarganya.
"Lalu siapa lagi mi? Mami kan tau sendiri dari dulu dia yang selalu bersedi aku repoti walaupun obsesinya untuk memiliki Vina tidak juga kesampaian."
"Mendingan si Bagas daripada lelaki itu Vin." Saut mami Atika memalingkan wajahnya tampak sekali bete.
Vina mendengus panjang. Mau tidak mau ia harus menuruti kemauan sang mami untuk merepotkan Bagas kesekian kalinya. Lalu Vina segera menghubungi OB barunya itu dan memintanya untuk segera kerumah sakit menjemput diri ya dan mami Atika.
****
Di sebuah ruangan, dengan perasalatan kerjanya, Bagas mengangkat telepon dari bosnya sambil menrunduk membersihkan kolong meja karyawan. "Siap bu, saya akan segera on the way ke rumah sakit." Jawab Bagas.
Mendengar pria itu menyanggupi permintaannya, Atika kembali tersenyum. Wajah bete kesalnya kembali ceria hingga tidak sabar untuk segera pulang. "Ayo vin, kamu bereskan semua pakaian mami. Mami sudah tidak betah disini."
"Iya mi,kita harus menunggu Bagas terlebih dahulu. Dan Vina harus selesaikan administraai kepulangan mami. Kalau Vina tinggal, mami disini siapa yang menemani? Baiknya kita tunggu Bagas dulu." Jawab Vina melembutkan nadanya menjawab permintaan maminya seakan tidak sabar menanti.
Setengah jam mereka menunggu kedatangan Bagas. Akhirnya, pria bertampang manis dengan lesung pipi diawajahnya itu datang juga. "Maaf bu jika lama. Saya menyelesaikan pekerjaan terlebih dahulu dan langsung menuju kesini. Apa yang dapat saya bantu, bu?" Tanya Bagas dengan nafas terengah-engah
"Nak Bagas, kenapa nafas kamu terlihat terengah-engah? Sebaiknya minum terlebih dahulu!" Tampak kekhawatiran dari mami Atika. Hingga Vina diminta untul memberikan ait mineral kepada pria yang rela berlari supaya tidak terlambat menjalankan perintah bosnya.
Saat itu pula muncul keheranan dalam benak Vina. Ia tidak menyangka maminya menjadi sangat respect pada karyawan barunya itu. "Mami kok aneh ya. Baru kenal Bagas aja, sudah begitu respect. Seakan ingin selalu bertemu Bagas. Padahal tadi pagi mereka juga bertemu." Gumam Vina menyudutkan bola matanya kearah Bagas sambil kedua tangan melipat diatas perut.
"Vina, kok bengong? Kasih Bagas minum gih!"
"Eh, i...iya mi."
Vina pun mengambilkan sebotol air mineral dan diserahkan kepada pria berbaju OB itu.
"Nih minumnya. Oh ya, aku nitip mami sebentar ya. Soalnya ada administrasi kepulangan mami yang harus aku selesaikan." Ujar Vina.
***
Saat anaknya mulai meninggalkan ruangan, Atika menarik tangan Bagas supaya lebih mendekat padanya. "Nak Bagas, tolong kesini mendekat dengan ibu." Seru Atika lirih.
"Ada apa bu?" Bagas mulai mendekat
"Ibu mau minta bantuan kamu." Bisiknya
"Bantuan apa? Kenapa harus berbisik seperti ini?"
"Iya, sebab ini berkaitan dengan Vina." Desisnya. "Bantu saya memberikan kejutan untuk Vina. Karena besok adalah ulang tahunnya."
"Apa yang dapat saya bantu?"
Mami Atika mempunyai rencana yang akan ditujukan pada putri kesayangannya. Dihari spesial itu Bagas terpaksa harus satu pemikiran serta kerja sama dengan wanita yang sangat dibenci dalam lubuk hatinya itu.
Setelah beberapa menit melakukan perundingan rencana, akhirnya dicapailah satu mufakat untuk dihari esok.
"Pokoknya tidak boleh gagal rencana kita ya nak Bagas." Tegasnya mengingatkan.
Setibanya Vina kembali ke ruang inap maminya, ia melihat karyAan OB serta maminya tampak sekali akrab. Mereka tertawa terbahak layak tidak canggung antara pemilik perusahaan dengan karyawan bawahan.
"Wah, sedang ngobrolin apa ini? Sepertinya seru sekali." Celetuk vina membuat mereka serentak berbalik badan kearah suara tersebut.
"Eh Vira sudah datang. Gimana sayang, apakah semua administrasi mami sudah terselesaikan?"
Vina mengangguk. Namun Vina masih ingin penasaran dengan apa yang sedang dibahas oleh orang tuanya sehingga mereka tampak asik bercanda gurau. "Mami bahagia sekali, apa yang membuat mami bisa happy seperti ini?" Tanya Vina
Mami Atika tidak menjawabnya. Melainkan hanya memberi kode isyarat dengan memainkan mata mematap kearah Bagas. Dan Vina pun mengerti apa arti dari isyarat mata yang diberikan oleh mamiya itu. Wanita paruhbaya tersebut menunjuk ke arah Bagas bahwa lelaki itulah yang mampu membuat dirinya lebih happy dari sebelumnya.
"Mami mulai terlihat nyaman dengan Bagas. Terlihat sangat happy dan tidak tampak seperti sedang sakit. Padahal sebelumnya tiada pria ku kenal yang dapat membuat mami sampai seperti ini. Syukurlah Bagas mampu mengubah dunia mami." Gumam Vina dalam hatinya.
Karena semua administrasi telah selesai, mereka pulang dengan dibantu oleh Bagas untuk mengangkat koper serta barang bawaan yang lain.
Bagas mengangkat satu persatu koper dan memasukkannya ke dalam Bagasi. Menatanya dengan rapi hingga mereka siap untuk perjalanan kerumah mami Atika.
"Rajin dan cekatan sekali nak Bagas ini. Gak salah kamu pilih karyawan dia, vin." Puji mami Atika yang duduk disebelah Bagas yang sedang mengemudi.
Pujian itu membuat kedua pipi Bagas merah berseri tersipu malu. Tetap dengan kerendahan hati yang berpura-pura, Bagas tidak merasa tinggi hati didepan bos dan maminya.
"Wanita janda ini sepertinya sudah mulai nyaman dengan keberadaanku. Langkah semakin dekat, Bagas." Gumamnya mencuri pandangan kearah kursi belakang melalui kaca sepion.