Chereads / BREAK THE RULE OF FRIENDSHIP / Chapter 26 - Latihan

Chapter 26 - Latihan

Dua pasang kaki kebingungan menapaki jalan-jalan kecil gang yang asing bagi mereka. Hanya bermodalkan arahan kemarin dari Farhan serta google maps menjadi harapan mereka menemukan rumah yang ditujunya. Sebuah rumah yang mereka bayangkannya saja tidak bisa.

"Kamu yakin Kai ini gang rumahnya Farhan?" ujar Diga meragukan Kai yang sejak tadi juga kebingungan mencari alamat Farhan.

"Iya. Udah aku inget kok, kamu fokus aja liatin google maps," ujar Kai. Matanya terus mencari rumah yang di cirikan oleh Farhan dengan tembok berwarna hijau dan ada pohon mangganya.

"Ini tinggal belok kanan, kayaknya nyampe deh. Buat pastiin kita tanya sama penjual es di depan aja."

"Permisi, bu. Bu tau kontrakan bu haji Enok nggak?"

"Oh iya neng. Ini kontrakananya, ada apa ya?"

"Ini bu, saya temennya Farhan. Mau ketemu Farhannya, dimana rumahnya ya?"

Ibu itu langsung masuk ke dalam ia tidak menjawab pertanyaan Kai. Seperti memangil seseorang.

Tidak lama kemudian terlihat sosok Farhan dari balik pintu tersebut.

"Sini!"

Rumah dengan cat berwarna hijau, tidak ada pagarnya dan tetangga yang saling berdempetan sangat menggambarkan perkampungan yang gotong royongnya masih terjaga. Tidak seperti di perumahaan yang mengutamakan individual.

"Mau es kelapa, Neng? A?" tanya ibu tersebut rupanya ibu penjual es kelapa yang ada di depan rumah adalah ibu Farhan.

Kai mengangguk sedangkan Diga mencoba untuk menolak tawaran tersebut, sungguh dua manusia yang berbeda.

"Kamu emang nggak haus, Ga?"

"Haus sih," mereka berdua berbisik.

Setelah beberapa menit berbasa-basi dengan ibu Farhan akhirnya kami mengerucut pada obrolan tentang kakaknya Farhan yang merupakan pelatih nari. Rumah yang hanya tiga petak tetapi di penuhi dengan foto berbagai prestasi anaknya. Kakanya yang juara 1 lomba tari internasional dan Farhan juara 1 lomba renang sekecamatan.

"Lu udah bilang sama kaka soal mau ngelatih kita berdua?"

"Udah, dia mau aja. Asal…," Farhan menghentikan omongannya semakin membuat mereka berdua penasaran "asal setiap latihan di beliin McD," jelas Farhan.

Gelak tawa terdengar setelah kata terakhir sungguh hal yang tidak terpikirkan oleh Diga dan Kai.

* * *

Terkadang umur bukan penghalang bagi alam raya ini untuk menjadikan kita manusia yang kuat. Umur juga bukan penghalangan bagi kita untuk melakukan hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa.

Terkadang pilu harus menjadi seperti ini, tetapi hati mana yang tidak menangis setiap kali memlihat sang ibu harus kesusahan mencari nafkah untuk keluarganya?

Raya baru saja keluar dari sekolah, hari ini ia pulang lebih cepat dari biasanya karena banyak guru yang akan rapat di kantor kedinasan.

"Raya!" terdengar suara yang tidak asing bagi dirinya.

"Iya, pak. Ada apa?"

"Ini ya, uang tip untuk kamu. Terima kasih sudah mau membantu bapak," ujar pak Afwan guru termuda yang ada di sekolahnya.

Pak Afwan yang sedang melanjutkan study S3-nya terkadang kewalahan memeriksa tugas serta ulangan anak muridnya. Ia beberapa kali menyuruh Raya untuk membantunya hingga kadang hingga sore hari.

Uang berwarna biru yang bernominalkan lima puluh ribu sudah berada di genggaman Raya, seperti ada kelegaan di dalam hatinya setiap kali ia mendapat imbalan dari kerjanya. Setidaknya ada uang SPP yang nominalnya semakin kecil untuk ibunya tambahkan.

"Makasih pak, tapi ini nggak kebanyakan?"

"Nggak. Saya udah seminggu ini ngerepotin kamu," ungkap pak Afwan.

* * *

Pesanan bakso di kedai favorit mereka datang. Keduanya menyantap tanpa ragu, sesekali Diga kepanasan saat menggigit karena teralu semangat. Bukan Kai kalau tidak menjadi pahlawan kesiangan untuk Diga, ia langsung mengambilkan tissu serta membukakan air mineral.

"Yaudah, minggu depan mulai latihannya ya," ucap Kai di sela-sela mengunyah baksonya.

Setelah hampir dua jam bernegoisasi dengan kaka Farhan dan juga membuat strategi akhirnya sudah diputuskan setiap hari sabtu mereka berdua latihan tempatnya di rumah Diga.

"Bingung deh, Ga. Sama Raya belakangan ini bener-bener aneh," celetuk Kai disaat Diga sedang kesusahan untuk memotong bakso.

"Ga, udah gede motong bakso aja nggak bisa?" marah Kai sambil memotong bakso besar yang ada di mangkuk Diga dengan menggerutu.

"Kenapa? Kenapa lagi Raya?"

"Aku bingung, belakangan ini dia selalu pulang sekolah telat mepet maghrib terus. Sama ini, beberapa kali dia setiap aku omelin pasti selalu bilang kalo aku nggak ngehargain dia," ungkap Kai semakin lama nada suaranya semakin mengecil seperti ada rasa sakit yang sedang ia coba sembunyikan.

"Hmmm,,,"

"Aku salah ya terlalu keras sama dia?"

"Kamu pernah nggak ngebayangin jadi dia? Atau mikir mungkin posisi kamu ada di dia? Raya kataku itu anak yang penurut, aku rasa dia juga nggak mau kayak gitu sama kamu. Tapi karena kamu selalu keras dan mikir yang aneh-aneh sama dia jadi dianya juga ngejauh sama kamu. Raya sebenernya juga butuh pundak kamu," ujar Diga menasehati Kai dengan lembut.

Kai terdiam berusaha untuk mencerna ucapan Diga memang beberapa bait kata yang ia keluarkan dari mulutnya ada benarnya juga. Tetapi apakah ini salah Kai sepenuhnya?

* * *

"Gini mbak, aku tuh kesini mau ada perlu," ucap bu Ratna yang sedang duduk di meja makan menunggu Maryam yang sedang membuatkan teh hangat untuknya.

Setelah teh hangat selesai dibuat, Maryam langsung duduk di meja makan bersama dengan Ratna menanyakan keperluan apa yang membuatnya harus sampai ke rumahnya.

"Mbak, bulan depan Raya udah UTS. Sebenernya aku juga malu mba untuk minta tolong ini, tapi gimana uang pesangon mas Surya udah menipis," ungkap Ratna seraya memainkan tangannya yang ia taruh di atas meja makan.

Seketika Maryam langsung mengelus pundak Ratna dengan lembut, mengerti apa tujuan dan maskud sahabatnya ini berkunjung ke rumahnya.

"Iya. Aku ngerti Rat."

"Iya mbak, aku mau pinjem uang untung bayar SPP Raya 3 bulan ini karena kalau nggak di bayar Raya kasian mbak nggak bisa ikut ujian," jelas Ratna.

Dadanya sesak dipenuhi dengan kekecewaan serta pengharapan bantuan dari sahabatnya, jika waktu bisa di putar mungkin pada masa jaya itu ia tidak akan menghamburkan uangnya terlalu banyak untuk keperluan yang tidak penting.

Terdengar suara pintu terbuka lebar, terlihat Diga sedang membuka sepatunya saat Diga masuk ke dalam rumahnya ia sangat kaget karena melihat ibu Kai sedang duduk bersamaa ibunya.

"Eh, baru pulang. Pulang sama Kai tadi?" tanya ibu.

"Iya bu," sambil menjawab pertanyaan sang ibu ia mencium punggung tangan Ratna.

"Gimana tadi di sekolah? Lancar?"

"Lancar tante, hehe. Aku masuk dulu ya."

"Iya. Jangan bilang Kai ya sayang, tante bingung harus jawab apa," pesan Ratna karena Kai tidak mengetahui bahwa ibunya sedang meminjam uang kepada ibu Diga.

Diga hanya mengangguk lalu melanjutkan langkahnya untuk sampai ke kamarnya.