Rafa mengejar Diva yang sudah lebih dulu pergi meninggalkan kantin. Rafa ingin menanyakan tentang sikap Diva barusan. Mengapa gadis itu memilih pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun. Tadi selama di kantin, Diva juga lebih banyak diam.
"Div, tunggu dulu," kata Rafa sembari memegang tangan Diva untuk mengehentikan langkahnya.
Diva berhenti dan menepis tangannya yang di pegang oleh Rafa. Wajah Diva juga ditekuk. Diva benar benar menampakan wajah ketidaksukaannya.
"Ngapain ngejar gue?" tanya Diva dengan sinis. "Disana aja gabung sama Flora biar lo bisa lebih dekat sama dia."
Rafa mendelikkan wajahnya heran dengan tingkah Diva ini. Tidak biasanya Diva seperti ini. Rafa menyipitkan matanya dan menoel hidung Diva.
"Cemburu?" tanya Rafa.
Diva menahan amarahnya saat kata itu keluar dengan santainya dari mulut Rafa. "Gue? Cemburu?" Diva menunjuk dirinya sendiri. "Gue nggak mungkin cemburu apalagi sama cowok kayak lo."
"Terus kenapa tiba-tiba pergi?" tanya Rafa lagi.
Diva mengalihkan pandangannya ke arah lain karena tidak siap menatap Rafa. Ntah mengapa, sekarang Diva merasa jantungnya berdetak dengan kuat disaat ia bersama Rafa. Hal yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan.
"Div, lo nggak bisa bohong sama gue," ujar Rafa sembari memegang kedua pundak Diva. "Lo kenapa sih? Ada masalah?"
Diva terdiam dan menatap bola mata hitam milik Rafa. Mengapa baru sekarang Diva merasa jika Rafa sangat tampan. Diva baru menyadari itu disaat Rafa sudah menyukai orang lain. Kemana Diva selama ini.
"Lo ngapain megang pundak gue, sih." Diva menepis tangan Rafa di pundaknya. "Mending sekarang lo balik ke kantin. Mungkin ada Flora disana."
Bukannya menuruti keinginan Diva itu, Rafa malah menyuruh Diva untuk duduk di kursi yang berada di dekat keduanya. Rafa memang tidak tahu apa yang terjadi kepada Diva. Namun Rafa merasa jika ini semua ada hubungannya dengannya.
"Luna cerita sama gue kalo lo ngehindar dari dia dan Flora. Lo udah jarang ngumpul sama mereka sekarang. Kenapa sih, Div?"
Diva menatap lurus ke depan dan tidak mau menatap ke arah Rafa. Diva sendiri tidak tahu mengapa sekarang ia malas berada di tempat yang sama dengan Flora dan Luna. Mungkin karena mereka tidak memiliki tujuan yang sama.
"Karena gue?" tanya Rafa lagi karena Diva hanya diam saja. "Gue nggak mau karena gue suka sama Flora, lo jadi ngehindar sama sahabat-sahabat lo."
"Kalo gitu jauhin Flora." Diva memberanikan diri untuk menatap Rafa. "Gue juga nggak mau persahabatan gue sama mereka rusak cuma karena lo."
"Kenapa lo bisa berfikir kalo persahabatan lo sama mereka bakal rusak kalo gue suka sama Flora?" tanya Rafa sembari menaikkan sebelah alisnya ke atas.
Diva kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain. Diva tidak mengerti apa alasannya, hanya saja ia tidak rela jika Rafa dan Flora bersama.
"Flora nggak cocok sama lo, Raf. Lo sama Flora bagai dua kutub yang berbeda. Kalian nggak akan bisa nyatu."
"Karena?" tanya Rafa meminta penjelasan Diva.
"Karena Flora itu cewek baik-baik. Dia jauh dari kehidupan malam. Tapi lo, hidup lo terlalu liar, Raf. Nggak cocok sama dia." Diva berkilah. Hanya itu saja alasan yang ada di pikirannya. "Gue nggak mau lo nyakitin Flora nanti."
Rafa tersenyum sinis mendengarkan ucapan Diva yang tidak masuk akal. Jika Rafa tidak pantas untuk Flora, ia bisa memantaskan diri agar ia pantas bersama gadis itu. Dan Rafa juga mencintai Flora, jadi tidak mungkin jika Rafa menyakiti perasaannya.
"Gue cinta sama Flora, Div. Gue nggak akan nyakitin dia," tegas Rafa.
"Tapi Flora terlalu polos buat di sandingkan sama lo. Harusnya lo sadar dong, Raf," kata Diva mencoba untuk membuat Rafa berhenti mengejar Flora. "Flora pantas dapatin cowok yang lebih baik dari lo."
Rafa tidak peduli dengan ucapan Diva itu. Rafa akan tetap mengejar Flora dan membuktikan jika ia layak untuk Flora. Rafa berdiri dari duduknya dan menatap Diva yang kini juga menatap ke arahnya. "Gue nggak akan berhenti ngejar Flora, Div. Gue bakal berubah. Gue bakal buktiin kalo Flora pantas buat gue."
***
"Apa cowok kayak gue nggak pantas buat Flora?"
Bahkan sampai di kelas pun, perkataan Diva tadi terus mengusik pikirannya. Rafa tidak menyangka jika kata-kata itu bisa keluar dari mulut Diva begitu saja. Diva tidak memikirkan bagaimana perasaan Rafa.
Billy yang berada di samping Rafa dan mendengar ucapan Rafa itu hanya tertawa kecil. Semenjak mengenal Rafa, baru kali ini Billy mendengar Rafa berkata seperti itu. Yang Billy tahu, Rafa adalah orang yang percaya diri dan sangat berbeda sekali dengan Rafa yang sekarang.
Billy meletakkan tangannya di dahi Rafa. "Nggak panas. Tapi kok ucapan lo ngelantur."
Rafa menatap Billy dengan tajam sembari menepis tangan lelaki itu di dahinya. "Bacot lo."
"Lo kenapa sih semenjak kenal sama Flora, sikap lo jadi aneh. Nggak kayak Rafa yang dulu," komentar Billy.
"Emang gue kenapa sekarang?" tanya Rafa. "Perasaan gue biasa aja."
"Lo lebih sering ngomong sendiri. Lo lebih sering ngelamun. Lo juga jarang ke D'zone sekarang. Pokoknya lo aneh banget sekarang."
Rafa tidak menanggapi ucapan Billy itu. Rafa malah menanyakan hal lain. "Gue nggak pantas ya sama Flora?"
Billy tidak bisa menyembunyikan tawanya saat mendengar ucapan Rafa itu. Rafa bertingkah seperti orang bodoh. Padahal ini bukan kali pertama Rafa mendekati cewek. Tetapi kali ini Rafa menunjukkan kebodohannya.
"Sumpah, lo aneh banget, Raf." Billy menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lo kenapa punya pikiran kayak gitu sih. Bodoh banget."
"Anjing lo!" maki Rafa sembari menoyor kepada Billy. "Lo kan tau kalo gue nakal, gue juga brengsek. Sementara Flora itu cewek baik-baik. Kayaknya Flora emang nggak pantas sama gue."
"Kalo lo ngerasa Flora nggak pantas buat lo, ya lo memantaskan diri la bego. Jangan malah nyerah kayak gini." Billy menasehati Rafa agar ia tidak mudah menyerah seperti ini. Rafa orangnya ambisius. Apapun yang ia inginkan harus bisa ia dapatkan. Tetapi kali ini Rafa malah gampang sekali menyerah.
"Tapi masalahnya perbedaan sama gue sama Flora banyak banget. Gue takut malah nyakitin Salsha nanti," kata Rafa kali.
Billy sudah tidak tahu harus mengatakan apa kepada Rafa. Jika Billy ada di posisi Rafa sekarang, mungkin ia akan terus berjuang mendapatkan hati gadis itu. Bukan seperti Rafa yang ragu untuk maju atau mundur.
"Kalo sekarang aja pikiran lo kayak gitu, mending lo lupain perasaan lo sama Flora. Karena kalo lo beneran sayang sama Flora, lo nggak akan pernah punya pikiran buat nyakitin dia."
Dan Rafa hanya diam saja mendengarkan ucapan Billy itu. Semuanya masih saja abu-abu bagi Rafa. Sikap Flora yang sering kali berubah-ubah, di tambah dengan ucapan Diva tadi membuat Rafa bingung harus melakukan apa.