"Kamu kenapa nggak ngabarin sih kalau ayah kamu sakit?" ucap Nanang kesal karena tidak bisa menjadi pahlawan.
Kai baru saja selesai menaruh tumpukan buku pada meja bu Rini guru Biologi, saat ia keluar dari ruang guru ternyata sudah ada laki-laki yang menunggunya sambil mengemut permen lolipop rasa strawberry.
Raut wajah kebingungan menjadi jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Nanang, sambil berpikir informasi dari mana sehingga Nanang mengetahui bahwa ayahnya sedang di rumah sakit.
"Nggak apa-apa. Kaka tau dari mana kalau ayah aku sakit?"
"Diga. Kemarin pas istirahat ketemu Diga sahabat kamu," ujar Nanang.
Seketika Kai langsung mengutuk Diga karena sudah memberi tahu perihal ayahnya yang sedang di rumah sakit, bukan karena ia malu melainkan karena ia tidak ingin merepotkan semua teman-temannya.
"Oh iya kak. Hehe," jawab Kai seadanya.
Saat mereka berdua berjalan di koridor terlihat Dinda bersama dengan gengnya sudah menunggu di depan mading, Kai yang sudah menyadari keberadaan Dinda langsung berusaha menjauh dari Nanang.
"Kak, aku duluan ya," ucap Kai.
Nanang tidak lantas membiarkan Kai jalan begitu saja, ia menarik tangan Kai untuk menghentikan langkahnya.
"Nanti pulang sekolah mau ke rumah sakit?"
Kai mengangguk.
"Aku tunggu di parkiran ya, aku anter ke rumah sakit," ucap Nanang memaksa.
Tanpa jawaban Kai langsung meninggalkan laki-laki itu, ia benar-benar tidak tahu harus bersikap seperti apa.
* * *
"Alhamdulillah," ucap Diga, ketika Kai menceritakan tentang kondisi ayahnya. Kai sudah sampai di kantin sejak tadi.
Diga baru saja kembali dari memesan makanan. Dua soto mie ditambah nasi hangat serta es jeruk yang akan mengisi perut mereka.
"Iya, kata dokter sih udah bisa pulang besok. Ya semoga aja nggak akan ada kejadian kayak gini lagi deh."
Diga tertegun karena sudah lama sekali tidak menatap dengan serius wajah sahabatnya, mata hitamnya berbinar ketika mendengar cerita Kai, ada rindu yang terselip karena beberapa hari ini ia tidak mendengar cerita sahabatnya.
"Dua soto dan nasi plus air jerukkkk," teriak mang Udin saat ia baru saja sampai di depan meja mereka, berhasil memecah pikiran Diga.
Mereka berdua langsung tersenyum ramah pada mang Udin dan menyambut makanannya dengan gembira.
"Ga, aku bingung deh."
"Bingung? Pegangan di tembok."
Kai langsung memukul kepada Diga pelan, kesal dengan jawaban sahabatnya ini.
"Haha. Kenapa emang?"
"Kak Nanang. Tadi aku ketemu dia di ruang guru, terus dia nawarin aku buat naik motornya dia ke rumah sakit," jelas Kai.
Mendengar cerita Kai Diga langsung tersedak.
"Ih, ini minum."
"Aku tuh bingung, kenapa dia jadi baik banget sama aku?"
"Ya ada maunya lah. Kamu jadi perempuan jangan cuma kuat buat melawan ke jahatan terus di perlakuakn sama cowo kayak gitu aja udah meleleh," ujar Diga.
Seketika pikiran Kai menyetujui ucapan terakhir laki-laki di depannya ini, benar ia tidak boleh lemah hanya karena diperlakukan seperti itu oleh Nanang.
* * *
"Makasih ya, kak," ucap Kai sedikit terbata-bata matanya masih tidak siap untuk menatap mata Nanang.
"Aku boleh masuk?"
"Ehh,,, hmmm,, nggak usah kak. Aku juga cuma sebentar kok," ujar Kai kebingungan.
Setelah berpamitan dengan Nanang, Kai melanjutkan langkah kakinya ke koridor rumah sakit menuju ke kamar di mana ayahnya sedang di rawat.
Kamar nomer 504.
"Assalamualaikum." Hanya hening yang menjawab saat memasuki ruangan kelas tiga rumah sakit, terlihat ibu sedang menidurkan kepalanya pada tumpukan tangannya di sisi kanan suaminya.
Menyadari keberadaan Kai, ibu langsung mengangkat kepalanya terlihat sekali matanya yang kuyu dengan wajah tanpa riasan sedikit pun. Ibu semalaman tidur di rumah sakit setelah menyelesaikan pekerjaan menggoreng keripiknya, bukan Kai dan Raya yang tidak ingin bergantian menunggu ayahnya di rumah sakit tetapi karena ibu yang tidak memperbolehkan, takut mengganggu sekolah anak-anaknya.
"Ini bu, nasi Padang tadi Kai beli di jalan," ucap Kai pelan takut mengganggu pasien yang lainnya.
Ibu bergegas bangun dari bangku, segera ke kamar mandi untuk sekadar mencuci mukanya.
Kini hanya Kai dan ayahnya yang masih tertidur, di dalam keheningan ada pikiran yang melayang entah kemana mengutuk segala perbuatan ayahnya serta menyesali segala hal yang pernah ayahnya lakukan beberapa tahun ini terutama kepada istrinya.
Kai bertanya-tanya dalam dirinya, seberapa jauh dirinya mengenal ayahnya. Kai sudah lupa bagaimana rasanya berbincang dengan sang ayah, entah kapan terakhir kali Kai mendapatkan kehangatan kasih sayang dari seorang ayah.
Kini air mata sedang ditahan dengan kuat agar tidak membasahi pipi, Kai meringkuk dibalik sikap tak acuh yang selalu ia tunjukan untuk menutupi segala kesedihannya sambil berkhayal sang ayah tengah memeluknya dengan erat.
"Besok ayah udah bisa pulang," ujar ibu dari belakang punggung Kai.
"Oh iya bu."
Ada perasaan lega dari dalam diri Kai mendengar kabar itu, kabar yang dari kemarin sangat ia inginkan.
* * *
Selesai mengantar Kai, Nanang langsung mengendarai motornya ke tempat tongkrongannya yang tidak jauh dari sekolah. Masih dengan perasaan penasaran dan kesal karena melihat tingkah laku Kai yang sama sekali tidak menunjukan bahwa dirinya tertarik olehnya.
"Ah sial," ujar Nanang yang baru saja datang sambil membawa helm mahalnya.
Di tongkrongan sudah terlihat Wisnu dengan teman lainnya, masih lengkap dengan seragam dan tas sekolahnya.
"Kenapa si bro?"
"Gila nih cewek, bener-bener nggak ke pincut sama guee," ujar Nanang kesal.
Wisnu dan teman lainnya langsung mengeluarkan gelak tawanya yang kencang, kapan lagi mereka bisa menertawai Nanang yang tidak bisa mengandalkan ketampanannya serta motor sportnya untuk memicut wanita.
"Aroma-aroma ke kalahan udah di depan mata nih," ujar Wisnu mengejek.
"Enak aja lo. Gue bukan takut uang gue ilang, tapi reputasi gue bro," ujar Nanang menantang.
Akhirnya mereka membuat strategi agar Kai bisa terpesona oleh Nanang. Ia benar-benar takut nama baiknya yang sudah dibangun sebagai laki-laki tampan akan runtuh.
* * *
Ibu : Adek, ayah ngajak makan malam di luar. Pulangnya jangan ke sorean.
Sebuah pesan masuk dari ibu. Membaca pesan itu, Diga langsung menghela nafasnya panjang sudah terbayang perbincangan apa yang akan terjadi di dalam mobil apalagi ada kak Pratama di dalamnya.
Hari ini Diga pulang sekolah sendiri lagi, Kai yang langsung ke rumah sakit dan Farhan yang bekerja kelompok dengan teman lainnya.
Diga tidak membenci keluarganya, apalagi kakaknya. Ia hanya membenci keadaan ketika ia didesak untuk melakukan hal yang sebenarnya tidak ia sukai, apalagi ketika ia dilarang melakukan hal yang Diga sukai.
Seperti rasa yang rela disimpang , banyak keinginan Diga yang terbengkalai hanya karena tidak mendapat izin dari ke dua prang tuanya.