Chereads / Bos Mafia Kejam dan Jingga / Chapter 4 - Bab 04. Cek senilai 150 juta.

Chapter 4 - Bab 04. Cek senilai 150 juta.

Aku segera keluar dari mobil, kedua kaki aku langkahkan mendekati Jingga yang masih duduk di atas trotoar jalan. Aku menghentikan kedua kakiku di belakang Jingga. Kedua mata menatap tajam wanita paruh baya yang berdiri di depan dirinya.

"Jingga. Ternyata kamu wanita simpanan! Kenapa kamu tidak bilang jika kamu memiliki om tampan seperti pria yang di belakang kamu." Ucap wanita paruh baya tersebut.

Jingga menolehkan wajahnya ke belakang, kedua mata membesar sempurna, ia langsung berdiri. "Kamu."

Aku mengerutkan dahi, kedua alis menyatu, kedua mata menatap tajam wanita paruh baya terlihat layas kepada Jingga dan diriku.

'Mulut busuk. Berani sekali dirinya menyebut diriku seperti itu.' Batinku.

Wanita paruh baya mengulurkan tangan kanan. "Karena Anda sudah datang tepat di hadapan saya, maka saya minta uang kepada Anda. Anda ingin membawa gadis ini untuk tidur semalam bukan. Dari pada uangnya di kasih semua pada gadis ini, lebih baik Anda berikan kepada saya. Dulu mendiang orang tuanya memiliki banyak hutang kepada saya, dan bunganya sudah berlipat ganda sekarang. Walaupun bayaran satu malam tidak cukup untuk melunasi hutang gadis kotor ini, tapi setidaknya bunga yang mereka pinjam berkurang." Ucap wanita paruh baya kasar, tangan kanan seperti sedang meminta. "Cepat. Aku butuh uang, ini."

Jingga mendekati wanita paruh baya, ia berlutut, kedua tangan memegang rok bunga-bunga wanita paruh baya, kedua mata berkaca-kaca. "Nona. Anda salah paham dengan pria ini, dia bukan pria yang tidur bersama ku dan dia tidak ada hubungannya dengan hutang mendiang kedua orang tuaku." Ucap Jingga memohon.

"Jika aku melunasi semua hutang gadis ini, apakah kamu mau menjadi pembantu yang melayani semua anak buahku." Ucapku serius.

Aku sengaja berbicara seperti itu karena aku merasa kesal di hina oleh wanita tua dan tak tahu diri. Aku tidak masalah mengeluarkan uang sebanyak apa pun yang di perlukan Jingga, karena aku telah berhutang nyawa padanya.

"Lantam sekali kamu berkata seperti itu kepadaku. Emang kamu siapa?" Sahut wanita tersebut berteriak di kepadaku, jari telunjuk tangan kanan mengarah ke padaku secara berulang kali.

"Nona. Aku mohon maaf kan pria ini. Aku beneran tidak mengenal pria ini, dan aku mohon jangan salahkan dirinya yang berkata seperti itu kepada Anda." Jingga terus memohon dengan suara lirih.

"Alah. Banyak alasan kamu." Wanita paruh baya mendorong kuat tubuh Jingga, bokongnya terjatuh di atas trotoar jalan. Wanita paruh baya mencengkram rambut bagian atas, membuat Jingga mendongakkan wajahnya, kedua mata di penuhi cairan bening menatap wajah wanita paruh baya. Jari telunjuk tangan kanan wanita paruh bayah mengarah ke wajah Jingga. "Aku tidak perduli apa pun yang kamu katakan. Sekarang cepat bayar hutang-hutang beserta bunga kedua mendiang orang tua kamu sebesar Rp. 50 juta rupiah."

Mendengar ucapannya wanita paruh baya membuat aku tertawa geli, kedua tangan memegang perutku. "Hahaha. Hanya lima puluh juta. Hahaha."

Wanita paruh baya melepaskan cengkraman tangan kanannya, ia berjalan mendekati diriku, kedua wajah suram menatap diriku yang masih tertawa geli. "Hei. Kenapa kamu tertawa." Wanita tersebut mendorong kuat dada kekar kiri milikku. "Hei. Apa kamu sudah gila." Teriak wanita paruh baya di hadapanku.

Aku menghentikan tawaku, tangan kanan segera mencengkram erat rambut ikal pendek wanita paruh baya, membuat kepalanya tertunduk ke depan. "Kesabaran aku sudah habis. Apa kamu pikir gara-gara kamu wanita paruh baya aku tidak tega melakukan apa pun yang aku ingin kan. Kamu salah. Aku sudah muak melihat ke sombongan yang kamu lontarkan dari bibir kamu." Ucapku dingin. Aku menarik kuat rambut ikal pendek wanita paruh baya, membuat dirinya terjatuh di kedua kakiku. "Kamu ingin uang bukan?"

"I-iya." Sahut wanita paruh baya mendongakkan wajah ketakutan, kedua mata di penuhi cairan bening. "Ka-kamu siapa. Dan kenapa kamu sangat kasar sekali pada wanita paruh baya sepertiku." Lirih wanita paruh baya kepadaku.

Aku jongkok, tangan kanan mencengkram kembali rambut bagian atas milik wanita tersebut. Aku menatap dingin wajah sedih wanita paruh baya. "Wanita Iblis seperti kamu tidak perlu di kasih hati."

Aku melayangkan tangan kananku ke pipi kanan wanita paruh baya, kemudian aku melayangkan kembali ke pipi kiri wanita paruh baya. Setelah puas melihat bekas tapak tanganku menempel di kedua pipi wanita tersebut. Aku mengeluarkan cek sebesar 150 juta rupiah. Aku menghamburkan cek tersebut ke atas udara. "Ambil kertas itu sebelum orang lain mengambilnya."

Wanita paruh baya tersebut langsung berdiri, kedua tangan menangkap ke udara cek yang melambung di udara. "Terimakasih." Ucap wanita paruh baya meninggalkan diriku, tangan kanan sudah menggenggam cek senilai 150 juta rupiah.

Jingga tertegun, ia berdiri seperti patung.

Wanita paruh baya berbalik badan, tangan kanan memegang 1 lembar cek melambai dihadapan Jingga. "Sudah lunas. Selamat tinggal gadis kotor." Ucap wanita tersebut senang.

Aku menggeleng. "Dasar wanita tidak punya harga diri."

Aku berjelan mendekati Jingga, aku menggenggam erat pergelangan tangan kanannya, membawa dia pergi di kota kecil yang penuh dengan orang-orang tidak bermanfaat.

"Kamu mau bawa aku ke mana?" Tanya Jingga menatap diriku yang berjalan di depannya.

"Aku akan menjadikan diri kamu sebagai pelayanku karena aku sudah membayar kamu." Sahutku. Aku membuka pintu mobil, memasukkan Jingga ke dalam kursi penumpang secara paksa.

Mobil kini sudah melaju, aku membuka jaket yang membuat tubuhku gerah. Aku mencapakkan jaket ke kursi penumpang bagian belakang. Kedua tangan fokus mengemudi, kedua mata fokus ke jalan.

"Kenapa kamu membantuku?" Tanya Jingga melirik diriku sedikit.

"Jika kita membantu orang lain, apa perlu kita bertanya kepada orangnya kenapa kita mau membantunya." Sahutku datar.

"Tidak. Sekarang kita mau ke mana?" Tanya Jingga kembali dengan polos.

"Ke rumahku. Di rumahku tidak ada pelayan, jadi aku ingin membuat kamu menjadi pelayanku." Sahutku, kedua mata sesekali menoleh ke arahnya.

"Oh. Terimakasih atas bantuan kamu." Ucap Jingga tanpa bertanya dan merasa takut sama sekali kepadaku.

Aku melirik Jingga yang menatap jendela kaca mobil serba hitam milikku, kedua alisku menyatu. 'Apa wanita ini sudah gila. Kenapa dia tidak merasa takut sama sekali kepadaku, dan kenapa dia mau saja aku ajak ke rumah. Ucapannya. Ucapannya itu seperti orang bodoh atau orang polos. Pantas saja dia sering disakitin dan di manfaatkan oleh orang lain, ternyata begini sifat dan sikapnya.' Gerutuku dalam hati.

Jingga memutar arah duduknya, ia menatap diriku. "Kamu sepertinya bukan orang sini. Dan kamu seperti seorang pria yang pernah aku lihat. Tapi di mana ya?" Ucapnya, ia mendongakkan wajahnya, jari telunjuk tangan kanan menempel di dagu. "Aku jadi ingat dengan pria yang aku tolong sewaktu hujan lebat."

"Pria mana?" Tanyaku berpura-pura ingin mengetahui lebih dalam.

"Ada seorang pria penuh luka dan seluruh tubuhnya di penuhi darah. Tapi aku lupa bagaimana bentuk wajahnya, karena aku bertemu dengannya di malam hujan badai dan hanya menatap dirinya dari luar pintu ruangan rumah sakit setiap membesuk dirinya. Dan saat aku ingin membesuk dirinya kembali, dia sudah hilang entah kemana." Ucap Jingga polos, kedua mata berbola hitam pekat menatap wajahku. "Aku rasa dia sudah kabur karena takut aku meminta dirinya biaya rumah sakit sehingga saat dia kabur menyempatkan diri mencuri uang terlebih dahulu kemudian meletakkan beberapa lembar uang yang cukup banyak di atas ranjang rumah sakit."

Aku mengerutkan dahiku, kedua mata melirik dari ujung ekor mata. 'Ha. Dia bilang aku pencuri! Kenapa aku bisa bertemu dengan gadis bodoh, polos dan paket lengkap seperti dirinya.' Batinku.

Baru kali ini aku bertemu dengan seorang wanita cantik, tapi bodoh dan polos. Aku seperti ikutan polos dan bodoh saat bersama dengan dirinya saat ini. Harus menjawab apa aku. Aku hanya bisa diam saja, kedua tangan fokus mengemudi menuju Vila milikku yang berada di Bali. Tapi aku bilang pada Jingga itu adalah rumahku.