Di suatu sore yang santai Kai dan Diga sedang sibuk mempersiapkan peralatan untuk berlatih dance di rumah Diga. Speaker, Spotify premium serta matras yang sudah di siapkan oleh tuan rumah.
Hari ini tidak ada kedua orang tua Diga karena ibunya sedang arisan keluarga dan ayahnya serta kakaknya yang belum pulang dinas menjadikan latihan hari pertama ini semakin leluasa.
Kakak Farhan yang bernama Tia baru saja datang lengkap dengan tas besarnya yang sepertinya isinya adalah kostum menari. Farhan menggunakan sepeda motor yang selalu ia pakai untuk keluar rumah.
"Gimana? Jadi mau koreonya kayak gimana?" tanya kak Tia sambil mengutak-atik lagu yang ada di spotifynya.
Kai ingin sekali memakai lagu BTS yang baru berjudul Dynamite, meskipun ia tidak menyukai Korea pop setidaknya lagu ini yang sudah beberapa hari terngiang di kepalanya karena radio yang sering ia dengarkan selalu memutar lagu tersebut.
"Dynamite!" seru Kai menatap mata kak Tia penuh dengan harapan.
Kak Tia mendengar jawaban Kai seketika diam seperti ada yang sedang ia pikirkan, mungkin memikirkan tentang koreo? Atau lagu yang sepertinya tidak menarik untuknya?
"OKE. Aku punya koreo yang bagus untuk lagu itu, beberapa minggu ini aku emang lagi cari tahu koreo yang pas untuk anak murid aku tapi belum ada yang mau untuk ngedance modern, mostly anak murid aku maunya tradisional dance," ujar kak Tia penuh dengan semangat.
Diga dari atas kursi yang sedang ia dudukinya memperhatikan semangat yang terpancar dari wajah Kai. Penuh dengan harapan bahwa ia akan memenangkan lomba ini dan tentu saja untuk mendapatkan uang untuk meringankan beban ibunya terlebih kemarin Diga sendiri melihat ibunya berkunjung ke rumahnya untuk meminjam uang.
"Yuk, Ga mulai," ajak Kai semangat.
Farhan kala itu hanya duduk dan menikmati suguhan makanan dari Diga. Ada keripik balado, gorengan dan minuman dingin serta tidak lupa pesanan kakaknya Mc Donald's.
* * *
"Raya. Kamu dipanggil sama bu Euis ke ruang guru," panggil ketua kelas kepada Raya.
Seketika jantungnya berdegup dengan kencang entah karena apa dirinya di panggil oleh bu Euis yang merupakan wali kelasnya, sejenak ia berpikir kesalahan apa yang sudah ia lakukan atau tugas apa yang belum ia kerjakan.
Dengan langkah yang semakin melemah Raya berjalan di temani dengan Sukma teman dekatnya di SMP ini. Di pegangnya tangan Sukma begitu erat, menandakan bahwa ia sangat takut.
"Permisi bu," sapa Raya di dalam ruang guru yang penuh dengan kesunyian. Semuanya sibuk dengan urusannya masing-masing meskipun ada beberapa yang juga sedang sibuk dengan ponselnya dan makanannya.
Harum ruangan guru memang semenakutkan itu, seperti ada wangi horor di dalamnya.
"Sini. Raya ibu mau ngomong sama kamu."
"Baik bu," jawab Raya gemetar.
"Gini, beberapa minggu yang lalu kamu ikut test kemampuan ya saat acara gebyar bang ABC?" tanya bu Euis pelan suaranya seperti sedang mengelus rasa takut yang ada di dalam dirinya.
"Iya bu, benar. Kenapa ya bu?" tanya Raya pelan.
Bu Euis tiba-tiba saja mengeluarkan selembar kertas dari map birunya, entah isinya apa Raya hanya berharap bukan berita buruk yang akan di terimanya hari ini. Di tengah perbincangan, Raya sempat memutarkan pergelangan tangannya, semakin hari sakit di pergelangan tangannya semakin menjadi seperti tidak bisa di tahan.
"Ada berita bagus buat kamu. Acara test kemampuan kemarin itu untuk beasiswa selama satu tahun untuk di sekolah ini. Dan beasiswa sudah bisa di gunakan pada pembayaran UTS tahun ini, nak," jelas bu Euis pelan dan sangat teliti.
Seketika bulu kuduk Raya langsung berdiri kaget karena mendengar penjelasan dari bu Eusi. Beasiswa? Hal yang tidak pernah di pikirkan oleh Raya. Ini sebuah keberuntungan yang selalu ia semogakan.
Jadi beberapa minggu lalu…..
Raya sedang asyik dengan buku bahasa Indonesia di depannya, mencernan puisi yang ada di buku tersebut. Raya memang suka puisi.
Tiba-tiba Noel yang merupakan ketua kelas membagikan selembar kertas yang berisi materi ujian kompetisi, tetapi saat Noel menjelaskan tidak ada anak yang terakhir kecuali Raya.
Akhirnya ke esokannya Raya diminta untuk datang ke ruangan lab untuk mengikuti ujian tersebut, tidak memakan waktu lama hanya setengah jam tanpa harapan imbalan apapun.
Begitulah minggu sebelumnya, sebelum Raya mengetahui bahwa test itu mendapatkan beasiswa selama satu tahun.
Hari ini Raya pulang sekolah lebih senang dari biasanya, seperti ada seseorang yang akan ia peluk untuk berbagi kebahagiaan tetapi yang ada di pikirannya hanya ibunya yang bisa ia peluk. Kakaknya? Sepertinya tidak pernah ada di pikirannya.
* * *
Makan malam sudah di siapkan, kala itu Kai yang baru saja pulang dari latihan dance langsung membantu sang ibu untuk memasak. Hari ini makan malam menggunakan daging semur dan sayur sop serta sambal hijau buatan ibu. Makanan yang mewah untuk makan malam.
Terdengar suara pintu terbuka terlihat Raya yang baru saja pulang sehabis adzan maghrib. Kai hanya meliriknya dengan penuh kode bahwa mengapa selalu pulang maghrib.
"Ayo Raya. Ganti baju mandi, langsung makan ya. Ibu bikin semur daging," teriak ibu mengajak Raya untuk segera bergabung di meja makan.
Ayah seperti biasa, sehabis adzan maghrib sudah pasti keluar untuk nongkrong bersama dengan temannya. Menghabiskan malam dengan mabuk dan tentu saja mengobrol hal yang tidak jelas.
Setelah makanan selesai mereka bertiga sudah duduk bersampingan. Raya dengan tangannya yang masih sakit dan Kai yang masih lelah selesai latihan dance.
"Bu, nanti ada yang mau Raya omongin," ucap Raya membuka obrolan di tengah dentingan piring dan sendok.
Ibu langsung menganggukan kepalanya, disisi lain ada Kai yang merasa tersingkirkan karena tidak di anggap dalam perbincangan tersebut.
Sedangkan makan malam di rumah Diga terasa begitu sepi karena hanya mereka berdua yang ada di meja makan. Menyantap makanan yang terbilang mewah semua lauk ada dari mulai sayuran hingga daging.
Mbok Yem dan pak Jamal sudah makan terlebih dahulu di kamarnya masing-masing. Ditengah kesepian itu, ibunya bercerita tentang kondisi ayah Kai yang semakin parah.
"Ga, kamu yang baik ya sama Kai. Ibu khawatir anak itu lama-lama stress karena kelakuan ayahnya," ucap ibu.
Diga langsung menghentikan makannya karena sangat ingin tahu apa yang terjadi pada ayah Kai.
"Makin hari ya gitu, nggak mau kerja. Sama marah-marah, ibunya sendirian kerja. Emang Kai nggak cerita sama kamu?"
"Cerita bu, tapi mungkin nggak semuanya."
"Iya. Pokoknya kamu jangan sampai berantem ya sama Kai. Kamu juga yang baik, jarang ada anak baik kayak dia," pesan ibu.
Setelah makan malam Diga langsung naik ke kamarnya, saat ia membanting tubuhnya di kasur bayangan tentang Kai langsung nyata di depannya. Seketika semangatnya untuk membantu memenangkan kompetisi itu semakin menggebu.