Wanita dengan kerudung putih serta tas warna pink di punggungnya berhasil membuat Diga kaget, karena ia tidak menyangka bahwa akan bertemu dengannya di sini.
"Fatimah?"
Ternyat Fatimah teman sekelas Diga yang sering di gosipkan menyukai dirinya sedang membeli buku di tempat yang sama, Farhan yang kala itu sedang mencari buku lain menjadikan mereka hanya berdua di rak buku IPA.
"Lo udah ketemu bukunya?" Fatimah bertanya dengan memancarkan bola matanya yang indah. Hidungnya yang mancung sangat menandakan bahwa ia benar-benar keturunan Arab.
Entah mengapa Diga tidak bisa menatap mata Fatimah karena merasa berdosa ketika ia melihat kecantikannya yang tiada menyandingi.
"Ga?"
"Eh iya. Belum nih, kayaknya mau coba cari di rak yang sebelah sana deh," jawab Diga sambil menunjuka rak buku yang letaknya tak jauh dari mereka berdiri.
"Mau aku anter?"
"Ga. Ga, gue udah nemu komik ultramen yang pertama!!!" suara Farhan memecah ke canggungan di antara mereka berdua. Fatimah dan Diga memang sangat jarang sekali berbicara, bukan karena dirinya yang tidak ingin tetapi setiap kali mereka berbicara satu kelas akan langsung menggodanya membuat Diga malas.
Farhan yang sedang sibuk membuka lembaran komik yang memang sudah terbuka dari plastiknya juga kaget dengan kehadiran Diga di sisi mereka.
"Eh, Assalamualikum, Fatimah." Farhan sambil menggaruk kepalanya sendiri.
Fatimah menjawab dengan lembut.
Akhirnya mereka bertiga mencari bersama buku yang diperintahkan oleh bu Maya.
Setelah di depan kasir dan kegiatan membayar telah selesai, Farhan memegang perutnya memberikan kode kepada teman-temannya untuk tidak langsung pulang melainkan untuk mampir sebentar ke sebuah makanan cepat saji.
"Makan dulu deh yuk ke kaefci."
Akhirnya mereka bertiga makan di restoran cepat saji, gelak tawa tak ada hentinya kala Farhan menceritakan hal-hal bodoh yang pernah ia lakukan. Sikap Farhan memang berbeda jika di sekolah dan di luar sekolah, Fatimah yang sebelumnya tidak pernah bertemu Farhan di luar sekolah hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Ya ampun. Kamu ternyata lucu banget, Han. Beda kayak di sekolah," ujar Fatimah membuat Farhan berbunga-bunga.
Tidak terasa hampir 4 jam mereka berada di mall dekat sekolah, akhirnya mereka pulang ke rumah masing-masing saat adzan maghrib selesai di kumandangkan.
* * *
Kai menepuk keningnya keras saat ia mengingat bahwa hari ini sudah ada janji untuk mengantar Diga ke toko buku. Perasaan kesal menyelimutinya karena ia sudah lalai akan janji yang ia tepati.
Dering panggilan keluar yang ditunjukan kepada Diga tak kunjung mendapatkan jawaban, sudah hampir 15x Kai menelpon Diga.
"AAHHHHH!!! Pasti Diga marah banget sama gue!"
Meskipun begitu tidak menciutkan semangat Kai untuk pergi bersama Nanang sehabis maghrib, sambil ponselnya melakukan panggilan keluar Kai mencari pakaian yang Nanang perintahkan. Memakai gaun dan riasan yang cantik.
Semua baju yang ada di lemari sudah keluar menjadi tumpukan gunung, ia mencari baju gaun yang pernah ayahnya berikan untuk dirirnya 3 tahun yang lalu. Gaun berwarna hitam dengan hiasan berwarna silver menjadi gaun terindah untuk sekarang.
"Bu. Bu, liat gaun aku yang hitam nggak?" teriak Kai dari dalam kamarnya.
Ibu yang tidak mendengar karena masih sibuk dengan kegiatan menggoreng keripik, membuat Kai harus turun dari kamarnya.
"Bu, liat gaun aku yang warna hitam nggak?" tanya Kai sambil menyenderkan badannya pada gagang tangga.
"Coba liat di kamar Raya."
Kai langsung bergegas masuk ke dalam kamar Raya, terlihat Raya yang sedang asyik dengan komiknya.
"Kamu liat gaun aku yang warna hitam nggak?"
"Cari aja."
Akhirnya Kai mengobrak-abrik isi lemari Raya terlihat gaun hitam yang berada di tumpukan baju yang sudah tidak terpakai.
"Aduh, Ray. Kamu udah bener itu seletingnya?"
"Udah, kak. Nggak mau naik lagi," ujar Raya sambil tangannya sibuk mencoba untuk menaikan seleting.
Gaun hitam itu sudah sangat ke kecilan di badan Kai yang sudah semakin membengkak 3 tahun belakangan ini, membuat dirinya harus terpaksa mengaikatkan bagian yang tidak bisa di seleting menggunakan jarum.
"Mau kemana sih, kak?"
"Kepo!!!!"
* * *
Mobil hitam sudah menggerus jalan, membawa Kai dan Nanang menuju ke sebuah tempat yang belum pernah Kai datangi.
"Cantik."
Ucapan Nanang membawa Kai pada udara hingga ke langit, ia tidak tahu di balik gaun hitam yang ia pakai ada sebuah sesak dan rasa sakit di punggungnya.
Tidak sampai setengah jam mereka berdua sudah berada di sebuah restoran. Kai yang baru pertama kali langsung terpukau dengan desain interior yang bertemekan hitam dan kemerlap dari lampu.
"Yuk. Masuk."
Mereka berdua makan di sebuah restoran yang berada di atas gedung, menyajikan pemandangan indah kota Jakarta yang tidak bisa di lihat dari dataran rendah.
Di sisi lain ada Nanang yang berharap setelah ini perempuan yang menjadi target taruhannya akan langsung terpincut dengan dirinya.
"Jadi gimana?"
"Maksudnya kak?"
Kai masih belum mau membuka perasaanya dengan Nanang meskipun ia sangat senang sekali bisa merasakan perhatian dari seorang yang terkenal di sekolahnya.
Tiba-tiba saja tangan Nanang beserta tissu mendarat di bibir Kai dengan cepat mengelap sisa makanan yang ada di mulutnya.
"Eh, kak."
"Nggak apa."
* * *
Diga baru saja sampai di rumah dengan sebuah rasa kesal pada Kai. Ia langsung melemparkan ponselnya yang sedari tadi berdering dengan nama yang keluar pada layarnya adalah Kai.
Ia marah bukan karena sahabatnya yang sedang jatuh cinta, meskipun itu adalah alasan utamanya tetapi yang membuat dirinya semakin marah adalah tidak ada kabar sedikit pun dari Kai mengenai batalnya perjanjian mereka hari ini.
"Dek, makan dulu."
Sudah beberapa kali ibu mengetuk pintu kamar Diga tetapi tidak ada jawaban, hingga akhirnya mbak Putri yang mengetuk pintu untuk segera menunggu Diga keluar.
"Makasih, mbak."
Nampan yang berisi makanan sudah masuk ke dalam kamarnya tetapi tidak di sentuh sedikit pun oleh Diga karena ia sudah makan banyak saat di Mall. Suara pesan masuk dari ponsel Diga membuat ia mencari di mana ponselnya ia lempar?
Setelah meraba ke setiap sudut kamar akhirnya ia menemukan ponselnya, terlihat jelas pesan dari Instagram ucapan terima kasih kepada dirinya.
"Fatimah?"
Diga hanya menaikan alisnya, tidak biasanya Fatimah mengirim pesan pribadi kepada dirinya.
Memang ada beberapa hal di dunia ini yang datangnya tidak bisa kita duga, seperti Diga yang bertemu dengan Fatimah perempuan di kelasnya yang menjadi primadona dan tentu saja banyak laki-laki yang mendekatinya.
Dan Kai yang membatalkan janjinya begitu saja.
Hari semakin malam dan Diga yang masih memikirkan perubahan sikap Kai kepada dirinya.
"HAH? LO DI TEMBAK?"