"Rafa ngeluh sama gue, katanya lo cuek banget. Kenapa sih, Flo?"
Flora mendongak ke atas sejenak dan kembali membaca bukunya. Flora tidak menghiraukan ucapan Luna kepadanya itu. Seharusnya tanpa Luna tanya pun ia tahu jika Flora tidak bisa banyak bicara dengan orang yang baru ia kenal.
Luna menghela nafas panjangnya dan duduk di samping Flora. "Flo, Rafa suka sama lo. Kenapa nggak coba buka hati sama dia."
Flora memijat pelipisnya dan tidak mau mendengar persoalan tentang itu. Tetapi sepertinya Luna tetap bersikukuh untuk membahasnya. "Gue lagi nggak pengen dekat sama siapapun Lun. Gue mau sendiri dulu."
"At least berteman, lo nggak mau?" paksa Luna. "Gimana lo bisa move on dari Jefan kalo lo nggak mau buka hati sama cowok lain."
"Gue nggak butuh orang lain buat lupa sama Jefan," kata Flora sembari menatap Luna dengan tatapan tidak menyangka. Beberapa hari terakhir ini, Flora merasa Luna berubah. Luna jadi terkesan mengaturnya. "Dan gue nggak mau dekat sama siapapun saat ini."
"Kayaknya lo emang masih pengen balikan sama Jefan," tuduh Luna dengan kesal.
Diva yang baru saja masuk ke kelas dan mendengar perbincangan mereka itupun berdiri di samping Flora. Diva tahu jika Flora tidak akan bisa lepas dari Jefan. Itulah mengapa ia tidak mau membantu Rafa untuk mendekati Flora. Karena ujungnya tidak akan berhasil.
"Gue bilang juga apa, lo nggak usah paksa-paksa Flora buat suka sama orang lain. Di hati dia masih ada Jefan," kata Diva.
Luna beralih menatap Diva dengan tatapan kesalnya. Diva dan Flora sama-sama membuatnya kesal. "Lo nggak di ajak disini, jadi mending lo diam. Lagian kan emang lo nggak suka kalo misalnya Rafa deketin Flora."
"Karena gue tahu hati Flora cuma buat Jefan. Usaha lo juga bakal sia-sia, Lun. Percaya sama gue," kata Diva sembari berjalan ke kursinya.
Flora merasa ada yang berbeda dari Diva. Tidak biasanya gadis itu seperti ini. Biasanya Diva selalu mendukung apa yang Luna katakan. Tidak ingin berlama lama debat dengan Luna, Flora memilih untuk melangkahkan kakinya keluar dari kelas dan menuju taman belakang sekolah. Flora perlu sendiri untuk menenangkan dirinya.
Flora duduk di salah satu bangku yang ada di taman belakang itu. Flora bahkan tidak menyadari jika ini adalah tempat ternyaman bagi Rafa untuk merokok. Dan sekarang pun Rafa sedang duduk tak jauh dari Flora berada. Namun Flora tidak menyadarinya.
Flora menghela nafasnya dan memijat pelipisnya yang teras berdenyut. Mengapa setelah ia putus dengan Jefan, permasalahan selalu datang ke hidupnya. Flora yang sekarang sering beradu mulut dengan Luna. Diva yang tiba-tiba saja menjauh darinya tanpa sebab. Dan Rafa yang berusaha masuk ke hidupnya.
"Kenapa hidup gue sekarang jadi kayak gini, sih."
Flora mengalihkan pandangannya ke samping dan membelalakkan matanya saat melihat Rafa berada tak jauh darinya. Lelaki itu juga sedang menatapnya sembari merokok. Flora menutup wajahnya sekilas sembari mengigit bibirnya. Jadi sedari tadi Rafa melihat semua pergerakannya. Betapa malunya Flora dengan hal itu.
Flora memilih berdiri dan berjalan mendekati Rafa. Ia juga duduk di samping Rafa. "Hai, Raf. Lo udah lama disini?"
Rafa mengisap rokoknya dan menghembuskannya perlahan di udara. "Lumayan. Bisa ngelihat lo datang trus duduk disitu. Gue juga lihat lo megang kepala lo. Lo sakit?"
"Nggak, gue nggak papa," kata Flora. "Cuma tadi ada sedikit masalah sama Luna. Makanya gue mutusin buat kesini."
"Karena gue?" tanya Rafa dengan polosnya.
"Bukan. Bukan karena lo," kata Flora sembari tersenyum tipis. Flora menatap rokok yang ada di tangan Rafa. "Lo emang suka ngerokok disekolah, ya?"
Rafa menatap rokok di tangannya dan menganggukkan kepalanya. Kali ini hanya ada ia sendiri disini, sementara Billy memilih berada di kelas. Rafa juga berniat untuk membolos pagi ini. "Iya. Gue kalo ngerokok nggak mikirin tempat sih."
"Tapi kan lo tahu kalo di sekolah nggak boleh ngerokok. Lo nggak takut ketahuan sama Guru?" tanya Flora lagi.
"Sering ketahuan, dan sering di hukum juga. Tapi mau gimana lagi, udah kebiasaan," kata Rafa tanpa beban sedikitpun. Rafa tidak mencoba memberikan citra baiknya dihadapan Flora. Rafa menunjukkan bagaimana aslinya tanpa menutupi apapun.
Flora menganggukkan kepalanya mengerti. Tapi apapun alasan Rafa, kelakuan lelaki itu tidak bisa di benarkan. "Kenapa nggak coba nahan buat nggak ngerokok disekolah? Ngerokok boleh, Raf. Cuma lihat tempat juga. Disekolah ini udah ada aturannya nggak boleh ngerokok. Dan sebagai siswa yang baik harusnya kita ngelakuin aturannya itu."
Mendengar ucapan Flora itu, Rafa memilih untuk membuat rokoknya yang baru beberapa kali ia hisap. Ntah mengapa, Rafa ingin melakukan apa yang Flora katakan kepadanya. Ucapan Flora juga terkesan lembut dan tidak menyudutkan Rafa.
Flora yang melihat Rafa membuang rokoknya itu pun mengernyitkan keningnya. "Kenapa di buang?"
"Kan nggak dibolehin sama lo," kata Rafa dengan polosnya.
Flora tercengang dengan ucapan Rafa itu. Rafa mau menuruti ucapannya padahal mereka baru kenal beberapa minggu terakhir. Rafa juga tidak marah karena Flora terkesan mengguruinya.
"Kenapa lo dengerin omongan gue tapi lo nggak dengerin omongan Guru?" tanya Flora tidak mengerti.
Rafa menghendikkan bahunya sembari menggelengkan kepalanya. "Nggak tau. Tapi mungkin karena lo spesial buat gue."
Flora seketika terdiam mendengar ucapan Rafa itu. Wajahnya juga memerah menahan malu. Setelah sekian lama, akhirnya ada orang yang lain yang mengatakan kata kata itu kepadanya selain Jefan. Flora tentu saja masih merasa aneh dengan itu semua. Yang biasanya Jefan yang mengatakan itu kepadanya, tetapi kali ini berbeda. Dan itu membuat Flora kembali sadar jika ia sudah tidak bersama dengan Jefan lagi.
Flora menghela nafasnya dan mencoba untuk biasa saja di hadapan Rafa. Flora melirik jam tangannya dan menyadari jika lima menit lagi bel akan berbunyi. Sudah waktunya Flora kembali ke kelasnya.
"Bentar lagi masuk. Balik ke kelas, yuk," ajak Flora sembari berdiri dari duduknya dan menatap ke arah Rafa.
"Lo duluan aja," kata Rafa. Rafa masih enggan masuk ke kelasnya. Rafa ingin bolos saja hari ini.
Flora menatap Rafa dengan tatapan menyelidik. "Mau ngerokok lagi ya?"
"Nggak," kata Rafa. "Malas masuk aja."
"Mau bolos?"
Rafa menganggukkan kepalanya. "Iya. Lagi nggak mood belajar."
"Nggak boleh gitu, Raf. Nggak boleh bolos, harus tetap masuk," paksa Flora sembari memegang tangan Rafa dan menariknya untuk ikut berdiri dengannya. "Ayo masuk."
Rafa terkejut saat Flora memegang tangannya dan menarik. Sikap Flora juga berbeda dari tadi malam. Hari ini Flora lebih banyak bicara.
"Iyaa, gue masuk," kata Rafa akhirnya.
"Bagus." Flora tersenyum manis sembari mengangkat jempolnya ke atas. "Gue balik ke kelas duluan. Awas aja kalo sampe bolos. Bye, Raf."
Setelah mengatakan itu, Flora melangkahkan kakinya meninggalkan Rafa terlebih dahulu. Rafa geleng geleng kepala melihat apa yang baru saja Flora lakukan kepadanya. Rafa tentu saja merasa bahagia dengan apa yang terjadi pagi ini. Sikap Flora semakin lama semakin mencair. Rafa juga merasa bahagia karena di perhatikan oleh lelaki itu. Rafa merasa jika ini sebuah peluang baru untuk ia bisa mendapatkan Flora.