"Lo nggak papa kan makan di tempat kecil kayak gini."
Flora menatap warung sate yang berada di depannya dan beralih menatap Rafa. Warung sate yang tampak biasa saja. Tempatnya juga kecil namun ramai pengunjung.
Flora berlatih menatap Rafa sembari menggelengkan kepalanya. "Nggak kok. Gue juga biasa makan di tempat kayak gini."
Flora dan Rafa pun masuk ke dalam warung sate dan memilih tempat duduk di pinggir. Tempat yang nyaman untuk mereka berdua. Rafa pun memesan beberapa tusuk sate untuk keduanya.
"Mama lo nggak marah kan, kalo pulangnya telat?" tanya Rafa lagi.
"Nggak papa. Gue juga udah ngasih tau Mama kalo pulangnya telat," kata Flora dengan senyum tipisnya. Flora masih merasa asing dengan situasi ini.
Selang berapa lama, piring yang berisi beberapa tusuk sate pun terhidang di meja keduanya. Tanpa menunggu lama lagi, keduanya mulai melahap sate itu.
Rafa beberapa kali mencuri pandang ke arah Flora yang tampak menikmati satenya itu. Rafa tersenyum dalam diam, rasanya ia masih tidak percaya jika sekarang ia bisa sedekat ini dengan Flora. Padahal dulunya, Rafa selalu memandang Flora diam diam dari jarak jauh.
"Flo..."
Flora menghentikan sejenak makannya dan beralih menatap Rafa sembari mengernyitkan keningnya. "Kenapa?"
"Enak satenya?" tanya Rafa.
"Enak," jawab Flora sembari menganggukkan kepalanya. "Gue suka kok sama satenya."
Rafa merasa jika Flora terlihat terpaksa dekat dengannya. Rafa juga bisa merasa jika Flora tidak nyaman berada disini. Gadis itu sedari tadi hanya diam saja. Flora hanya mengeluarkan suaranya jika Rafa bertanya kepadanya. Selebihnya Flora hanya diam saja.
"Lo nggak nyaman ya dekat sama gue?" tanya Rafa mengeluarkan isi hatinya. "Lo risih dekat sama gue?"
Flora menggelengkan kepalanya. "Nggak, kok."
"Trus kenapa dari tadi lo diam aja?" tanya Rafa. "Kalo nggak suka atau nggak nyaman bilang aja."
"Bukan gitu," kata Flora merasa tak enak. Sikapnya yang pendiam dan tidak banyak bicara memang memberikan kesan buruk kepada orang lain. Tapi bukan berarti Flora tidak nyaman atau risih ada di dekat Rafa. Hanya saja Flora masih merasa asing dengan ini semua. "Gue emang orangnya pendiam, Raf."
"Pendiam sama nggak nyaman beda, Flo," kata Rafa. "Sama Luna lo bisa ketawa dan banyak omong. Tapi kenapa sama gue lo diam aja. Lo juga kayak nggak nyaman. Beberapa kali gue ngajak lo ngobrol di sekolah juga lo kelihatannya nggak nyaman."
Flora menghela nafas panjangnya. Flora sudah tidak betah ada di posisi ini lagi. Flora ingin cepat pulang dan tidak bertemu dengan Rafa lagi. Ucapan Rafa itu membuat Flora malu. Tingkah Flora memang membuat semua orang tidak nyaman dengannya.
"Kalo emang nggak nyaman sama gue, bilang aja Flo. Nggak udah sembunyiin."
"Bukan gitu," kata Flora sembari menggaruk rambutnya. Bingung harus mengatakan apa kepada Rafa. "Bukan gue nggak nyaman dekat sama lo cuma gue emang susah buat dekat sama orang baru. Gue susah beradaptasi sama orang baru. Apalagi kemaren gue lama pacaran sama Jefan. Selama pacaran sama Jefan juga gue nggak pernah dekat sama cowok manapun. Jadi wajar aja kalo sekarang gue ngerasa asing dan sedikit nggak nyaman mungkin kelihatannya. Tapi bukan berarti gue nggak nyaman sama lo."
Rafa manggut manggut mengerti mendengar penjelasan Flora. Rafa juga tidak berhak meminta banyak atas sikap Flora kepadanya. Mereka baru saja bertemu dan mengobrol beberapa kali, wajar saja jika rasanya canggung.
"Lanjutin lagi makannya. Sorry bikin lo terganggu sama pertanyaan gue," kata Rafa mengalah. Rafa memang harus berusaha mengenal sifat Flora lagi. Sikap Flora yang sangat berbeda dari Diva dan Luna.
Flora menganggukkan kepalanya dan kembali memakan satenya. Flora bertekad agar bisa membuka obrolan dengan Rafa. Jangan hanya Rafa yang berusaha untuk membuka obrolan dan mencairkan suasana.
Tak lama setelah makan sate, Rafa pun mengantarkan Flora pulang kerumahnya.
****
Rafa tidak langsung pulang kerumahnya setelah mengantarkan Flora pulang kerumahnya. Rafa malah bertemu dengan Luna di cafe yang tidak jauh berada rumah Flora. Rafa yang meminta untuk bertemu dengan Luna karena ada sesuatu yang ingin Rafa tanyakan kepada sahabatnya itu.
Rafa masuk ke dalam cafe dan langsung melihat Luna yang sudah duduk di salah satu meja yang berada disini. Rafa pun melangkahkan kakinya dan duduk di samping Luna.
"Lo ngajak ketemunya mendadak banget, ya. Untung gue bisa," kata Luna saat melihat Rafa duduk di depannya. "Mau ngomongin apa?"
"Flora jauh banget dari apa yang gue bayangin," kata Rafa tanpa basa basi. "Gue kira dia orangnya banyak omong. Tapi ternyata dia pendiam banget. Dia juga nggak pernah ngomong duluan sebelum gue yang duluan ngomong sama dia."
Luna menahan tawanya mendengar keluhan Rafa itu. Sifat Rafa memang sangat berbanding terbalik dengan sikap Flora. Jika Rafa banyak tingkah, maka Flora lebih banyak diam. Apalagi kepada orang yang tidak atau baru ia kenal.
"Lo kenapa nahan ketawa kayak gitu?" tanya Rafa semakin kesal dengan sikap yang Luna tunjukkan. Bukannya mengatakan sesuatu, Luna malah diam dan menahan tawanya.
"Ya Flora memang gitu orangnya," kata Luna. "Lo cinta kan sama dia. Jadi lo harus maklum dengan sifat dia itu."
"Tapi masa gue terus yang harus berusaha buka obrolan sama dia. Sementara dia cuma jawab doang tanpa balik bertanya sama gue kalo gue tanyain sesuatu sama dia."
"Rafa... Yang suka itu elo sama dia. Bukan dia sama lo. Jadi ya wajar aja kalo lo harus kelihatan lebih beraksi daripada dia. Lo harus tunjukin effort lo sama dia."
"Capek kalo kayak gini terus," keluh Rafa sembari menghela nafas panjangnya. "Respon Flora sama gue beda banget pas sama kalian. Sama kalian Flora kelihatan banyak ngomong dan gampang ketawa. Tapi sama gue? Jangankan ketawa, ngomong aja jarang."
Luna memegang tangan Rafa untuk memberikan semangat kepada lelaki itu untuk tidak berhenti mengejar Flora. "Flora emang kayak gitu, Raf. Flora emang pendiam kalo sama orang yang baru dekat sama dia. Tapi lo berhasil dekat sama dia dan masuk ke hatinya, Flora orangnya baik banget dan seru juga. Sekarang tinggal lo doang yang milihnya gimana. Mau berhenti sampai disini aja atau masih tetap ngejar dia. Tapi percaya sama gue, kalo lo berhasil ngambil hatinya, dia bakal baik banget sama lo. Dan lo akan nyaman banget berada di dekat dia. Buktinya gue sama Diva."
Rafa tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Dilihat dari sikap Flora tadi kepadanya, Rafa memang ingin berhenti saja. Tapi Rafa masih ingin mendapatkan Flora. Rafa masih ingin membuktikan jika ucapan Luna benar.