Chereads / BREAK THE RULE OF FRIENDSHIP / Chapter 22 - Hari Surat Menyurat

Chapter 22 - Hari Surat Menyurat

Suasana di SMA 70 tampak ramai, para siswa berlalu lalang kesana kemari menggunakan sepatu berwarna-warni. Ya. Acara di sekolah memang seperti ajang fashion show untuk murid karena dibebaskan untuk memakai pakaian dan sepatu asalkan menggunakan bawahan abu-abu.

Sebagian murid ada yang berkumpul di pinggir lapangan, ada juga yang sibuk membeli makanan di kantin dan ada pula yang berlari mengejar teman lainnya.

Gelak tawa dari Jeno seolah menjadi sambutan saat Diga baru saja masuk ke dalam kelasnya. Jeno tertawa karena mendengar guyonan dari Raka yang sedang mengejek sepatu Farhan karena bolong serta alasnya yang sudah terbuka.

Melihat kelakuan Jeno dan Raka seketika membuat geram Diga. Dengan melawan rasa takutnya kepada dua teman kelasnya itu, Diga langsung membentak mereka dengan nada yang tinggi sehingga mengalihkan perhatian murid lainnya.

Wajahnya yang tenang kini berubah menjadi sedikit menyeramkan, tangannya yang di kepalkan sudah siap untuk memukul siapapun yang akan menyerangnya, matanya tajam tatapannya seolah sedang menikam mereka berdua.

"Udah, Ga. Biarin aja," ujar Farhan seraya menarik tangan Diga yang sudah terkepal dengan kuat.

"Haha. Anak cupu aja sok gaya lu mau ngelawan gue," ujar mereka berdua dan langsung berjalan keluar melewati Diga.

"Gue bingung, jaman udah canggih tapi anak seumuran kita nggak ngerti tata krama, nggak ngerti cara menghargai orang lain dan nggak ngerti caranya berperilaku baik. Nggak heran kenapa banyak anak jaman sekarang yang lebih mementingkan kegaulan mereka dari pada hal basic," ungkap Diga sambil menaruh tas yang dari tadi masih ia pikul.

"Makasih ya, Ga. Gue nggak tau kalo tadi nggak ada lu gue bakalan di cengin sampe habis-habisan pasti. Yaudah nggak apa, yang penting mereka udah pergi."

"Lu tuh ada perlawanan sedikit kenapa sih kalo lagi di cengin kayak gitu, jangan malah diem aja. Emang lu badut? Buat jadi bahan ketawaan mereka?" marah Diga kepada Farhan.

Meskipun dirinya tidak jauh berbeda dengan Farhan ketika mendapat bullyan dari orang lain tetapi Diga selalu ingat perkataan Kai bahwa kita memiliki hak untuk membela diri kita sendiri.

"Ayo, guys! Kumpulin surat yang udah kalian tulis, karena nanti jam 12 siang setelah acara yang lain bakalan di bacain surat yang terpilih!" ujar Abel sang ketua kelas.

"Eh jadinya lu nulis buat siapa?" tanya Farhan semangat.

"Hmmmmm, buat cinta pertama gue," ujar Diga sambil menatap ke depan dengan penuh harapan.

"Ah kepo deh."

* * *

Suasana kelas tampak sepi, Kai yang kala itu baru saja dari kamar mandi langsung buru-buru mengambil surat yang sudah ia tulis semalaman suntuk.

"Aihh,, pasti si Rina udah ngumpulin suratnya. Gue nggak di tungguin," gumam Kai sendirian tangannya sibuk mengeluarkan semua isi tasnya untuk mencari surat itu tetapi tidak kunjung ia temukan.

"Kemana sih ini, haduhhh," ucapnya lagi sendirian.

Terlihat satu buah surat terjatuh tepat di bawah mejanya, tubuhnya langsung membungkuk tangannya berusaha meraih surat yang terselip oleh kaki meja. Saat tangan Kai sudah meraih surat itu, terlihat sepatu putih tepat berada di depannya.

"Ngapain?" tanya seseorang dengan suara yang khas dan tentu saja Kai kenal.

"Diga? Ngapain?"

"Lu yang ngapain nunduk di kolong meja udah kayak tikus," ujarnya sambil mengulum permen lolipop rasa strawberry kesukaannya.

Seketika tubuh Kai membeku seolah ada sesuatu yang tidak harus Diga tahu, tangannya langsung mengepal surat tersebut karena jika ia tahu sudah pasti langsung direbut olehnya.

"Kesel banget gue," ungkapnya setelah berhasil duduk di sebelah Kai.

"Kenapa? Eh gue keluar dulu deh."

"Ngapain?"

"OH SURAT LO BELUM DI KUMPULIN? SINI GUE BACAA!" teriak Diga seraya tangannya meraih tangan Kai yang sengaja ia umpatkan di belakang tubuhnya.

Terjadilah suatu perebutan di antara mereka, Kai yang berusaha menghindari Diga dan Diga yang terus mengejar kemana Kai pergi. Karena Kai tidak kuat menahan tawa serta tubunnya yang lemas karena sudah kesana kemari akhirnya, surat itu terjatuh dan terlempar hingga ke depan papan tulis.

Wajah Kai seketika panik, seperti sedang menjadi pencuri yang ketahuan oleh pemiliknya.

"Hap!" ujar Diga setelah mendapati surat tersebut.

"Ga, please. Gue minta tolong banget sama lo, jangan di bacaa!" mohon Kai dengan nada yang sangat minta pengampunan.

"Haha. Kenapa sih? Paling buat Nanang, 'kan?"

"NGGAAKKK!!!!"

Pintu kelas terbuka lebar terlihat Sherina bersama dengan Rere sedang membawa setumpuk buku tulis milik kelasnya, kemungkinan ia habis bertemu salah satu guru yang saat pelajarannya mengumpulkan buku tulis.

"Dih. Pada ngapain si lu berdua?" ujar Sherina kencang membuat mereka langsung menatap dimana suara itu keluar.

Sherina benar-benar menjadi pahlawan untuk Kai saat itu, bayangkan jika tidak ada satu orangpun yang masuk ke dalam kelas sudah pasti Diga akan membaca surat yang berisi ungkapan hati Kai yang sebenarnya.

"Rin udah pada ngumpulin suratnya ya? Kok gue nggak di tungguin sih," marah Kai kepada Sherina.

"Ya anak-anak ngiranya lo udah ngumpulin kali."

* * *

"Oke. Pertama-tama saya mau mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu guru semuanya yang ada di SMA 70 karena telah mengizinkan OSIS serta jajaran lainnya untuk melaksanakan acara ini…," ujar Rio memberi sambutan kepada semuanya.

Diga masih dengan permen lolipop di mulutnya dan Kai yang baru saja balik dari tempat panitia penerima surat tersebut.

"Nanti bakalan di bacain ya?"

"Ya lah. Ya ampun Dig, lu dari kemarin orang-orang ngomongin nggak nyambung atau nggak mau tau sih?"

"Both."

Setelah acara sambutan selesai, beberapa acara lain mengawali seperti menari, membac puisi serta beberapa games hingga akhirnya ke tahap untuk membacakan surat tersebut.

Terlihat jam pada tangan kanan Diga baru menunjukan pukul 11 siang, pertanda acara masih lama dan kemungkinan mereka berdua memilih untuk ke perpustakaan lalu tidur di pojokan.

"Ga, kalo masih lama banget mending tidur nggak sih?"

"Boleh."

"Tapi makan dulu, ya?" ajak Kai.

Saat mereka berdua sedang duduk di pelataran sekolah tiba-tiba saja Farhan datang dengan wajah datarnya, membuat Kai pasti selalu tertawa karena melihat wajahnya yang seperti tidak pernah ada ekspresi.

"Napa, Han?"

"Bosen di kelas. Kantin yuk?" ajak Farhan.

Kai diajak ke kantin pastinya tidak akan pernah ada penolakan, ia bangun dan langsung menarik tangan Diga karena masih duduk.

"Gue masih kenyang."

"Yaudah, sendirian aja disini lu. Nanti bakalan di gangguin sama Raka," ujar Kai kesal sambil menarik tangan Farhan untuk segera ke kantin..

"Ehhh,,, iya iya."

Sesampainya di kantin anak kelas 3 sudah duduk di tempatnya masing-maisng, tempat duduk yang mereka namai sendiri serasa miliknya. Tiba-tiba Kai melihat sosok Nanang yang sedang duduk dan bercanda gurau dengan yang lainnya.

"Eh, Kai," sapanya ramah.