Jingga terus menunggu dan terus menunggu hingga 20 menit lamanya di dalam kamar. Ia yang sangat lapar tak mampu menahan perut yang sedari tadi keroncongan. Kedua kaki Jingga bergegas melangkah mendekati pintu kamar yang ternyata di kunci dari luar.
"Kenapa aku di kunci?" Tanya dirinya sendiri.
Tok…tok.
Jingga terus mengetuk pintu kamar, kedua tangan memegang gagang pintu kamar, ia berusaha membuka pintu kamar tapi tidak bisa di buka sama sekali. Jingga kembali mengetuk pintu kamarnya.
Tok…tok.
"Buka. Aku sangat lapar di sini dan aku juga sangat haus! Apa kalian ingin membunuhku secara halus di dalam kamar ini." Teriak Jingga sangat kuat dari dalam kamar, tapi tidak ada satupun orang yang membuka pintu kamarnya. Saat tangan kanan Jingga ingin mengetuk pintu kamar sekali lagi, terdengar suara tembakan yang cukup kuat dari luar.
Dor…Dor.
Suara tembakan sebanyak 10 kali.
"Suara apa itu." Ucap Jingga spontan berjongkok, kedua telapak tangan di letakkan di kedua daun telinga miliknya, kedua mata membesar menatap jendela kaca berjerjak besi. "Sebaiknya aku mengintip dari jendela." Jingga berdiri, kedua kaki langsung berlari menuju jendela besar yang berada di dalam kamar.
Jingga berdiri di balik kain gorden jendela kamar yang berwarna hitam pekat, kedua mata hitam pekat membesar sempurna, ia berjalan mundur, wajah panik terus menatap keluar. Kedua kaki melemah, tangan kanan masih memegang kain gorden.
"Ti-tidak mungkin. Si-siapa sebenarnya mereka dan pria yang membawa aku ke sini?"
Tok….Tok.
Saat Jingga merasa ketakutan, terdengar suara ketukan pintu yang cukup kuat dari luar pintu kamar. Kedua mata Jingga beralih pandang ke arah pintu yang terus di ketuk kuat, wajahnya bertambah takut, ia segera merangkak, meninggalkan jendela kamar mendekati bawah ranjang yang memiliki sedikit cela. Jingga segera bersembunyi di bawah ranjang yang hanya bisa di masukin oleh tubuh mungilnya.
Jingga telungkup, membenamkan wajah di balik kedua tangan yang ia lipat di atas lantai. Tubuhnya gemetar. "Si-siapa mereka." Ucapnya pelan dan gemetar.
Nyit…
Pintu kamar tiba-tiba terbuka, wajah Jingga langsung menoleh ke pintu kamar yang terbuka. Kedua mata menatap sepatu pansus pria berwarna hitam yang di penuhi darah dan lumpur.
Tap…Tap..
Terdengar suara sepatu pansus pria yang berjalan menuju ke ranjang. Jingga segera membenamkan kembali wajahnya, kedua mata di penuhi cairan bening, tubuh gemetar.
"Gadis bodoh. Kamu di mana?"
Jingga langsung mengangkat wajahnya, kedua mata membulat penuh, cairan pening perlahan terjatuh. Suara pria yang sedikit familiar yang ia dengar 1 hari ini. "A-aku di sini." Sahut Jingga suara gemetar.
"Keluarlah, aku tidak dapat menemukan diri kamu." Ucap pria tersebut.
Jingga perlahan keluar dari bawah kolong ranjang, kedua tangan menyekak kasar kedua pipi yang di basahi cairan bening, perlahan ia mengintip dari samping ranjang. Kedua mata Jingga kembali membesar saat kedua matanya perlahan melihat kebawah, sepatu pansus hitam pria yang di penuhi banyak noda, celana caper hitam yang banyak terdapat robekan serta kotor, baju kemeja di penuhi darah dan terdapat sedikit lubang di baju kemeja bagian depan miliknya.
"Tuan." Teriak Jingga segera berlari mendekati pria yang sedikit goyang. Pria tersebut adalah diriku Tedy alias Alcandor 'Bos Mafia Kejam', tangan kanan mengepal erat buah Pir yang sudah di penuhi darah.
Aku mengulurkan tangan kananku yang memegang buah pir yang sudah berubah warna menjadi merah. Bibir tersenyum manis. "Maaf, sudah membuat kamu kelaparan. Aku…" Tubuhku tiba-tiba melemah.
"Tuan kenapa?" Tanya Jingga menangkap tubuh kekarku yang hendak jatuh ke atas lantai. Kedua bola mata hitam pekat di penuhi cairan bening menatap wajahku yang terasa mati. Jingga membawaku duduk di dalam pangkuannya, tangan kanan yang lembut membelai pipiku yang sudah mulai dingin. "Tuan." Teriak Jingga sekuat-kuatnya.
Tangan kanan yang masing mengepal erat buah pir yang sudah berubah warna menjadi merah mengulur ke arah Jingga. "Makan! Atau aku akan menghukum kamu." Tegasku yang sudah melemah.
Jingga mengangguk, cairan bening yang memenuhi bola mata hitam pekat miliknya menetes ke wajahku, bibir mengangak, ia menggigit buah pir yang sudah berubah warna menjadi merah. Darah tersebut melekat di sudut bibirnya, tangan kananku melepas buah pir yang aku genggam di atas lantai.
"Jika aku mati, kubur kan diriku dengan layak."
Itulah ucapan yang aku keluarkan sebelum aku memejamkan kedua mataku.
"Tuan…"
"Bos.."
.
.
.
****Kembali ke beberapa jam yang lalu****
Saat mobilku keluar dari halaman parkiran toko, mobilku di ikuti 2 mobil Kijang. Merasa 2 mobil yang mengikuti bukan orang baik, aku segera menelpon Fans. Setelah aku memberi pesan, aku kembali melajukan mobilku, aku terus melajukan mobil milikku ke jalur yang berbeda saat mendapat persimpangan. Aku sengaja membuat mereka yang mengikuti bingung kemana aku akan pergi dan berhenti, karena aku tak ingin Vila tersembunyi beberapa tahun milikku menjadi terbongkar dan di ketahui banyak musuh-musuhku.
Aku terus melajukan mobilku sampai aku mendapat jalan yang buntu dan sedikit berlumpur. Sebuah tanah luas seperti ladang perkebunan orang yang baru saja di panen. Kedua mata menatap spion kanan mobil, melihat 1 mobil berhenti 5 meter dari mobil milikku. Aku mengerutkan dahi, alis menyatu.
"Sial. Dimana mobil yang satu lagi! Apa mereka tahu dimana persembunyian aku yang berada di sini. Awas saja jika mereka melukai wanita bodoh itu. Aku belum sempat bilang terimakasih padanya." Ucapku kesal.
Aku melepaskan seatbelt, tangan kanan membuka pintu mobil, kaki kanan melangkah, tak lupa kaca mata hitam aku kenakan di wajah tampanku.
Kedua tangan sudah menyimpan senjata api di belakang kemeja milikku.
Aku berdiri di samping mobil, kedua mata menatap 7 orang berbaju hitam dan berjaket hitam berjalan ke arahku. Masing-masing tangan memegang benda yang siap untuk merenggang nyawaku.
7 orang pria berbaju serba hitam berdiri di hadapanku. Tangan kana pria yang memegang pedang mengarah ke padaku, semua mata tajam, wajah suram menatap diriku.
"Berani kamu habisi nyawa Bos kami. Maka kamu akan mendapatkan semua hasil dari perbuatan kamu." Ucap pria tersebut terdengar jelas dan kuat.
"Cih." Aku membuang ludah ke sisi kanan. Aku menatap satu persatu wajah manusia yang tak perlu hidup dan menikmati udara segar yang berada di atas bumi di balik kaca mata hitam milikku. "Kenapa kalian menuduhku sekejam itu!" Kedua mataku menatap kedua telapak tanganku. "Kedua tanganku ini masih suci dan belum berbuat dosa sama sekali." Aku mengarahkan jari telunjuk tangan kananku ke atas langit. "Tanya saja sama Tuhan."
"Ba…jingan." Ucap pria tersebut dengan nada suara yang sangat kuat. Kedua mata merah di penuhi amarah menatap 6 anak buah yang berada di belakangnya, tangan kanan yang memegang pedang mengarah kepadaku. "Habisi dirinya dan buat dia merasakan dosa yang sudah di perbuat olehnya."
"Sangat bersemangat." Sahutku, sudut bibir atas menaik, kedua mata menatap 6 pria berbaju serba hitam berlari mendekati diriku.
"Hiakkk…"
Beberapa serangan dari 6 pria berbaju hitam mampu aku elak, saat aku mulai bosan melihat celana caper mahal yang aku pesan dari Paris terkoyak karena mengenai senjata tajam mereka, kedua tangan mengambil senjata api dari balik baju kemeja milikku. Kedua tangan memegang senjata api mengarahkan ke 6 pria yang sedang di hadapanku.
Dor…dor.
Aku melayankan peluru tepat di kedua kaki dan lengan mereka. Melihat 6 pria berbaju hitam terjatuh di atas tanah dan 6 pria tersebut mengeluh kesakitan pada bagian tubuh yang aku layangkan senjata api.
Pria yang bertubuh kekar, ketua dari mereka mengerutkan dahinya, kedua alis menyatu. "Ba…jinga." Teriak pria tersebut berlari ke arahku.
"Apa wajah tampanku terlihat seperti seorang pria ba….jingan?" Tanyaku, kedua mata menatap pria bertubuh kekar berlari ke arahku dari balik kaca mata hitam.
Jlub!
Terdengar suara benda tajam menembus punggungku hingga ke bagian perut, tangan kanan memegang baju bagian perut yang mengeluaran darah. Kedua mata menoleh kebelakang, sudut bibir mengeluarkan darah. Aku mengarahkan senjata api tepat di dahi pria yang menusuk diriku dari belakang. "Aku pikir kalian semua akan mendapatkan sedikit kehidupan setelah mendapat rasa sakit dari yang aku buat. Aku salah! Aku akan habisi kalian semua." Teriakku.
Aku terus menghabisi peluru yang aku pasang di kedua senjata api milikku.
Dor…Dor.
Terdengar suara indah dari ujung senjata api milikku melambung ke udara. Bukan hanya mereka yang mendapat luka tembak, aku juga. Setelah semua selesai, aku segera berjalan menuju mobil, kedua kaki yang sudah tak kuat berjalan terus aku paksa berjalan.
Setelah berusaha keras aku mengendarai mobil milikku untuk kembali ke Vila yang tak jauh dari tempat kejadianku. Kedua mata di suguhkan pemandangan yang tidak indah dari ruang tamu milikku. 2 anak buah ku tergelatak tak bernafas di atas lantai ruang tamu, dengan tubuh mengeluarkan cairan merah.
Vila milikku ternyata di bantai, pelakunya adalah 2 mobil yang mengejar diriku, tapi mobil yang satu menuju kediaman Vila milikku dan yang satu lagi mengejar diriku. Aku melihat Fans sedang duduk di lantai ruang tamu, tepat di hadapan 2 anak buahku yang sudah tidak bernyawa, lengan kanan di penuhi darah.
"Maaf, Bos. Aku tidak bisa melindungi kamu. Tadi saat aku hendak mengejar mobil kamu, aku melihat ada satu mobil mencurigakan berbapapasan dengan diriku di jalan. Dan aku memikirkan wanita yang kamu titip padaku, jadi aku memutuskan tidak pergi menolong diri kamu." Ucap Fans penuh penyesalan, wajah berantakan.
"Tidak masalah." Sahutku pelan, kedua mata menatap lantai 2. "Apakah dia baik-baik saja?"
"Ia. Bos. Dia kami kunci di dalam kamar." Sahut Fans melemparkan kunci kamar kepada ku."
.
.
Itulah yang terjadi beberapa jam yang lalu sebelum aku terjatuh tepat di pelukan dan pangkuan Jingga.