"Apalagi Luna. Luna kalo lo tanya sesuatu pasti langsung di jawab sama dia panjang lebar."
"Tapi gue pengen dengar langsung dari lo, bukan dari Luna atau Diva," kata Rafa sembari menatap Flora dengan lekat.
Flora menghela nafasnya sejenak dan menyeruput minumannya untuk menghilangkan rasa gugupnya. Ntah mengapa saat berada di dekat Rafa, Flora merasa gugup.
"Karena gue udah ngerasa nggak cocok aja. Visi dan misi gue sama dia udah jauh beda. Daripada terus di lanjutin padahal udah nggak cocok, lebih baik hubungan kita selesai aja. Nggak mungkin di paksain juga, kan. Karena sesuatu yang di paksakan itu, hasilnya nggak baik." Flora berbohong dan tidak mengatakan yang sebenarnya kepada Rafa. Flora hanya tidak mau masalahnya dengan Jefan jadi konsumsi publik. Bagaimana pun jahatnya Jefan kepadanya, lelaki itu pernah menjadi orang yang paling ia cintai. Dan rasanya tidak etis jika setelah putus, Flora mengatakan hal buruk tentang Jefan kepada orang lain.
"Kalo alasan lo nggak cocok, kenapa dari awal lo terima doa jadi pacar lo?" tanya Rafa sembari menaikkan sebelah alisnya ke atas.
"Karena gue ngerasa nggak cocok setalah gue pacaran sama dia."
Rafa tentu saja tidak percaya dengan apa yang Flora katakan itu. Rafa merasa jika Flora menutupi alasan berakhirnya hubungannya dan Jefan. Rafa masih ingin jika Luna berpesan kepadanya untuk tidak menyakiti perasaan Flora seperti apa yang Jefan lakukan. Itu artinya Jefan telah menyakiti hati Flora saat mereka masih berpacaran.
"Sekarang lo udah bisa move on dari dia?" tanya Rafa. Rafa ingin mengulik informasi dari Flora langsung. Dari pertanyaan-pertanyaannya ini, Rafa bisa berfikir apakah ia harus berjuang mendekati Flora atau berhenti sampai disini saja. Pasalnya Rafa tidak mau bersaing dengan masalalu Flora. Apalagi hubungan mereka terbilang cukup lama.
"Move on?" Salsha berfikir keras untuk menjawab pertanyaan Rafa itu. Flora berdiam sejenak dan memikirkan apakah sebenarnya ia sudah melupakan Jefan atau tidak. "Kayaknya sih udah."
"Kayaknya?" Rafa menaikkan alisnya ke atas. "Berarti masih ada kemungkinan kalo lo belum move on?"
"Lebih tepatnya gue nggak tau," jawab Flora. "Gue nggak munafik, sih. Gue dua tahun pacaran sama dia. Jadi bohong banget kalo gue bilang gue udah move on sama dia. Karena proses move on nggak semudah itu. Gue mungkin bisa lupa sama dia. Tapi gue nggak akan pernah bisa lupa sama kenangannya."
"Lo pengen balik lagi sama Jefan?" Pertanyaan bodoh keluar dari mulut Rafa. Rafa harusnya tidak menanyakan soal itu kepada Flora. Karena Rafa tidak akan bisa memastikan bagaimana perasaannya jika Flora mengatakan iya.
Flora sebenarnya tidak nyaman dengan perbincangannya ini dengan Rafa. Tapi Flora tidak mau Rafa memikirkan hal lain tentang jika ia tidak menjawabnya. Maka Flora akan tetap menjawab pernyataan Rafa dengan seadanya.
"Kalo kali ini kayaknya nggak lagi. Gue ngerasa semuanya udah cukup," kata Flora dengan penuh keyakinan. "Gue sama Jefan sering banget putus terus nyambung lagi. Tapi kali ini gye ngerasa ini udah cukup sampai disini aja. Hubungan kita nggak akan pernah bisa di perbaiki lagi. Gue sama dia udah jauh banget."
Rafa berseru senang dalam hatinya. Senyum manis juga terpancar di wajahnya. Ini kesempatan Rafa untuk lebih gencar mendekati Flora. Kali ini ia akan lebih agresif. Rafa tidak akan mau membuang waktunya lagi. Secepatnya Flora akan menjadi pacarnya.
"Udah selesai makannya?" tanya Rafa. "Mau gue antar pulang sekarang?"
Flora menganggukkan kepalanya. Ia juga ingin segera pulang kerumahnya. "Udah. Tapi kalo lo keberatan, gue bisa pulang sendiri. Nggak usah lo antar."
"Gue nggak keberatan, Flo. Gue antar aja, ya."
Flora tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan Rafa itu. Keduanya pun berdiri dan berjalan beriringan keluar dari cafe menuju tempat dimana motor Rafa di parkirkan. Sesampainya di parkiran, Rafa memberikan helm yang ia punya kepada Flora.
"Pake."
"Buat lo aja. Helm lo kan cuma satu," kata Flora.
"Sama lo aja. Di pake, ya."
Tidak mau berdebat dengan Rafa, Flora pun memakaikan helm yang Rafa berikan dan duduk di belakang lelaki itu. Flora juga meletakkan tangannya di pundak Rafa sebagai pegangannya agar tidak terjatuh. Kemudian Rafa pun menjalankan motornya dan bergabung dengan pengendara lain di jalan raya.
Selama di perjalanan, tidak ada obrolan yang keluar dari mulut keduanya. Seperti biasa, Flora tidak tahu harus membahas apa kepada Rafa. Sementara Rafa sedang berkutat dengan isi pikirannya sendiri. Tiba-tiba saja Rafa ingin mengajak Flora kencan. Tetapi Rafa tidak tahu bagaimana cara mengatakannya kepada Flora.
Hingga Rafa mengehentikan motornya di depan rumah Flora. Flora pun turun dan memberikan helm tersebut kepada pemilik asalnya. Tidak lupa, Flora juga tersenyum manis. Rafa sudah mengantarkannya kerumah dengan selamat.
"Makasih, Raf. Maaf juga udah ngerepotin lo terus," kata Flora merasa tak enak. "Ini kedua kalinya lo nganterin gue pulang, kan."
"Santai aja. Gue senang kok anterin lo pulang."
Flora manggut-manggut mengerti. "Kalo gitu gue masuk dulu, ya. Lo hati-hati pulangnya."
Flora ingin melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya, tetapi Rafa memegang tangannya. Mau tak mau, Flora mengurungkan niatnya dan berbalik menatap Rafa lagi.
Flora menundukkan wajahnya dan menatap tangannya yang di pegang oleh Rafa. Seketika jantungnya berdetak dengan kencang. Ada perasaan aneh di dalam hatinya juga dengan perlakuan Rafa kepadanya itu.
Rafa buru-buru melepaskan tangan Flora saat tersadar dengan apa yang ia lakukan itu. Rafa pun menggaruk tengkuknya karena merasa lancang telah memegang tangan Flora.
"Kenapa?" tanya Flora.
Rafa terdiam sejenak dan bingung harus memulai darimana. Tapi jika bukan sekarang, kapan lagi Rafa punya kesempatan untuk mengajak Flora kencan. Kesempatan tidak akan datang dua lagi. Dan Rafa tidak akan menyia-nyiakan itu sekarang.
"Besok hari minggu, kan?" tanya Rafa berbasi-basi.
Flora menganggukkan kepalanya sembari menaikkan alisnya ke atas. "Iya. Kenapa?"
Rafa mengusap tengkuknya dan tersenyum malu. "Lo sibuk besok?"
Flora berfikir sejenak sebelum akhirnya ia menggelengkan kepalanya. "Nggak sih, kayaknya."
"Kalo gue ajak lo kencan besok, gimana?" tanya Rafa memberanikan diri.
Flora terkejut mendengar ajakan Rafa itu. Apalagi Rafa tampak malu-malu mengatakannya. "Kencan?"
"Bukan kencan, sih. Gue cuma mau ngajak lo keluar aja. Keliling kota mungkin." Rafa buru-buru melarat ucapannya. Kencan mungkin terlalu aneh untuk Flora dengan status hubungan mereka sekarang. "Kalo lo mau, tapi kalo lo nggak mau juga nggak papa," lanjut Rafa.
Flora terdiam sejenak. Ia bingung antara menerima atau menolak ajakan Rafa itu. Jujur saja untuk saat ini Flora sedang tidak mau berhubungan lebih dari teman dengan orang lain termasuk Rafa. Flora hanya menganggap Rafa hanya sebagai temannya saja. Dan terasa aneh saat Rafa mengajaknya 'kencan'
"Gimana, Flo?" tanya Rafa lagi.
Tetapi untuk menolak ajakan Rafa, Flora juga merasa tidak enak. Rafa sudah begitu baik kepadanya. Tidak ada salahnya juga jika Flora pergi bersama Rafa.
"Gue bisa, kok."
Senyum di wajah Rafa seketika mengembang. Rafa tidak menyangka jika Flora mau menerima ajakannya. Padahal Rafa sudah ikhlas jika Flora akan menolak ajakannya itu.
"Gue jemput besok siang," kata Rafa salah tingkah. "Gue balik duluan, ya."
Flora menganggukkan kepalanya. "Hati-hati, Raf. Jangan ngebut."
Rafa tersenyum manis dan melajukan motornya meninggalkan Flora yang kini senyum-senyum di tempatnya berdiri dan menatap motor Rafa yang sudah pergi menjauh.