Chereads / BREAK THE RULE OF FRIENDSHIP / Chapter 28 - Taruhan

Chapter 28 - Taruhan

"Haha. Bisa emang lo dapetin dia?"

"Bisa lah. Emang kalo gue udah dapet lo mau kasih gue apa?"

"Gue kasih lima ratus ribu," ujar Wisnu siswa kelas XII yang merupakan teman Nanang.

Suasana kelas XII sangat ramai karena mengetahui ada guru yang tidak masuk, guru killer yang sangat di takutkan oleh kelas XII. Suara bising yang berasal dari siswa laki-laki yang bercanda gurau serta siswa perempuan yang sedang bernyanyi semakin menandakan bahwa tidak ada tugas dari guru yang tidak masuk.

Gelak tawa Wisnu yang paling kencang sudah tidak aneh lagi di kelas tersebut.

"Oke," jawab Nanang tegas, menyetujui ajakan taruhan Wisnu terkait taruhan.

Nanang adalah salah satu laki-laki yang dinginkan oleh semua siswa perempuan di sekolah, beberapa kali ia sempat mendapat surat dari adik kelas mengungkapkan ke kagumannya kepada dirinya.

Siapa yang tidak suka oleh Nanang? Dimulai dari motor sport berwarna merah, anggota OSIS dan yang paling penting ketampanannya yang mungkin tidak ada laki-laki lain yang bisa menyandanginya serta pakaiannya yang selalu fashionable.

Meskipun begitu, Nanang belum pernah menjalin hubungan dengan perempuan yang ada di sekolahnya. Menurutnya perempuan yang ada terlalu mudah untuk dirinya dapatkan, mungkin dengan sekali kedipan matanya akan sudah luluh.

Namun, berbeda ketika Nanang melihat Kai. Perempuan tomboy dengan gaya yang selalu apa adanya serta setiap kali Kai yang bertemu dirinya dengan sikap tak acuhnya semakin membuat Nanang penasaran dengan perempuan itu.

Kai menjadi taruhan oleh Wisnu karena ia sangat yakin bahwa Nanang tidak akan bisa meluluhkan hati perempuan tomboy tersebut.

Setelah taruhan deal Wisnu dan Nanang mereka tertawa terbahak-bahak, masing-masing sambil berharap akan memenangkan taruhan ini. Namun, bagi Nanang uang tidak penting melainkan reputasinya yang sedang ia taruhkan.

Sinar matahari yang terik membuat siapapun akan menyipitkan matanya rapat-rapat bahkan kucing pun lebih memilih melipir pada setiap bayangan rindang yang ada di koridor sekolah.

Kala sinar matahari tidak mematahkan semangat Kai untuk terus berlatih dance, ia sudah menunggu di depan pintu kelas Diga yang di dalamnya masih berlangsung kelas Fisika.

Sambil membunuh waktu, Kai menyenderkan tubuhnya ke balkon menikmati pemandangan murid lain yang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. tepat di bawah pohon rindang terlihat Nanang sedang duduk sendirian sibuk dengan ponselnya, sepertinya sedang menunggu teman yang lainnya juga.

Jantung Kai seperti ingin copot ketika Nanang mendongakan kepalanya dan langsung melihat wajahnya yang sedang tidak sengaja melihatnya.

"Mampus gue!" gumam Kai salah tingkah karena pandangan itu benar-benar menusuk ke matanya.

Nanang dengan gaya coolnya langsung melambaikan tangan kanannya menyapa dengan sempurna. Sungguh kejadian yang tidak Kai duga. Dengan ragu, Kai juga melambaikan tangannya berusaha untuk tidak terlihat canggung dibarengi dengan senyuman kecil.

"Door! Udah nunggu lama?" suara Diga memecah kesenangan Kai.

"Lama banget! Setahun!" jawab Kai dengan bibir yang sengaja ia majukan.

* * *

"Ini ibu udah masak rendang dan sayur sop. Dimakan ya," perintah ibu sambil menyajikan makanan di meja makan.

Kai dan Diga baru saja pulang sekolah terik matahari sangat menguras dahaga. Kaki Kai langsung melangkah mengambil jus jeruk yang ada di kulkas Diga.

"Mau satu," ucap Diga sambil menaikan tangan kanannya seperti sedang memanggil pelayan.

Mbak Putri yang kala itu juga ada di dapur hanya bisa tersenyum karena melihat tingkah laku mereka berdua.

"Yeu,,,"

Piring putih dengan lingkaran coklat dipinggirnya sudah dipenuhi oleh nasi dan lauk pauk, mereka berdua menyantap makanan seperti sudah setahun tidak makan. Sungguh, hari yang melelahkan.

"Nambah ya, awas aja kalo nggak namba makannya ibu cubit," ujar ibu Diga yang sedang sibuk membereskan dapurnya.

Setelah hampir lima belas menit mereka menyantap makanan terdengar suara dentingan bel yang berasal dari pagar Diga. Farhan dan kakaknya sudah berada di depan rumah, pertanda latihan dance akan segera dimulai.

Tanpa banyak basa-basi mereka langsung menuju ke arah halaman belakang rumah Diga, sepatu sport yang sudah melekat di kedua kaki serta baju kaos dan celana training. Siap!

"Hari ini kita mulai dari gerakan awal dulu ya. Kalo aku liat kalian udah ok dari minggu kemarin, sekarang kita lancarin lagi. Ayok, 1, 2, 3 mulai!"

Lagu BTS yang berjudul Dynamite sudah dimainkan, kak Tia sudah melipat tangannya di dada memperhatikan setiap gerakan yang Diga dan Kai sambil berharap bahwa akan ada kemajuan disetiap minggunya mengingat waktu untuk latihan kurang dari satu bulan.

"Good job!" ujar kak Tia setelah mereka 5x mengulang koreo yang sama. Tepuk tangan tanda kebahagiaan tidak kunjung berhenti dari kak Tia.

"Good. Karena untuk koreo pertama dan pertengahan kalian udah ok, minggu depan kita latihan dua kali untuk koreo terakhirnya. Biar makin mantep," puji kak Tia.

* * *

Terdengar suara batuk yang berulang berasal dari kamar utama rumah Kai. Terlihat sang ibu yang sedan tertidur tetapi seperti tidak dengan kenyamanan, Kai yang kala itu terbangun karena ingin ke kamar mandi menyempatkan dirinya untuk mengintip sang ibu.

Semakin ia mendekat suara batuk kecil terdengar. "Ada yang nggak beres nih," gumam Kai.

Ia langsung membuka pintu kamar ibunya dam benar saja ibunya sedang berusaha untuk meraih gelas yang berisi air putih dengan tangan satunya menahan dadanya untuk tidak batuk terlalu keras.

Kai dengan sigap mengambil gelas itu dan duduk di samping sang ibu.

"Bu, ibu sakit? Badan ibu panas banget. Ke dokter ya?"

"Nggak usah, kak. Ibu nggak apa, minum obat warung juga tadi udah mendingan. Tadi ibu keselek aja," jelasnya padahal Kai tau ibunya sedang berbohong.

"Ke dokter ya? Ibu kalo emang udah sakit banget bilang jangan diem kayak gini aku jadi kepikiran."

Malam ini seperti memperpanjang kesedihan Kai, semangatnya seolah melemah begitu saja ketika melihat sang ibu yang sedang sakit. Pikiranya masuk ke dalam rongga-rongga terdalam tentang hidup, tentang bagaimana bisa mengubah kehidupannya berubah seperti dahulu.

Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 3 pagi, sesekali Kai menghela nafas karena esok sudah akhir pekan menjadikan dirinya tidak mempunyai ke wajiban untuk bangun pagi.

Ia menatap kamarnya nanar mengutuk hidupnya, memang masih ada kekesalan di dalam dirinya untuk tidak bisa menerima kehidupannya yang sekarang. Ekonomi membuat keluarga bahagianya kini berantakan, membuat ibu yang seharusnya tidak bekerja sekeras itu dengan fisik yang sudah semakin melemah.

Dan Raya, entah apa yang ada didalam pikirannya untuk tidak mengerti bahwa keadaan ekonomi sudah berubah dan dirinya yang masih terus setiap hari main dan tidak membantu sang ibu.