Tap…Tap.
Aku terus berlari dan berlari di tengah gelapnya lorong gang di sebuah kota kecil yang sepi penduduk, sesekali aku menoleh ke belakang melihat siapa yang terus mengikuti diriku. Kedua tanganku sigap mengambil pistol yang berada di belakang saku jaket panjang milikku, aku segera berbalik badan, aku berlari dengan tubuh aku tolehkan sedikit kebelakang, kedua tangan memegang pistol lurus ke depan. Kedua pistol aku ulurkan ke dua orang pria berbaju hitam memakai topi yang saat ini sedang mengejarku.
Dor..Dor..Dor.
Anak peluru mendarat tepat di bagian dada kiri dua orang yang sedari tadi mengejarku.
Aku mendekati dua orang pria yang sudah terbaring lemah di atas trotoar jalan, darah mengalir dari masing-masing tubuh mereka. Aku berjalan mendekati dua orang pria yang sedang sekarat, kedua tangan yang masih menggenggam pistol mengarah ke masing-masing dahi mereka.
"Siapa yang menyuruh kalian untuk mengejar diriku, jika kalian memberitahu aku sekarang, aku tidak akan menghabisi nyawa kalian berdua dan kalian bisa pulang dengan selamat kepada anak dan istri kalian yang sudah menunggu di rumah."
Tatapan penuh ketakutan dari dua orang pria menatap diriku yang sedang jongkok di tengah-tengah mereka yang sedang telentang.
Salah satu pria memohon di hadapanku, kedua tangan memegang betis kiriku, kedua mata belas kasih menatap wajahku yang dingin.
"A-aku mohon jangan habisin aku. A-aku berjanji akan memberi tahu kamu siapa dalang di balik ini semua dan kamu juga masih belum aman karena dirinya sudah menyuruh penembak jitu dari Luar Negeri untuk membunuh kamu."
"Lebih baik aku mati dari pada aku memberi tahu siapa orang yang menyuruh ku. Orang itu telah membayarku mahal, jadi aku tidak takut akan mati jika kamu ingin membunuhku. Bunuh saja aku dari pada aku harus hidup tapi nantinya tersiksa olehnya." Sahut pria yang satu lagi.
Aku segera berdiri. Kedua tangan yang masih memegang pistol menatap lurus ke bawah, tepat dahi kedua orang pria yang tak berguna.
Door..Door.
Aku mendaratkan peluru tepat di dahi mereka, masing-masing mendapat 2 peluru.
Aku menghebus ujung pistol yang berasap. "Huuft. Dasar sampah. Aku menunggu penembak jitu membunuhku. Dan pengecut mana yang berani menyerangku saat aku sedang ingin pergi bersenang-senang dan beraninya pengecut itu membayar orang hanya untuk menghabisi nyawaku." Ucapku pelan.
Aku kembali berlari kencang hingga aku tiba di bangunan tua bekas kebakaran. Kedua kakiku terhenti di depan bangunan tua, aku mendongakkan wajahku menatap ke atas bangunan tua yang sudah tak terpakai.
"Sepertinya aku aman di sini."
Saat aku hendak melangkahkan kaki kanan masuk ke dalam bangunan tua. Satu peluru nyasar mendarat mendekati tiang tempat aku berdiri, aku menolehkan wajahku ke sisi kanan.
Door...
"Akh. Sial. Sepertinya mereka masih terus mengejarku." Ucapku pelan.
Aku terus berlari dan berlari kencang, meninggalkan gedung tua tak terpakai. Aku terus berlari hingga aku hampir bertemu di pusat kota kecil, kedua mataku melihat jejeran toko yang sudah tutup karena ini sudah pukul 23:45 malam dan kota ini sangat sepi penduduk di saat malam hari.
"Sepertinya aku akan aman jika aku menyelinap masuk di tengah kota ini." Harapku.
Aku terus berlari, namun saat aku berlari di lorong kecil. Terdengar suara tembakan dari jarak kejauhan.
Dor..Dor…Dor..
Terdengar suara peluru mendarat tepat di tubuhku, membuat seluruh tubuh ku bersimbah darah. Tubuhku terkena peluru sebanyak tiga kali. Bagian perut, lengan kanan dan punggung. Peluru mendarat secara bersamaan membuat kedua kakiku melemah dan akhirnya aku terjatuh dalam posisi telungkup.
"Akh. " Teriakku.
Tubuhku jatuh di atas trotoar jalan sunyi dengan posisi telungkup, aku berusaha mematikan diriku agar mereka tak menyerangku kembali. Siapa orang yang berani menyerangku secara mendadak dan siapa orang yang berani ingin membunuhku.
Jedrr..Jeddr..
Tik…..Tik…
Suara kilatan petir tiba-tiba menyambar seisi bumi, rintik gerimis perlahan jatuh membasahi Bumi di susul hujan deras yang jatuh dengan tiba-tiba. Tubuhku tiba-tiba terasa melemah, darah terus mengalir dari bagian tubuh bekas tembakan yang aku dapatkan. Aku berusaha bangkit, tangan kanan menekan perut yang sedari tadi mengeluarkan darah. Kedua kaki berjalan namun tak bisa berjalan dengan sempurna, aku hanya bisa berjalan dengan tubuh yang sedikit tertunduk di dalam derasnya hujan malam ini.
"Sial, benar-benar penembak jitu. Bisa-bisanya aku harus mati dengan cara yang tidak hormat, siapa mereka berani sekali menyerang diriku di saat aku sedang lengah. Apa mereka, 'Geng kucing di dalam selimut'. Aku harus segera memberi kabar kepada anak buahku jika aku akan mati dan aku akan meminta mereka untuk membalas semua perbuatan orang yang mencoba membunuhku."
Kedua kakiku terus berjalan di bawah derasnya hujan. Kedua mataku mulai samar-samar menatap sekeliling tempat, di sisi kiri setelah aku keluar dari gang. Aku melihat ada toko kecil dan satu wanita yang sedang berteduh. Aku segera mendekati wanita tersebut, aku berharap dia bisa menolong diriku dan memakamkan mayatku dengan tenang.
5 langkah mendekati toko dan wanita yang sedang berteduh. Kedua kakiku melemah, aku seperti tak sanggup jalan. Aku berusaha merangkak mendekati wanita tersebut, darah terus mengalir di bawah derasnya hujan. Tangan kananku sampai di teras toko, aku melambaikan tangan kiri yang mulai mengisut ke arah wanita yang masih diam berdiri, namun aku tak dapat melihat jelas pandanganku karena aku sudah benar-benar lemah dan tubuhku terasa dingin.
"To..Tolong."
Hanya itu yang bisa aku ucapkan, setelah itu kedua mata terpejam dan aku tertidur dalam separuh badan sudah sampai di depan teras toko.
Saat aku belum sepenuhnya tertidur, aku mendengar suara lembut dari seorang wanita dan tangan hangat menyentuh pipi kananku.
"Ka-kamu kenapa?"
***Di alam Mimpi***
Aku kini sedang berdiri di tengah-tengah pria berbaju hitam dan wajah di tutup dengan topeng. Aku menatap satu persatu dari wajah mereka yang tidak aku kenal, aku mencoba meraih pistol yang ada di dalam saku jaketku. Saat aku hendak menembakkan peluru ke mereka semua yang sedang menatapku tajam. Peluru dari kedua pistol kesayanganku tidak keluar, aku membuang kedua pistol yang menurutku tidak berguna.
Semua pria berbaju hitam mentertawai diriku, mereka terus mendekati dengan suara lantang dan tawa keji mereka mengelilingi diriku. Aku Bos Mafia kejam seperti merasa terhina dengan semua perbuatan mereka. Aku berusaha melawan mereka dengan ilmu bela diri yang aku punya, tapi seranganku tidak kenak. Mereka seperti bayangan yang tak bisa aku sentuh.
Aku merasa prustasi akan hal ini. Aku menjatuhkan tubuhku, menutup kedua telingaku dengan kedua telapak tanganku.